Harapan dari Tribun, Kala Difabel Kesulitan Dukung Persib di Stadion

Posted on

Dukungan untuk Persib Bandung tak pernah memandang usia, latar belakang, maupun kondisi fisik. Dari anak-anak hingga orang tua, dari pelajar hingga pekerja informal, bahkan dari mereka yang hidup dengan keterbatasan fisik sekalipun, semuanya mencintai Maung Bandung sepenuh hati.

Namun sayangnya, cinta yang besar dari para penyandang disabilitas ini belum sepenuhnya berbalas dengan kemudahan akses yang memadai di stadion. Bagi mereka, menonton langsung Persib di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) masih menjadi perjuangan tersendiri, baik dari segi aksesibilitas maupun kemudahan mendapatkan tiket.

Hal itu diungkapkan oleh Anton, Ketua Viking Difabel, komunitas suporter Persib yang beranggotakan para penyandang disabilitas. “Tiket khusus untuk difabel belum ada. Harapannya diadakan biar teman-teman gampang. Kalau sekarang, rebutan tiketnya dengan umum,” ujar Anton, Selasa (4/8/2025).

Masalah tiket hanyalah satu dari sekian persoalan. Akses masuk ke dalam stadion pun masih dianggap belum cukup ramah bagi kelompok difabel. Meski ada beberapa jalur akses, menurut Anton dan rekan-rekannya, semua belum dilengkapi dengan penunjuk atau fasilitas yang layak.

“Masalah akses memang sebetulnya sudah ada, tapi belum maksimal. Karena setahu saya dan menurut teman-teman, tidak ada rambu yang mengarahkan untuk difabel, dari masuk gerbang sampai lokasi parkir,” kata Anton.

Ia menyebut, fasilitas pendukung seperti guiding block untuk tunanetra, running text untuk tunarungu, maupun area khusus bagi pengguna kursi roda belum tersedia dengan baik. Menurutnya, jika Persib serius ingin menjadi klub inklusif, maka area untuk difabel harus dirancang dengan pendekatan yang lebih menyeluruh dan detail.

“Kalau bicara akses disabilitas harus ada guiding block, terus ada running text untuk tunarungu, untuk tunanetra juga fasilitasnya beda lagi. Harusnya dipusatkan di satu titik untuk disabilitas, misal di gerbang mana disiapkan mulai dari rambu-rambu, jadi teman-teman nggak kesulitan,” jelasnya.

Anton juga menyarankan agar di stadion ada steward khusus yang ditugaskan untuk mendampingi penyandang disabilitas, agar keberadaan mereka lebih diperhatikan dan tidak tersamar di tengah kerumunan suporter.

“Bagusnya juga ada tanda untuk difabel, biar ada pembeda. Karena kalau stadion kan banyak orang, membedakannya sulit karena kita bercampur dengan penonton lain,” ungkapnya.

Sayangnya, menurut Anton, sejauh ini narasi soal difabel dari pihak manajemen Persib masih belum terdengar nyaring.

“Kurang banget. Sosialisasi juga belum ada, belum menyeluruh, hanya sebagian dan tidak masif. Harusnya dari manajemen mengajak disabilitas langsung, misal ke GBLA, jadi kita tahu aksesnya mana, kurangnya apa, agar bisa segera dibenahi,” katanya.

Meski sempat diundang ke stadion pada akhir musim lalu, Anton menilai itu belum cukup merepresentasikan komitmen manajemen terhadap kelompok difabel.

“Kalau yang kemarin itu tidak menyeluruh dan kondisinya pas pertandingan. Kalau pertandingan, kita nggak bisa memberi masukan soal akses disabilitas. Menurut saya, harusnya semua kelompok tunadaksa, pengguna kursi roda, kawan tuli, netra, dilibatkan untuk mencoba aksesnya gimana,” ujarnya.

“Kalau khusus seperti itu, kondisi stadion steril kan, kita bisa tahu sudah ramah atau belum dan bisa memberi masukan. Kalau kemarin hanya undangan saja dan tidak menyeluruh,” tambahnya.

Anton juga berharap ke depannya bisa ada audiensi resmi antara Viking Difabel dan manajemen Persib, agar aspirasi mereka bisa didengar dan ditindaklanjuti dengan nyata.

“Kami juga inginnya audiensi dengan manajemen, mudah-mudahan dalam waktu dekat sebelum kompetisi dimulai,” kata Anton.

Anton menyebut, harapan mereka sederhana, agar Persib benar-benar menjadi milik semua, tanpa terkecuali. Termasuk bagi mereka yang berjalan dengan tongkat, duduk di kursi roda, atau mendengar lewat bahasa isyarat.

“Harapannya agar manajemen lebih memperhatikan dan merangkul kelompok difabel. Agar slogan ‘Persib milik semua’ juga dirasakan,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *