Ratusan pelajar di Garut mengalami gejala keracunan setelah menyantap menu Makan Bergizi Gratis. Jika memang benar penyebabnya MBG, bagaimana bisa makanan yang seharusnya menjadi sumber gizi, malah menjadi racun bagi anak-anak?
Keracunan yang dialami oleh para pelajar di Kecamatan Kadungora, Garut ini, terungkap setelah Puskesmas setempat kedatangan puluhan pelajar pada Rabu, (17/9).
Para pelajar ini, mengeluh gejala yang seragam. Yakni mual, muntah, hingga pusing. Menurut penuturan para pelajar, mereka merasakan gejala tersebut, beberapa jam setelah menyantap menu MBG sehari sebelumnya.
Dari catatan Dinas Kesehatan Garut diketahui, total ada 30 pelajar yang dilarikan ke Puskesmas Kadungora, dengan gejala yang sama. Mereka merupakan para pelajar dari 4 sekolah berbeda, di jenjang SD, SMP, SMA dan MA, yang lokasi sekolahnya berada di Kecamatan Kadungora.
Hingga Jumat, (19/9) kemarin, masih ada sekitar 19 orang pelajar yang dirawat di sana. Ironinya, ternyata jumlah pelajar yang mengalami keracunan ini mencapai ratusan dan terus mengalami peningkatan.
Mulanya, Dinkes Garut mencatat ada 150 orang pelajar yang keracunan. Jumlahnya kemudian terus meningkat setelah ditelusuri. Yakni menjadi 569 pelajar pada Kamis, (18/9).
Pada Jumat, (19/9) malam tadi, Dinkes Garut merilis data terbaru. Dimana, ada 657 pelajar yang mengalami keracunan. Kepala Dinkes Garut dr. Leli Yuliani menjelaskan, para pelajar mendapatkan menu MBG dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang sama.
“Mereka mengalami kesamaan gejala, setelah menyantap makanan bergizi gratis. Dari SPPG yang sama,” kata Leli.
Atas kejadian ini, Dinkes Garut sudah mengamankan sampel makanan. Kabarnya, ada sejumlah menu makanan yang diuji. Mulai dari nasi liwet, ayam woku, tempe orek, timun, selada dan stroberi.
Pengujian dilakukan di Lembaga Aplikasi dan Inovasi Sains Data (Lapisda) Bandung. Menurut Leli, pengecekan sampel makanan ini, akan memakan waktu hingga 7 hari kerja.
“Yang MBG ini, bisa kita kirimkan sampelnya karena sesuai protap di SPPG ada sampel yang disimpan sehingga bisa dikirim ke laboratorium untuk melakukan pengecekan ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” katanya.
Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.
Kasus keracunan yang dialami oleh lebih dari 600 pelajar Garut ini, masih menyisakan teka-teki. Sebab, bagaimana bisa makanan yang seharusnya diperuntukan sebagai pemenuh gizi, malah membawa petaka?
Ada banyak pertanyaan yang belum terjawab dalam kasus ini. Mulai dari bagaimana proses pengolahan makanannya, proses distribusi, hingga jarak waktu antara makanan selesai diproses hingga disantap oleh para siswa.
Terkait hal tersebut, infoJabar sudah berupaya mengkonfirmasinya ke Kepala SPPG tersebut, Widia, via pesan singkat di WhatsApp. Namun, hingga berita ini dimuat, belum ada respons dari yang bersangkutan.
Anggota Komisi IV DPRD Kab. Garut, Yudha Puja Turnawan mengaku sempat mendatangi SPPG tersebut pada hari Kamis, (18/9) lalu. Namun, dia yang datang dengan Ketua Komisi IV Asep Rahmat tidak diterima oleh pihak SPPG.
“Kamis pagi kami datang secara baik-baik ke sana. Namun, menurut petugas keamanan, pihak pimpinan SPPG tidak bisa berkomunikasi dengan kami setelah 2 jam kami menunggu di sana,” ungkap Yudha kepada infoJabar, Sabtu, (20/9/2025).
Pemerintah Kabupaten Garut buka suara usai 657 pelajar di Kecamatan Kadungora mengalami keracunan, setelah menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Pemkab akan berkomunikasi dengan pihak terkait.
Bupati Garut Abdusy Syakur Amin mengatakan, pihaknya meminta agar kejadian ini ditindaklanjuti oleh pihak berwenang. “Itu kan musibah yang kita semua tidak ingin. Cuman, harus menjadi pelajaran bagi semuanya,” ungkap Syakur.
Syakur menjelaskan, pihaknya akan berkomunikasi dengan perwakilan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk membahas hal tersebut. Jika memang terbukti para pelajar ini keracunan gara-gara MBG, tindak lanjut bagi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG)-nya, diserahkan kepada pihak berwenang.
“Jadi semuanya kewenangan BGN, tapi kita berkomunikasi,” kata Syakur.
Sementara Wakil Bupati Garut Putri Karlina berharap agar semua pihak untuk tenang dan menghargai proses investigasi yang saat ini tengah dilakukan pihak berwenang.
“Kita menghargai proses identifikasi. Walaupun memang orang bilang oh dugaannya ke sana (keracunan karena MBG) karena keseragaman korban. Tapi, saya tidak boleh berbicara kalau belum ada hasil,” kata Putri Karlina.
Putri sendiri menyebut dirinya belum berkomunikasi dengan pihak-pihak penyelenggara MBG di tingkat SPPG maupun kabupaten. Yang jelas, kata Putri, saat ini dirinya dan tim dari Dinkes Garut tengah fokus ke proses penyembuhan korban.
“Saat ini fokus kami menyembuhkan dan mencari kemungkinan pasien tambahan. Cuman kan per hari ini sudah smooth, sudah landai begitu,” pungkas Putri.