Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bila Anda merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.
Surat tulisan tangan yang ditemukan di kamar seorang siswi berusia 14 tahun di Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, mengungkap perasaan yang dalam.
Gadis itu menuliskan isi hatinya di buku tulis bergaris dengan bahasa campuran Sunda dan Indonesia. Dilihat infoJabar narasinya terlihat jujur, emosional, dan menyayat hati.
Tulisan tangan korban tampak rapi tapi bergetar di beberapa bagian, seolah ditulis di tengah tekanan emosional. Ia mengaku bukan sedang mengarang, melainkan hanya ingin menyampaikan isi hatinya.
“Eneng besdi bikin nyeri ku perkataan babaturan di kls ku omongan, sikap. Eneng bes (beres) cape, eneng cuman hayang ketenangan, (Eneng baru saja dibuat sakit oleh perkataan teman di kelas oleh ucapan, sikap. Eneng sudah cape, eneng mau ketenangan),” tulisnya.
Dalam surat dua halaman itu, korban juga menyinggung beberapa teman sekelas dengan inisial tertentu.
Ia menyebut hanya segelintir teman yang tidak menyindirnya, sementara sisanya membuatnya merasa terluka oleh kata-kata dan perilaku di kelas.
“Ajeng lain alim maafkeun maraneh, ajeng lain dendam tapi ajeng bes berusaha maafkeun karirian tapi naon, maraneh anu sering bikin luka ajeng, (Ajeng bukan tidak mau memaafkan kalian, ajeng tidak dendam tapi ajeng sudah berusaha memaafkan kalian, kalian yang sering membuat ajeng luka” tulisnya dalam salah satu paragraf.
Kalimat berikutnya semakin jelas menggambarkan perasaan terasing:
“Ajeng ngerasa ieu sok sindir-sindir ka ajeng… entuh fila perkataan, perilaku t’h tapi tidak pernah keananana, (Ajeng merasa suka ini suka menyindir ajeng… entah perkataan, perilaku, tapi tidak pernah —,” tulisnya.
Isi surat ini memberi isyarat bahwa korban mengalami tekanan sosial di lingkungan sekolah, kemungkinan berupa perundungan verbal yang membuatnya merasa tidak diterima.
Di bagian akhir, korban berulang kali meminta maaf kepada orang tua, guru, dan teman-teman.
Ia menulis bahwa dirinya tidak dendam, hanya lelah, dan ingin mencari ketenangan.
“Sebenerna malin banyak cerita t’h, tapi segitu aja we babay,” tulisnya dalam kalimat penutup yang kini dibaca sebagai pesan perpisahan (Sebenarnya masih banyak cerita, tapi segitu saja ya, bye-bye).
Surat itu diakhiri dengan ungkapan kasih sayang singkat kepada orang tuanya.
“Eneng sayang mmh, bpk, I love you,” tulisnya.
Dari seluruh isi surat, tergambar bahwa korban mengalami tekanan psikologis yang berlangsung cukup lama.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Bahasanya tidak menunjukkan kemarahan, melainkan rasa bersalah dan kelelahan batin, ciri khas seseorang yang menanggung luka tanpa ruang untuk berbagi.
Kepolisian masih menyelidiki penyebab pasti peristiwa ini. Namun dari isi surat tersebut, muncul dugaan kuat bahwa tindakan korban dipicu oleh perasaan terisolasi dan tekanan sosial di lingkungan sekolah. Bahkan dalam catatan itu, disebut beberapa temannya yang diduga melakukan perundungan.







