Tidak hanya terkenal dengan keindahan wisata dan budayanya, Pangandaran mempunyai perajin golok yang bertahan sejak tahun 1945, yaitu Golok Pangleseran. Usaha itu sudah turun-temurun sampai anak cucu.
Lokasi perajin golok ini ada di Blok Pangleseran, Desa Cintakarya, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran. Tidak tampak ada bangunan besar, saung kecil yang menjadi tempat produksi golok tersebut cukup unik.
Di sini, siapapun yang datang dapat memesan ukuran hingga ukiran tempat goloknya sesuai keinginan. Selain itu, pembeli bisa menyaksikan langsung proses pembuatan golok dari mulai bahan baku hingga siap digunakan.
Generasi keempat Golok Pangleseran, Darsu (60) atau akrab disapa Encu mengatakan dirinya meneruskan usaha orang tuanya sebagai perajin golok. “Usaha ini dulu milik kakek dan paman saya,” ucap Darsu kepada infoJabar, Rabu (16/4/2025).
Menurutnya, usahanya itu sudah ada sejak 1945, namun secara komersil diperjualbelikan oleh keluarga mulai tahun 1970-an. Bahkan, usaha ini telah menghidupi keluarganya secara turun-temurun.
“Bahkan tempat ini tidak banyak berubah,” katanya.
Dia mengatakan di daerah tersebut dulu memang ada beberapa tempat pandai golok, namun yang bertahan sampai saat ini tinggal dua perajin. Itupun masih satu keturunan.
Golok hasil karya Darsu terbuat dari besi per mobil yang bentuknya gepeng, biasanya berukuran 7 sentimeter. Besi per mobil tersebut biasanya dibagi menjadi tiga bagian, dengan ukuran yang berbeda-beda, panjangnya mulai dari 20 sentimeter hingga 10 sentimeter.
Setelah per dipotong, kemudian dibakar sampai besi berwarna merah, lalu ditempa menggunakan palu. “Tahapan ini dilakukan untuk membentuk per besi menjadi golok, dibentuk sesuai dengan keinginan,” ucap dia.
Selanjutnya, golok yang sudah terbentuk itu diperhalus menggunakan gerinda dan kikir yang memakan waktu cukup lama. Tahapan terakhir, golok akan dimasukan ke dalam air atau istilahnya disipuh. Selanjutnya golok diasah agar semakin tajam.
“Setelah itu, golok baru bisa diberi sarung atau sarangka, biasanya terbuat dari tanduk dan juga kayu, tergantung permintaan,” katanya.
Untuk membuat satu golok, Darsu membutuhkan waktu hingga satu atau dua harian dalam memprosesnya. Sementara itu, untuk harganya setiap golok sangat variatif.
“Harga golok yang dijual juga bervariatif, mulai dari Rp 250.000 sampai Rp 1.000.000 bahkan bisa lebih, tergantung ukuran golok dan bahan untuk perah (gagang) golok serta sarung goloknya,” ucapnya.
Untuk golok yang hanya besinya saja atau tanpa gagang dan sarung, biasanya dijual Rp 150.000 ukuran panjang 30 cm. Sedangkan harga golok ‘siap pakai’ berbeda.
Kayu yang digunakan untuk gagang biasanya dari kayu pohon jambu, pohon kalikiria dan lainnya. Jika dari tanduk, biasanya terbuat dari tanduk kerbau jantan dan tanduk kerbau jantan bule.
Darsu mengatakan, golok yang berukuran panjang biasanya digunakan untuk hiasan saja. Sementara yang ukurannya lebih pendek digunakan untuk memotong kayu dan lain-lain.
“Biasanya, kebanyakan pembeli hanya membeli besi goloknya saja tanpa gagang dan sarung, karena biasanya untuk dijual lagi. Sehingga pembeli tersebut dapat keuntungan dari membuat gagang dan sarung golok,” tutupnya.