Di usianya yang ke-24 tahun, Kota Cimahi masih belum bebas dari masalah banjir membandel. Berganti-ganti kepala daerah, tak membawa efek positif pada masalah banjir tiap hujan deras mengguyur.
Beberapa titik langganan banjir di Cimahi mulai dari Jalan Amir Machmud tepatnya di Cibabat dan Simpang Cihanjuang, lalu Jalan Kolonel Masturi dekat Simpang Citeureup, Jalan Mahar Martanegara, hingga yang paling parah di kawasan Melong.
Penyebab banjir di titik-titik tersebut seperti saluran yang menyempit, keberadaan bangunan liar di atas sungai, hingga sedimentasi. Dampak banjir dirasakan masyarakat, mulai dari jalan yang terputus hingga hunian terendam.
Wakil Wali Kota Cimahi, Adhitia Yudisthira mengatakan pengentasan banjir di Cimahi membutuhkan anggaran yang tak sedikit, waktu yang tak sebentar, hingga koordinasi dengan kepala daerah lain.
“Jadi pada prinsipnya banjir di Cimahi bisa tuntas dengan normalisasi sungai, lalu membongkar bangunan liar di atas sungai, dan perlu koordinasi dengan daerah lain. Waktunya juga enggak sebentar,” kata Adhitia saat dikonfirmasi, Selasa (5/8/2025).
Untuk anggaran normalisasi sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS), setidaknya membutuhkan Rp80 miliar. Kemudian pelaksanaannya tak mungkin cuma dalam waktu setahun atau dua tahun kedepan.
“Untuk normalisasi sungai dan DAS itu bahkan butuh anggaran sampai Rp80 miliar. Kemudian tidak setahun saja, ya intinya kita cicil sampai 5 tahun kedepan,” ujar Adhitia.
Lalu permasalahan lainnya yakni keberadaan bangunan liar di atas badan sungai. Pihaknya memerintahkan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) melakulan penertiban belasan bangunan liar tersebut.
“Kita sudah layangkan surat buat bangunan di atas sungai, sepanjang jalur Cilember saja ada sekitar 19 bangunan. Pemiliknya tidak kasih respons, maka pemerintah akan ambil tindakan (pembongkaran),” ujar Adhitia.
“Tapi kita sedang kaji juga kekuatan anggaran kita, karena ternyata luar biasa juga bangunan liarnya ini besar-besar sehingga biaya pembongkaran ya juga lumayan besar,” imbuhnya.
Sementara untuk banjir di kawasan Melong, pihaknya mesti berkoordinasi dengan kepala daerah tetangga, seperti Kota Bandung dan Kabupaten Bandung mengingat titik tersebut merupakan daerah perbatasan.
“Ini kaitannya karena irisan dengan Kota Bandung dan Kabupaten Bandung, sehingga di hilirnya juga harus diselesaikan sambil kita keureyeuh penyelesaian di hulu,” kata Adhitia.