Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menegaskan bahwa Indonesia memiliki hutang sejarah yang belum tuntas kepada Palestina. Ia mengingatkan bahwa Palestina merupakan satu-satunya peserta Konferensi Asia Afrika (KAA) yang hingga kini belum merdeka.
Oleh karena itu, ia mengatakan, Indonesia sebagai tuan rumah KAA memiliki tanggung jawab moral dan historis untuk terus mendorong kemerdekaan Palestina.
“Palestina adalah satu-satunya negara peserta Konferensi Asia Afrika yang belum merdeka hingga hari ini. Maka Indonesia sebagai tuan rumah KAA punya hutang sejarah untuk memastikan kemerdekaan Palestina benar-benar terwujud,” kata Hidayat dalam Konferensi Aktivis Palestina Asia Pasifik untuk Al-Quds dan Palestina di Hotel Savoy Homann, Bandung, Sabtu (25/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa semangat Dasasila Bandung yang lahir dari KAA tahun 1955 di Bandung menekankan pada prinsip anti-kolonialisme dan pembelaan terhadap hak-hak bangsa yang dijajah. Oleh karenanya, ia mengatakan semangat tersebut harus terus diperjuangkan dalam bentuk nyata, terutama bagi rakyat Palestina.
“Konferensi ini menegaskan posisi Indonesia yang sangat dihormati dan diharapkan untuk lebih dapat berperan kuat dalam merealisasikan Dasasila Bandung dalam konteks peringatan KAA,” jelasnya.
Hidayat menyebut, momentum internasional untuk mendukung kemerdekaan Palestina kini semakin kuat. Hal ini terlihat dari kesepakatan-kesepakatan yang telah diambil oleh berbagai forum internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), serta KTT Liga Arab.
“Semua sudah satu arah. Konferensi ini menjadi pengingat kembali kepada negara-negara peserta agar kesepakatan yang telah diambil di PBB, KTT OKI, dan Liga Arab benar-benar dijalankan secara konsisten,” ujarnya.
Ia menyebut, tekanan dari publik internasional sangat diperlukan untuk menghentikan agresi Israel terhadap Palestina. Ia mengkritik keras tindakan Israel yang tidak hanya melakukan kekerasan bersenjata dan kejahatan kemanusiaan, tetapi juga menyebarkan disinformasi guna mengaburkan fakta-fakta di lapangan.
“Yang dilakukan Israel bukan hanya membunuh dan menindas rakyat Palestina, tapi juga menyebarkan opini dan disinformasi untuk membenarkan tindakan mereka. Maka penting bagi masyarakat internasional, termasuk Indonesia, untuk meluruskan narasi dan membela kebenaran,” tegasnya.
Terkait wacana evakuasi warga Palestina dari Gaza, Hidayat memberikan penjelasan bahwa hal tersebut tidak dapat dilaksanakan karena tidak mendapat persetujuan dari semua pihak yang berkepentingan. Baik dari rakyat Palestina sendiri, negara-negara OKI, serta Liga Arab.
“Evakuasi bersifat bersyarat, yakni jika semua pihak setuju. Tapi kenyataannya tidak ada yang setuju. Rakyat Palestina menolak, negara-negara OKI menolak, dan Liga Arab juga tidak menyetujui. Artinya, usulan evakuasi itu tidak dapat dijalankan,” jelas Hidayat.
Menurutnya, fokus utama Indonesia seharusnya tidak terletak pada evakuasi, melainkan mendorong berhentinya penjajahan oleh Israel di Palestina. Ia mendesak agar blokade di Gaza segera dihentikan dan bantuan kemanusiaan serta pasukan penjaga perdamaian internasional dapat dikirimkan.
“Yang harus kita perjuangkan adalah penghentian genosida, pembukaan blokade, dan pengiriman bantuan kemanusiaan yang disertai dengan pasukan penjaga perdamaian. Tujuannya jelas, agar rakyat Palestina bisa hidup merdeka dan tidak lagi dijajah,” katanya.
Lebih lanjut, Hidayat menegaskan bahwa perjuangan membebaskan Palestina adalah bagian dari konstitusi Indonesia. Ia mengingatkan bahwa Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.
“Dukungan terhadap Palestina bukan sekadar sikap politik luar negeri, tapi juga amanat konstitusi. Sudah seharusnya pemerintah Indonesia, termasuk Presiden Prabowo, konsisten memperjuangkan kemerdekaan Palestina di semua forum internasional,” tutupnya.