Ini Hasil Penyelidikan Kasus Siswa Garut Bunuh Diri Diduga Usai Dibully

Posted on

Informasi dalam artikel ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan serupa. Bila anda merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan anda ke pihak yang dapat membantu. Seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental.

Penyelidikan yang dilakukan pemerintah terhadap kasus kematian seorang pelajar lelaki asal Garut yang dinarasikan tewas mengakhiri hidup gara-gara dibully teman sekolah rampung dilaksanakan. Bagaimana hasil dari penyelidikan tersebut?

Menurut Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Provinsi Jawa Barat Wilayah XI, Aang Karyana, dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh tim investigasi, tidak ditemukan adanya tanda-tanda perundungan yang memicu korban melakukan aksi bunuh diri.

“Tidak ditemukan adanya tanda-tanda perundungan di sekolah yang mengakibatkan korban meninggal dunia,” ungkap Aang kepada infoJabar, Sabtu, (23/8/2025) malam.

Aang menjelaskan, penyelidikan dilakukan oleh tim investigasi gabungan dari Pemerintah Pusat, Pemprov Jawa Barat, hingga Pemerintah Daerah Kabupaten Garut. Hasil penyelidikan yang dilakukan sejak pertengahan Juli 2025 itu mengungkap, jika korban meninggal dunia karena beragam faktor.

Menurut informasi yang dihimpun infoJabar, pelajar lelaki berusia 16 tahun itu mengakhiri hidupnya bukan karena perundungan di sekolah, seperti yang diungkap orang tuanya di media sosial pascakejadian.

Pelajar tersebut diduga kuat melakukan tindakan bunuh diri karena didorong faktor psikologis, yang diperparah oleh masalah di lingkungan keluarga. Dalam penelusuran tim juga diketahui, jika korban melakukan tindakan melukai diri sendiri, atau self harm sejak kecil.

Selain itu, tim juga menemukan fakta bahwa akibat dari kasus ini, salah seorang teman wanita korban, berinisial B, mengalami tanda-tanda depresi setelah kematian korban. B saat ini dalam penanganan Pemkab Garut.

“Benar, demikian,” ungkap Aang saat ditanya infoJabar perihal faktor-faktor yang menjadi pemicu korban melakukan aksi bunuh diri. Aang menyebut hasil penyelidikan kasus ini telah diungkap Kepala BKD Jawa Barat Dedi Supandi belum lama ini.

Setelah munculnya hasil penyelidikan ini, sejumlah pihak yang terkait, termasuk Kepala SMAN 6 Garut, Dadang Mulyadi yang sebelumnya dibebastugaskan, kini sudah berdinas kembali di lingkungan Dinas Pendidikan Jabar.

“Terkait kepala sekolah, memang statusnya waktu itu Plt. Sekarang masa jabatannya sudah habis, dan digantikan Plt yang baru. Sudah berdinas kembali,” pungkas Aang.

Sekadar diketahui, kasus kematian seorang pelajar berumur 16 tahun menggemparkan dunia pendidikan di Jawa Barat. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab pelajar lelaki tersebut sebelumnya dinarasikan nekat mengakhiri hidup karena diduga mendapatkan aksi perundungan oleh teman di sekolahnya.

Kasus ini terjadi pada Senin, 14 Juli 2025 silam. Saat itu, tubuh sang pelajar ditemukan sudah tak bernyawa dengan cara yang tragis di dalam rumahnya sendiri. Polisi yang menangani perkara ini sejak awal telah menduga jika korban tewas bunuh diri.

“Pagi tadi kami menerima informasi telah terjadi dugaan bunuh diri yang dilakukan seorang remaja. Tim telah dikerahkan ke TKP, untuk melakukan olah tempat kejadian perkara,” kata Kasat Reskrim Polres Garut AKP Joko Prihatin saat itu.

Kasus ini menjadi menghebohkan, usai orang tua korban menyatakan jika anaknya tersebut nekat mengakhiri hidup, karena mendapatkan tindakan perundungan di sekolah, usai melaporkan sejumlah pelajar yang kepergok nge-vape di kelas, ke guru.

Hal tersebut diungkap orang tua korban, melalui unggahan di akun Instagram pribadinya saat itu. Dalam unggahannya, orang tua menyebut jika prestasi belajar anaknya terus menurun usai mendapatkan perundungan, hingga akhirnya dinyatakan tidak naik kelas.

Menanggapi ocehan keluarga di media sosial, pihak sekolah kemudian angkat bicara. Kepsek SMAN 6 Garut Dadang Mulyadi saat itu kepada awak media menuturkan, tidak ada aksi bullying yang dilakukan pelajarnya terhadap korban, sebelum korban tewas.

“Permasalahan dengan orang tua timbul ketika korban dinyatakan tidak naik kelas. Jadi tidak benar bahwa ada perundungan yang dilakukan sebelum korban meninggal dunia,” ucap Dadang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *