Tatang Winoyo (56) memang bisa memperlihatkan senyum cerianya. Tapi dalam lubuk hatinya, ada kecemasan yang sedang dirasakan, terutama dalam kondisi ekonomi yang saat ini penuh dengan ketidakpastian.
Tatang merupakan pedagang handuk, selimut hingga bed cover di Pasar Baru Kota Bandung. Seharusnya di momen seperti akhir pekan, senyum Tatang bisa menjadi tambah lebar karena bisa mendapat untung besar dari barang yang ia jajakan.
Namun kondisinya sekarang, Tatang, maupun para pedagang yang lain di Pasar Baru Bandung, seolah dipaksa untuk banyak mengencangkan ikat pinggang. Sudah lama, Tatang belum merasakan untung kembali dari seperti di masa kejayaannya.
Dalam perbincangannya dengan infoJabar, Tatang merasakan penuruan omzet itu mulai terasa setelah pandemi COVID-19 melanda dunia. Begitu pandemi mereda, harapan Tatang supaya bisa untung dari barang jualannya ternyata harus bertepuk sebelah tangan.
“Kurang, a, sekarang mah pengunjungnya. Pokoknya setelah COVID itu makin anjlok. Pas COVID kan kita tiarap, ternyata setelah COVID daya beli masyarakatnya jadi berkurang,” katanya, Minggu (14/9/2025).
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
Di momen akhir pekan kemarin, Bandung memang ramai dikunjungi wisatawan. Bahkan, Jalan Otto Iskandardinata yang menjadi lokasi Pasar Baru berada, nampak dilanda kemacetan karena padatnya kendaraan.
Namun, kondisi semua itu nampak berbeda ketika memasuki area Pasar Baru. Meski di luar jalanan padat dengan kendaraan, Pasar Baru justru nampak sepi dari rutinitas tawar menawar, aktivitas sebagaimana mestinya di pasar tradisional.
Pasar Baru Bandung diketahui memiliki sekitar 10 lantai. Dua lantai basement yang biasanya dipergunakan menjadi parkiran, dua lantai dasar, dan lantai 1-6.
Saat infoJabar berkunjung ke sana, dua lantai dasar Pasar Baru dan lantai satu, memang masih ramai dikunjungi orang. Namun ketika memasuki lantai 2 hingga 6, kondisinya terbilang lebih sepi dan banyak kios yang tutup akibat pedagang tidak sanggup membayar sewa kontrak.
Alhasil karena kondisi saat ini, hanya harapan yang bisa Tatang gantungkan. Di setiap akhir pekan, Tatang selalu menanti Pasar Baru bisa ramai kembali, bahkan penuh dengan aktivitas jual beli.
“Enggak stabil kayak dulu, sekarang mah kurang. Buat penglaris juga susah, kalau enggak ada ya sabar. Soalnya enggak bisa diprediksi sekarang mah. Kadang ada di hari libur panjang, tapi kan berebut, toko banyak tapi pengunjung kurang,” tuturnya.
Meski sedang dalam kondisi mengencangkan ikat pinggang, Tatang memilih untuk tidak merumahkan pegawainya. Namun konsekuensinya, karyawan yang ikut bekerja dengan Tatang juga harus ekstra bersabar lantaran kondisi ekonomi saat ini yang penuh dengan ketidakpastian.
Di balik senyum cerianya pun, Tatang berharap supaya roda perekonomian di negeri ini bisa kembali normal. Atau bahkan, ia meminta pemerintah mengatur kebijakan secara ketat bagi para penyedia layanan jualan daring agar tidak mematikan pedagang tradisional seperti dirinya.
Bahkan secara spesifik, Tatang berharap ada relaksasi dari Pemkot Bandung untuk membantu sewa kios di Pasar Baru. Sebab ternyata, kontrak kios para pedagang di sana akan habis pada akhir 2025.
“Mudah-mudahan cepat stabil lah. Terus pemerintah harus ngasih kebijakan khusus buat pedagang kayak kita. Istilahnya difasilitasi, disediakan anggarannya, dipermudah sewa kontraknya, tempatnya. Itu harus ada kebijakan dari pemerintah gimana. Intinya biar kita stabil dulu jualannya di sini,” ungkapnya.
“Biar stabil dulu kitanya. Kalau kontrak jadi mahal, terus pengunjungnya kurang, gimana. Kita juga kan jadi was was. Uang enggak ada, tapi kalau kontraknya mahal mah, bisa gulung tikar kita,” tuturnya menambahkan.
Senada dengan Tatang, Wawan (55) pedagang baju di lantai dasar, juga punya harapan serupa di kondisi sekarang. Wawan turut menceritakan bagaimana nasib pedagang Pasar Baru saat ini yang lebih banyak ‘menganggur’ dibandingkan sibuk menghitung omzet yang mereka dapatkan.
Senada dengan Tatang, Wawan (55) pedagang baju di lantai dasar, juga punya harapan serupa di kondisi sekarang. Wawan turut menceritakan bagaimana nasib pedagang Pasar Baru saat ini yang lebih banyak ‘menganggur’ dibandingkan sibuk menghitung omzet yang mereka dapatkan.
“Jauh pisan. Kalau dulu mah dagang teh ada rajin pakai tanggal, penglaris namanya, ayeuna mah tegang. Ada yang zonk sehari, dua hari, seminggu, itu faktanya,” kata Wawan saat berbincang dengan infoJabar.
“Dulu mah penglaris teh aman, ada aja. Untuk menutup seminggu, sebulan, itu dulu. Kalau sekarang mah, satu hari zonk, dua hari zonk, udah senyumin aja, sabar aja. Bahkan ada yang seminggu zonk. Bukan cuma sepi, enggak ada pengunjung sama sekali ini mah yang datang. Enggak ngalarisan,” tuturnya menambahkan.
Di kondisi seperti ini, Wawan pun menyadari ia dan keluarganya harus banyak mengencangkan ikat pinggang. Dalam ceritanya, Wawan bahkan sempat banting stir ke pekerjaan yang lain demi dapurnya tetap bertahan ngebul untuk kebutuhan.
“Terus ikhtiar dimaksimalin, terlepas ikhtiarnya apa saja. Contoh kecil, ada yang belanja, saya siap ngojek nganterin barang. Meskipun satu potong. Itu bentuk ikhtiar. Lalu sabar. Karena saya mah yakin, sabar enggak ada batasnya,” kata Wawan.
Wawan dan pedagang lain terus menggantungkan harapan agar perekonomian bisa kembali normal dan berpengaruh terhadap Pasar Baru Bandung supaya ramai. Meski kadang hanya candaan yang mereka bisa lempar di sesama pedagang, tapi mereka tetap meyakini masa-masa kebangkitan itu akan datang di suatu hari nanti.
“Kita mah cuma bisa bertahan hidup supaya mudah-mudahan ekonomi membaik lagi. Karena kita itu punya rumus harapan. Mudah-mudahan bulan depan, mudah mudahan tahun depan, kita hanya punya harapan itu,” pungkasnya.