Sederet peristiwa menarik tersaji di Jabar hari ini, Jumat (15/8/2025). Mulai dari dinginnya suhu di Bandung belakangan ini hingga ojol ungkap kasus pembuangan bayi di Cirebon
Suasana tenang di Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, mendadak berubah mencekam pada Kamis (14/8/2025) malam. Warga dikejutkan penemuan jasad seorang bayi di sungai yang berada tak jauh dari Komplek Pondok Buntet Pesantren.
Penemuan tragis ini berawal dari kisah seorang pengemudi ojek online (ojol) yang menerima pesanan perjalanan dari Mertapada menuju Gebang. Dalam perjalanan, tepat di kawasan Buntet, penumpang perempuannya tiba-tiba meminta berhenti untuk membuang sebuah bungkusan ke sungai.
Namun, usai membuang bungkusan itu, penumpang tersebut membatalkan tujuan awalnya dan meminta diantar kembali ke Mertapada. Tingkahnya yang pucat dan gelisah menimbulkan kecurigaan sang pengemudi.
“Pengemudi ojolnya merasa ada yang janggal, apalagi penumpangnya terlihat pucat,” ujar David (30), warga setempat, Jumat (15/8/2025).
Didorong rasa penasaran, pengemudi ojol itu kembali ke lokasi pembuangan bersama seorang temannya. Saat bungkusan diperiksa, keduanya sontak terperanjat di dalamnya terdapat jasad bayi yang sudah tidak bernyawa.
Menurut David, lokasi pembuangan berada persis di samping MTs Buntet. “Waktu itu masih ramai warga, jadi begitu kabar menyebar, orang-orang langsung berkerumun. Semua kaget,” ungkapnya.
Sementara itu Kapolsek Astanajapura, AKP Suwito, membenarkan kejadian tersebut. “Ya, benar. Laporan sedang diproses, kemungkinan akan dilimpahkan ke Polresta, ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Pelaku juga sudah ditangkap,” jelasnya.
Hingga kini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan mendalam untuk mengungkap motif di balik pembuangan bayi malang tersebut. Kasus ini menambah deretan peristiwa memilukan yang menggemparkan warga Cirebon.
Suhu udara di kawasan Bandung Raya terasa lebih dingin. Bahkan suhu di pagi hari tercatat bisa mencapai 14,4°C.
Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung Teguh Rahayu mengungkapkan, sejumlah faktor menyebabkan suhu udara di kawasan Bandung Raya terasa lebih dingin.
Seperti suhu permukaan laut di wilayah Indonesia masih hangat, aktifnya gelombang atmosfer seperti Rossby Ekuator di Jabar dan keberadaan sirkulasi siklonik yang membetu daerah perlambatan angin (konvergensi) dan pertemuan angin (konfluensi) di sebagian wilayah Indonesia termasuk Jawa Barat.
“Kombinasi dari faktor-faktor tersebut masih berpengaruh terhadap adanya pertumbuhan awan di sebagian wilayah Jawa Barat termasuk Bandung Raya,” ucap Rahayu dalam keterangan yang diterima infoJabar, Jumat (15/8/2025).
Rahayu menyebut, saat ini wilayah Jawa Barat telah memasuki musim kemarau. Hal itu ditandai dengan dominasi angin monsun Australia. Angin itu membawa udara dingin dan kering serta tutupan awan konvektif yang berkurang signifikan.
“Sehingga panas matahari diterima maksimum di siang hari dan dilepaskan maksimum pada malam dan dini hari. Faktor-faktor ini menyebabkan suhu di siang hari panas dan di dini/pagi hari dingin,” ujarnya.
Dari catatan BMKG, suhu minimum pada hari ini, Jumat 15 Agustus 2025 tercatat 17,2°C di Stasiun Geofisika Bandung dan 14,4°C di Pusat Observasi Geofisika (POG) Lembang.
“Cukup dingin, tetapi masih dalam range klimatologisnya di bulan Agustus. Suhu dingin di pagi hari diprediksi masih akan terjadi sampai dengan akhir Agustus,” kata Rahayu.
