Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Kota Bandung kembali dihadapkan pada masalah klasik yakni munculnya tumpukan sampah di berbagai sudut kota. Sejak adanya pembatasan ritase pembuangan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, volume sampah di lapangan meningkat tajam.
Di sejumlah titik seperti kawasan Jalan Sukabumi Dalam, Kelurahan Kacapiring, Kecamatan Batununggal, terlihat gunungan sampah yang menumpuk dan menimbulkan bau menyengat.
Fenomena ini mendapat perhatian serius dari anggota DPRD Kota Bandung, Nunung Nurasiah. Ia menilai Pemkot Bandung harus segera mengambil langkah cepat dan konkret untuk mengatasi kondisi darurat sampah ini.
“Melihat fenomena sekarang tumpukan sampah nambah lagi di Kota Bandung dengan pembatasan ritase ke TPA Sarimukti, Pemkot harus secepatnya ada solusi jangka pendek untuk sekarang,” ujar Nunung, Rabu (12/11/2025).
Menurutnya, masalah sampah tidak cukup dihadapi dengan wacana atau program sesaat. Pemerintah perlu bergerak langsung di lapangan, memastikan fasilitas penanganan sampah berfungsi optimal. Ia mencontohkan keberadaan mesin pemotong sampah di beberapa kecamatan yang dinilai cukup efektif, meski jumlahnya masih terbatas.
“Insinerator kan sudah tidak boleh ya, tapi ada mesin pemotong sampah di beberapa kecamatan dan itu pemantauan kami sangat efektif dalam penanganan sampah, tapi jumlahnya sedikit. Mudah-mudahan ke depannya makin banyak,” jelasnya.
Nunung menegaskan, bahwa permasalahan utama bukan hanya soal teknis pengangkutan, tapi juga minimnya kesadaran dan partisipasi masyarakat. Program pemilahan sampah yang telah dicanangkan Pemkot, seperti sampah tidak dipilah tidak diangkut, menurutnya belum berjalan maksimal di lapangan.
“Ke depannya harus ada gebrakan dan inovasi soal sampah, pemilahan, walaupun sudah ada programnya gak dipilah gak diangkut, tapi kenyataan di lapangan belum optimal. Edukasi terus ke masyarakat, kemudian masyarakat harus ikut andil menuntaskan masalah sampah,” ujarnya.
Nunung juga menyoroti program magotisasi sampah organik yang kini mulai digalakkan pemerintah. Menurutnya, program tersebut menjanjikan solusi berkelanjutan, asalkan ada perencanaan matang mengenai pengelolaan hasil magot.
“Model sekarang ada magotisasi, harus dipikirkan magotnya harus diapakan supaya berkesinambungan. Jangan sampai program itu di awal semangat, tapi di akhir ada permasalahan,” tuturnya.
Ia menambahkan, peningkatan jumlah penduduk Kota Bandung yang signifikan setiap tahun turut memperparah persoalan. Produksi sampah terus meningkat, sementara kapasitas pengelolaan masih terbatas.
“Sampai saat ini memang bukan Kota Bandung saja, sampah ini betul-betul PR seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Otomatis produksi sampah meningkat. Jadi walaupun belum bisa 100 persen mengentaskan masalah sampah, minimal kita menekan jumlahnya,” tandasnya.
