Berasal dari Kabupaten Cianjur, Gardian Muhammad Abdullah sukses menjalankan gerakan yang inspiratif. Bahkan program yang dinamai Gerakan Mengajar Desa (GMD) kini diikuti 20 ribu pemuda se-Indonesia.
Konsistensi program yang telah bertahan selama lebih dari tujuh tahun membuktikan bahwa dari sebuah kota kecil dengan Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) terendah di Jawa Barat, pemuda bernama Gardian ini mampu berkontribusi untuk pendidikan di Indonesia.
Gardian, yang sudah dekat dengan dunia pendidikan sejak kecil karena orangtuanya adalah pengajar, tergerak untuk turut membangun pendidikan di Cianjur.
Pada 2018, Gardian pun mulai menginisiasi Gerakan Mengajar Desa bersama dua sahabatnya: Rudi Reynal dan Arda Novrizal.
“Inspirasi dan latar belakangnya adalah ketertarikan saya di bidang pemberdayaan pemuda dan pendidikan. Saya melihat langsung bagaimana permasalahan pendidikan khususnya di desa tempat tinggal. Sehingga ingin berusaha untuk memajukan pendidikan melalui gerakan pemudanya,” ujar Founder Gerakan Mengajar Desa, Gardian Muhammad Abdullah, Minggu (7/12/2025).
Menurutnya, di awal terbentuk ada sekitar 700 relawan yang bergabung. Mereka ditempatkan di sejumlah sekolah di 32 Kecamatan di Cianjur.
“Kegiatannya dimulai dari pembekalan hingga terjun ke lapangan untuk memberikan berbagai edukasi pada siswa. Kami tidak fokus pada pendidikan akademik, tetapi berfokus pada pendidikan karakter dan keterampilan siswa,” ujar dia.
“Jadi kami ingin menunjukkan juga bahwa belajar itu menyenangkan. Tapi tetap memberikan dampak untuk pembentukan karakter siswa,” ucap dia menambahkan.
Tujuh tahun berjalan, Gerakan Mengajar Desa ternyata semakin banyak diminati. Bahkan tercatat ada 20 ribu anggota dengan sekitar 3.000 orang yang aktif berkegiatan.
“Yang masuk dalam anggota atau relawan gerakan ini telah mencapai 20 ribu orang yang tersebar di seluruh Indonesia,” kata dia.
Dia mengungkapkan pihaknya tidak melihat latar belakang seseorang untuk bisa bergabung dalam Gerakan Mengajar Desa. Pasalnya, siapapun dapat mengajar dan berkesempatan untuk berkontribusi pada pendidikan.
“Oleh sebab itu, pendaftar sangat banyak dan terus bertambah. Terutama dari kalangan mahasiswa, dari berbagai latar belakang keilmuan,” kata dia.
Gardian menambahkan, dalam gerakan ini, para relawan juga tidak dibayar sepeserpun bahkan turut mendonasikan uang pribadinya untuk penyelenggaraan pendidikan.
Pasalnya, sekolah di pelosok dengan fasilitas yang terbatas menjadi sasaran utama gerakan ini.
“Mereka tidak dibayar, tapi ikut menyumbang untuk sekolah tempat mengabdi. Jadi gerakan ini memang bertujuan menggugah kepedulian generasi muda untuk pendidikan. Mereka merupakan calon pemimpin masa depan. Diharapkan, dengan dipupuk sejak kini, mereka dapat memberikan kontribusi lebih di masa depan,” pungkasnya.