Suasana Senin (11/8) dini hari yang tenang dan sepi di Jalan Saluyu, Kelurahan Derwati, Kecamatan Rancasari Bandung berubah menjadi riuh. Seorang warga bernama Tommy Effiyanto (55) ditangkap Tim Prabu Polrestabes Bandung.
Tommy ditangkap lantaran selama ini mengaku-ngaku sebagai anggota Polri. Temuan itu didapat polisi usai menerima laporan dari warga.
Tommy tak berkutik saat Tim 3 Prabu Lodaya Presisi Polrestabes Bandung itu menciduknya. Saat ditangkap, Tommy menemukan pistol, borgol, motor berstiker Tim Prabu, jaket berlogo polisi hingga baju PDH Polri.
Tommy pun tak bisa mengelak saat anggota melakukan interogasi. Dia mengakui jika selama ini hanya berpura-pura mengaku polisi.
“Pada Hari Minggu, 10 Agustus 2025, jam 23.30 WIB di TKP diduga telah terjadi tindak pidana membawa senjata mimis (senapan angin) menyerupai senjata api revolver,” ujar Kapolsek Rancasari Kompol Herman Junaedi saat dikonfirmasi, Jumat (15/8/2025).
Menurut Herman, Tommy selama ini mengaku sebagai anggota Kelompok Sadar Kemanan dan Ketertiban Masyarakat (Pokdar) di Rancasari. Namun anehnya, kata Herman, warga mengaku kerap melihat Tommy membawa wanita ke dalam kontrakannya.
“Pelaku mengaku sebagai anggota Pokdar Rancasari dan juga ada warga yang lapor kepada ketua RT bahwa suka ada perempuan yang keluar masuk rumah kontrakannya,” kata Herman.
Pokdar Rancasari dan Ketua RT setempat pun sempat mendatangi Tommy di kontrakannya. Saat itu, terlihat sepeda motor Tommy yang bertuliskan ‘Polisi Polrestabes Bandung Polda Jabar’.
Yang lebih mencengangkan, Tim Prabu sempat meminta anggota Pokdar dan saksi untuk membuka jok sepeda motornya. Saat dibuka, ditemukan senjata angin.
“Setelah anggota Pokdar dan saksi Fadil berkoordinasi dengan Tim Prabu. Ka Tim Prabu melalui video call menyuruh untuk membuka jok motor milik pelaku dan ditemukan senjata mimis, kemudian di kapstok ditemukan baju dinas polisi, baju Pokdar, kaos Prabu dan jaket dengan badge lambang Polda di lengan kanannya serta badge lambang Reserse,” ungkapnya.
Tak hanya itu, ditemukan juga dompet lencana kewenangan Polri dan lencana kewenangan BNN.
“Kemudian ditemukan dompet lencana kewenangan Polri dan lencana kewenangan BNN, topi bertuliskan polisi dan borgol. Selanjutnya Tim Prabu datang dan mengamankan pelaku serta barang bukti dan kemudian diserahkan ke Polsek Rancasari,” tambahnya.
Pelaku saat ini sudah diamankan beserta barang buktinya. Proses penyelidikan masih berlanjut.
“Saat ini masih melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan melengkapi penyidikan,” pungkasnya.
Suasana di sejumlah restoran di Kota Bandung kini terasa berbeda. Jika biasanya musik mengalun lembut dari pengeras suara, kini banyak tempat memilih untuk membiarkan ruangan tanpa iringan lagu. Isu royalti musik yang sedang ramai membuat restoran memilih tidak memutar musik.
Di Hutanika Resto, Jalan Asia Afrika, perubahan itu justru diolah menjadi sesuatu yang unik. Begitu masuk, alih-alih mendengar dentingan gitar atau vokal penyanyi pop, pengunjung akan disambut suara kicauan burung yang mengalun dari pengeras suara.
Suara itu bukan hasil unduhan dari internet, melainkan rekaman burung peliharaan milik pengelola. Ya, pengelola Hutanika Resto merekam sendiri suara burung peliharaan untuk kemudian disetel sebagai pengganti musik yang biasa mereka mainkan.
