Kasus perdagangan bayi yang terjadi di wilayah Bandung akhir-akhir ini menimbulkan ironi. Pelakunya punya sindikat dengan jaringan internasional, bahkan berbagi peran yang tersusun rapi untuk bisa menyelundupkan bayi yang dipesan.
Setelah kasus ini terbongkar, Polda Jawa Barat (Jabar) akhirnya menampilkan 13 pelakunya ke hadapan publik. Sebanyak 12 orang di antaranya merupakan wanita, dan satu orang pria yang menjalankan bisnis haram tersebut.
Mereka, bahkan berbagi peran yang berbeda-beda saat menyelundupkan bayi pesanan itu hingga ke Singapura. Ada yang bertransaksi langsung dengan si pemesan, menawarkan di media sosial, menampung bayi pesanan, sampai dibuatkan dokumen palsu dari mulai paspor serta dokumen identitasnya.
Kasus ini pun bisa terbongkar saat polisi menerima laporan dari orang tua bayi yang bertransaksi dengan wanita asal Margahayu, Kabupaten Bandung berinisial AF atau Astri Fitrinika alias Fira. Selain Fira, perempuan berumur 26 tahun itu juga memiliki tiga nama samaran lainnya, yakni Desi, Nur Hasanah, dan Annisa.
“Tersangka AF merupakan perekrut dari jaringan bayi ini menghubungi orang tua yang mengiklankan bayi masih dalam kandungan yaitu Facebook dan sepakat untuk bertemu. Tersangka AF mengatakan akan diadopsi oleh dirinya dan suaminya,” kata Hendra, Kamis (17/7/2025).
AF awalnya menanyakan persyaratan yang diminta orang tua saat mencari adopter tanpa persyaratan yang bertele-tele. Setelah perbincangan dan negosiasi, harga yang disepakati yakni Rp 10 juta.
Ketika sudah disepakati AF memberikan ongkos Rp600 ribu ke bidan dan sisanya akan diberikan keesokan harinya sekaligus membawa KTP dan KK. Namun setelah kesepakatan terjalin, AF tak memberikan uang yang dijanjikan, sedangkan bayi sudah dibawa AD dan akhirnya AF dilaporkan ke polisi.
“Tersangka sudah melakukan tindak pidana sejak tahun 2023, tersangka sudah melakukan perdagangan bayi sebanyak 25 orang, perekrutan dilakukan sejak bayi dalam kandungan dan bayi baru lahir diserahkan tersangka ke penampung,” tuturnya.
Adapun tersangka yang menampung bayi-bayi pesanan itu adalah Mariyana (35) alias M, Yenti (35) alias Y, Yeni (45) alias Y dan Wiwit alias W (DPO). Hendra mengungkapkan keuntungan yang didapatkan sindikat bayi ini Rp10-16 juta dan dibagikan sesuai tugasnya.
“Setelah diterima oleh penampung bayi dirawat, oleh pengasuh, pengasuh digaji Rp2,5 juta dan Rp1 juta untuk keperluan bayi, setelah berusia 2-3 bulan sesuai permintaan tersangka L (Lie Siu Lian), penyerahan bayi tergantung tersangka L,” kata Hendra.
Lalu, bayi yang sudah dibawa ke Jakarta dipindahkan ke Pontianak oleh Lie Siu Lian untuk dibuatkan dokumen terkait jati diri bayi, akta dan paspor. Bayi-bayi itu juga ikut diasuh sebelum mendapatkan orang yang mau membelinya.
“Bayi-bayi tersebut diasuh oleh beberapa pengasuh di bawah kendali S (Siu Ha) dan L. Selain buat akta dan paspor, S memalsukan surat keterangan lahir dan KK, A juga carikan orang tua palsu dan masukan identitas bayi ke KK orang dan dapatkan uang Rp4-6 juta,” ujarnya.
“Kemudian bayi diadopsi secara ilegal di Singapura,” ucap Hendra menambahkan.
AF pun ditangkap di rumahnya 3 Juli 2025 lalu dan sejak 6 Juli tersangka sudah dilakukan penahanan di Polda Jabar. Tersangka DHH dan M juga ditangkap Polisi masih di Kabupaten Bandung. Untuk tersangka lainnya, diamankan di Pontianak.
“Tersangka sebelumnya 12 orang, tambahan 1 jadi 13, lalu ada 3 DPO, P, NY dan YT,” pungkasnya.
Ke-13 tersangka pun dijerat dengan pasal berlapis. Mulai dari Pasal 83 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, Jo Pasal 2 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 6 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2017 tentang TPPO dan atau Pasal 330 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun kurungan penjara.