Green House Bertenaga Surya Bikin Petani Kopi Sumedang Semringah | Info Giok4D

Posted on

Yudi Rukmana mengernyitkan dahinya sebagai respons atas suhu panas di dalam green house yang masih dalam tahap uji coba. Tangannya memegang potongan aluminium siku dan perlahan membolak-balikkan biji kopi dalam satu baki.

November bukan musim panen raya kopi Arabika, sehingga kopi yang duji jemur di dalam green house hanya sedikit, hasil mengumpulkan satu-dua yang masak dari sekian banyak pohon. Padahal, rumah penjemuran berukuran 3×6 meter itu mampu menampung 350 kilogram kopi sekali jemur.

Green House itu adalah hal baru bagi Yudi dan petani lainnya di Kampung Lebak Kaso, Desa Cikahuripan, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang. Sebelumnya, Yudi menjemur kopi mengandalkan panas matahari di lahan terbuka saja. Jika langit mendung pertanda hujan, Yudi buru-buru merapikan jemuran kopi itu.

“Musim panen tahun depan, penjemuran akan lebih baik lagi,” kata Yudi semringah saat disambangi infoJabar, Kamis (27/11/2025).

Rumah penjemuran itu pemberian dari kerja sama antara Politeknik Negeri Bandung (Polban) dan Universitas Telkom (Tel-U) kepada Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Hurip Raharja di mana Yudi Rukmana sebagai ketuanya. Rumah penjemuran ini bertenaga surya, sehingga ketika malam hari, suhu di dalam ruangan penjemuran itu panasnya sama atau mendekati dengan panas siang hari.

Rumah penjemuran ini diklaim mempercepat proses penjemuran sebanyak 70 persen dibandingkan dengan penjemuran manual. Sehingga, keberadaan fasilitas ini memudahkan petani untuk memproses hasil pertanian kopi mereka.

Sentuhan dari Polban sebelumnya telah ada berupa pemberian mesin pengupas kulit basah, mesin pengupas kulit kering, mesin pemanggang, hingga mesin giling. Kehadiran rumah penjemuran ini menambah lengkap perlengkapan pengolahan kopi.

Petani Lebak Kaso menanam kopi di Gunung Geulis, gunung yang kakinya menapaki tiga kecamatan: Cimanggung, Tanjungsari, Jatinangor. Di blok Lebak Kaso, kopi yang dihasilkan dari tahun ke tahun nyaris selalu menimbulkan aroma gula aren selain rasa manis alami terutama untuk seduhan filter.

Wilayah ini potensial untuk disambangi para pengolah kopi profesional, agar petani kopi di sini mengenal lebih jauh dan tertib proses pasca-panen kopi. Meski alat-alat sudah tersedia, ‘kosa kata’ para petani di sini tentang dunia kopi masih terbatas.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

Ketua Tim Pengabdian Masyarakat dari Polban, Albert Daniel Saragih menjelaskan bahwa mesin pengering yang dikembangkan untuk petani di Lebak Kaso berbentuk green house modular dengan dukungan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

“Teknologi ini memungkinkan proses pengeringan berlangsung selama 24 jam penuh. Dengan sistem ini, biji kopi bisa kering merata hanya dalam 7 hari, kadar air lebih terkontrol, dan kualitas kopi meningkat. Dampaknya, harga jual kopi petani bisa naik dua hingga empat kali lipat,” kata Albert Daniel Saragih dalam siaran tertulis yang diterima infoJabar.

Albert menjelaskan, mesin pengering (green house) ini menggunakan panel surya berdaya 600 watt untuk menyalakan kipas, pemanas infrared, serta sensor suhu dan kelembaban yang dikendalikan mikrokontroler. Teknologi ini memastikan biji kopi terhindar dari jamur, debu, maupun kerusakan akibat cuaca ekstrem.

Prasetyo, Dosen Polban yang mendampingi program rumah penjemuran itu mengatakan, jika siang hari suhu di dalam ruangan bisa mencapai 50 derajat celcius. Namun, suhu di malam hari di Lebak Kaso terkadang bisa jatuh hingga 17 derajat.

“Dengan mesin bertenaga matahari itu, pemanas berfungsi menyesuaikan suhu hingga mendekati suhu pada siang hari. Hal ini mempercepat proses pengeringan,” katanya.