“Kita ganti dulu aja gitu. Sekarang saya rekam sendiri jadi pakai suara peliharaan burung, kita rekam sendiri,” ujar Adit Lee, Head Sales Marketing Hutanika Resto saat ditemui, Jumat (15/8/2025).
Adit yang memiliki latar belakang arranger musik menambahkan sentuhan ambient piano pada rekaman tersebut untuk menciptakan suasana yang menenangkan. Langkah itu diambil bukan tanpa alasan.
“Iya menghindari karena memang dengar-dengar kemarin ada yang beberapa resto putar suara burung di YouTube kena juga royalti. Jadi saya pikir udahlah, saya rekam aja sendiri kalau gitu, kan jadi benar-benar orisinil saya,” jelasnya.
Sebelumnya, Hutanika menggunakan Spotify berbayar untuk memutar musik, mayoritas lagu internasional. Namun, ketika surat penagihan royalti datang, Adit memutuskan untuk menghentikan pemutaran musik sepenuhnya.
“Kita kebanyakannya play lagu luar sebenarnya, jarang banget pakai lagu Indo, bahkan enggak ada di playlist kita. Itu karena dari lama saya sudah dengar ada isu-isu royalti, “katanya.
Menurut Adit, pihaknya bukan tak ingin membayar royalti musik. Namun yang jadi persoalan adalah transparansi dan sosialisasi terhadap aturan pembayaran royalti yang belum jelas hingga kini.
“Kita sebenarnya bukannya enggak mau bayar, tapi sosialisasinya bagaimana, pembayaran ini masuk ke mana, aturannya bagaimana, itu kan tidak jelas sama sekali. Jadi poin saya sih mungkin bisa disosialisasikan lagi, transparansinya bagaimana,” tegasnya.
Bagi pengunjung, suasana tanpa musik memang terasa janggal. Anida, salah satu pengunjung, mengaku kafe dan restoran identik dengan musik. Dengan tidak adanya musim yang disetel, menurutnya ada hal yang kurang lengkap.
“Jadi enggak seru ya kalau enggak ada musiknya, padahal mah enggak apa-apa. Kita ke kafe itu kan sambil minum, sambil refreshing, sambil mendengarkan musik. Untungnya di sini ada suara burung, suara air jadi enggak terlalu sepi,” ucapnya.
Pendapat senada datang dari Lela, pengunjung lainnya. Menurutnya, musik adalah bagian dari apresiasi terhadap karya. Dia pun berharap musik bisa kembali diputar, karena itu juga jadi cara mereka mengenal lagu-lagu baru.
“Lagu kan diciptakan untuk dinikmati, didengar. Sama aja gini mah menghambat kreativitas, jadi malas yang buatnya. Penyanyinya jadi enggak ada yang kenal,” ujarnya.
Lapangan sepak bola di samping pabrik Indocement menjadi pusat keramaian warga Kampung Cigeger, Desa Citeureup, Minggu (10/8/2025) sore. Anak-anak dan remaja larut dalam pertandingan persahabatan, sementara para orang tua menonton dari tepi lapangan atau sibuk melayani pembeli di warung-warung kecil yang berjejer di sekitar area.
Sorak-sorai dan tawa tampak di sekitar lapangan, menandai akhir pekan yang hangat dan penuh canda meski segera berakhir. Namun, sekitar pukul 15.30 WIB, keceriaan itu perlahan memudar. Dari arah angin, gumpalan debu putih tiba-tiba melayang, menutupi pandangan dan membuat napas terasa berat.
“Warung-warung langsung tertutup debu, anak-anak di lapangan pun berhenti main,” tutur Pj Kepala Desa Citeureup, Padi Ardianto, saat dihubungi wartawan.
Padi menjelaskan, hujan debu bermula dari proses pembersihan sumbatan di pabrik Indocement yang berlangsung sekitar lima hingga tujuh menit.
Karena saat itu angin bertiup kencang, debu terbawa dan berputar di udara hingga 1-2 jam sebelum hilang diguyur hujan sekitar pukul 17.00 WIB. Ia memperkirakan sekitar 400 rumah di RW 5 terdampak, dengan total 1.200 jiwa.
Meski tidak ada kerusakan material atau kendaraan, banyak genteng dan halaman rumah dipenuhi debu putih.
Pemeriksaan kesehatan gratis segera dilakukan melalui kerja sama puskesmas dan pihak Indocement untuk memastikan warga tidak mengalami gangguan pernapasan.
“Kalau hanya bicara genteng dan halaman kena debu, ya satu RW itu terdampak semua,” kata Padi.
Ia juga mengungkapkan, hujan debu bukanlah peristiwa baru di kampung tersebut.
“Kalau tidak salah, setiap tahun bisa dua kali, biasanya saat pembersihan sumbatan atau clogging,” ujarnya.
Pihak PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. membenarkan peristiwa tersebut. General Manager Operation Kompleks Pabrik Citeureup, Setia Wijaya, menjelaskan insiden terjadi ketika Plant 5 sedang tidak beroperasi dan pekerja melakukan pembersihan sumbatan di bagian pemisahan material.
Saat lubang pemeriksaan dibuka, debu keluar dan terbawa angin kencang ke arah permukiman.
“Mengetahui hal tersebut, pekerja kami segera menutup lubang check hole, sehingga dalam waktu sekitar tiga menit jatuhan debu semen langsung teratasi,” ujarnya.
Indocement mengaku sudah meminta maaf, berkoordinasi dengan perangkat desa, dan memperbaiki prosedur pembersihan agar tidak dilakukan pada kondisi angin kencang, guna mencegah peristiwa serupa di kemudian hari.
Ojol Ungkap Kasus Pembuangan Bayi
Dinginnya Suhu Bandung
Polisi Gadungan Mati Kutu di Tangan Prabu
Kicauan Burung Jadi Pengganti Musik
Hujan Debu di Bogor
Suasana di sejumlah restoran di Kota Bandung kini terasa berbeda. Jika biasanya musik mengalun lembut dari pengeras suara, kini banyak tempat memilih untuk membiarkan ruangan tanpa iringan lagu. Isu royalti musik yang sedang ramai membuat restoran memilih tidak memutar musik.
Di Hutanika Resto, Jalan Asia Afrika, perubahan itu justru diolah menjadi sesuatu yang unik. Begitu masuk, alih-alih mendengar dentingan gitar atau vokal penyanyi pop, pengunjung akan disambut suara kicauan burung yang mengalun dari pengeras suara.
Suara itu bukan hasil unduhan dari internet, melainkan rekaman burung peliharaan milik pengelola. Ya, pengelola Hutanika Resto merekam sendiri suara burung peliharaan untuk kemudian disetel sebagai pengganti musik yang biasa mereka mainkan.
“Kita ganti dulu aja gitu. Sekarang saya rekam sendiri jadi pakai suara peliharaan burung, kita rekam sendiri,” ujar Adit Lee, Head Sales Marketing Hutanika Resto saat ditemui, Jumat (15/8/2025).
Adit yang memiliki latar belakang arranger musik menambahkan sentuhan ambient piano pada rekaman tersebut untuk menciptakan suasana yang menenangkan. Langkah itu diambil bukan tanpa alasan.
“Iya menghindari karena memang dengar-dengar kemarin ada yang beberapa resto putar suara burung di YouTube kena juga royalti. Jadi saya pikir udahlah, saya rekam aja sendiri kalau gitu, kan jadi benar-benar orisinil saya,” jelasnya.
Sebelumnya, Hutanika menggunakan Spotify berbayar untuk memutar musik, mayoritas lagu internasional. Namun, ketika surat penagihan royalti datang, Adit memutuskan untuk menghentikan pemutaran musik sepenuhnya.
“Kita kebanyakannya play lagu luar sebenarnya, jarang banget pakai lagu Indo, bahkan enggak ada di playlist kita. Itu karena dari lama saya sudah dengar ada isu-isu royalti, “katanya.
Menurut Adit, pihaknya bukan tak ingin membayar royalti musik. Namun yang jadi persoalan adalah transparansi dan sosialisasi terhadap aturan pembayaran royalti yang belum jelas hingga kini.
“Kita sebenarnya bukannya enggak mau bayar, tapi sosialisasinya bagaimana, pembayaran ini masuk ke mana, aturannya bagaimana, itu kan tidak jelas sama sekali. Jadi poin saya sih mungkin bisa disosialisasikan lagi, transparansinya bagaimana,” tegasnya.
Bagi pengunjung, suasana tanpa musik memang terasa janggal. Anida, salah satu pengunjung, mengaku kafe dan restoran identik dengan musik. Dengan tidak adanya musim yang disetel, menurutnya ada hal yang kurang lengkap.
“Jadi enggak seru ya kalau enggak ada musiknya, padahal mah enggak apa-apa. Kita ke kafe itu kan sambil minum, sambil refreshing, sambil mendengarkan musik. Untungnya di sini ada suara burung, suara air jadi enggak terlalu sepi,” ucapnya.
Pendapat senada datang dari Lela, pengunjung lainnya. Menurutnya, musik adalah bagian dari apresiasi terhadap karya. Dia pun berharap musik bisa kembali diputar, karena itu juga jadi cara mereka mengenal lagu-lagu baru.
“Lagu kan diciptakan untuk dinikmati, didengar. Sama aja gini mah menghambat kreativitas, jadi malas yang buatnya. Penyanyinya jadi enggak ada yang kenal,” ujarnya.
Lapangan sepak bola di samping pabrik Indocement menjadi pusat keramaian warga Kampung Cigeger, Desa Citeureup, Minggu (10/8/2025) sore. Anak-anak dan remaja larut dalam pertandingan persahabatan, sementara para orang tua menonton dari tepi lapangan atau sibuk melayani pembeli di warung-warung kecil yang berjejer di sekitar area.
Sorak-sorai dan tawa tampak di sekitar lapangan, menandai akhir pekan yang hangat dan penuh canda meski segera berakhir. Namun, sekitar pukul 15.30 WIB, keceriaan itu perlahan memudar. Dari arah angin, gumpalan debu putih tiba-tiba melayang, menutupi pandangan dan membuat napas terasa berat.
“Warung-warung langsung tertutup debu, anak-anak di lapangan pun berhenti main,” tutur Pj Kepala Desa Citeureup, Padi Ardianto, saat dihubungi wartawan.
Padi menjelaskan, hujan debu bermula dari proses pembersihan sumbatan di pabrik Indocement yang berlangsung sekitar lima hingga tujuh menit.
Karena saat itu angin bertiup kencang, debu terbawa dan berputar di udara hingga 1-2 jam sebelum hilang diguyur hujan sekitar pukul 17.00 WIB. Ia memperkirakan sekitar 400 rumah di RW 5 terdampak, dengan total 1.200 jiwa.
Meski tidak ada kerusakan material atau kendaraan, banyak genteng dan halaman rumah dipenuhi debu putih.
Pemeriksaan kesehatan gratis segera dilakukan melalui kerja sama puskesmas dan pihak Indocement untuk memastikan warga tidak mengalami gangguan pernapasan.
“Kalau hanya bicara genteng dan halaman kena debu, ya satu RW itu terdampak semua,” kata Padi.
Ia juga mengungkapkan, hujan debu bukanlah peristiwa baru di kampung tersebut.
“Kalau tidak salah, setiap tahun bisa dua kali, biasanya saat pembersihan sumbatan atau clogging,” ujarnya.
Pihak PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. membenarkan peristiwa tersebut. General Manager Operation Kompleks Pabrik Citeureup, Setia Wijaya, menjelaskan insiden terjadi ketika Plant 5 sedang tidak beroperasi dan pekerja melakukan pembersihan sumbatan di bagian pemisahan material.
Saat lubang pemeriksaan dibuka, debu keluar dan terbawa angin kencang ke arah permukiman.
“Mengetahui hal tersebut, pekerja kami segera menutup lubang check hole, sehingga dalam waktu sekitar tiga menit jatuhan debu semen langsung teratasi,” ujarnya.
Indocement mengaku sudah meminta maaf, berkoordinasi dengan perangkat desa, dan memperbaiki prosedur pembersihan agar tidak dilakukan pada kondisi angin kencang, guna mencegah peristiwa serupa di kemudian hari.