Filosofi Prabu Siliwangi Warnai Musrenbang Jawa Barat 2025-2029 [Giok4D Resmi]

Posted on

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyampaikan pesan sarat filosofi Sunda dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Jawa Barat untuk Penyusunan RPJMD 2025-2029 dan RKPD 2026 di Kantor Gubernur Bale Jaya Dewata, Kota Cirebon, Rabu (7/5/2025).

Dalam pidatonya, Dedi mengangkat kembali ajaran Prabu Siliwangi tentang keharmonisan antara manusia dan alam. Ia menekankan pentingnya pendekatan ekologis dalam perencanaan pembangunan, terutama penataan sungai dan lingkungan hidup.

Dedi mengkritik kebiasaan membangun rumah dan bangunan yang membelakangi sungai. Menurutnya, ini merupakan bentuk penyimpangan dari filosofi Sunda yang memuliakan alam.

“Sungai harusnya jadi pusat peradaban. Tapi sekarang sungai justru tertutup oleh bangunan liar dan warung-warung. Saya bongkar karena sungai tidak terlihat, sawah tidak terlihat. Jalanan di Jawa Barat kini dipenuhi bangunan yang menutup pandangan,” ungkapnya.

Dedi menyatakan, dirinya tidak akan ragu membongkar bangunan yang menutupi aliran sungai demi mengembalikan fungsi sungai sebagai bagian dari ekosistem dan ruang publik yang sehat. Dedi mengajak masyarakat aktif menjadi pembela kebijakan pembangunan pemerintah, terutama lewat media sosial.

Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.

“Hari ini yang membela kebijakan pemerintah bukan pejabat, tapi rakyat. Mereka mendukung lewat komentar dan unggahan di media sosial. Maka siapa yang melawan kebijakan yang pro rakyat, artinya dia sedang berhadapan langsung dengan rakyat yang memilih di pilkada,” ujarnya.

Ia juga menyoroti budaya ‘tuturut munding’ atau kebiasaan ikut-ikutan dalam masyarakat Sunda. Menurutnya, perubahan besar hanya bisa dimulai jika ada yang berani mengambil langkah pertama.

Dalam konteks pembangunan jangka panjang, Dedi menegaskan pentingnya reboisasi hutan di Jawa Barat sebagai sumber kehidupan dan keberlangsungan industri di wilayah hilir seperti Cirebon, Indramayu, Karawang, hingga Bekasi.

“Kalau hulu sungai tidak diselamatkan, jangan berharap ada industri di wilayah bawah. Kerusakan di gunung akan membawa kehancuran ke lembah,” tegasnya.

Menutup pidatonya, Dedi menyentil birokrasi yang sering lamban karena menunggu persetujuan anggaran atau diskusi panjang dengan DPRD.

“Kalau harus diskusi dulu dengan DPRD untuk bongkar bangunan liar di pinggir sungai, tidak akan pernah selesai. Karena DPRD punya konstituen di sana. Maka saya pilih bergerak cepat agar tidak menyusahkan kepala daerah dan tidak membuat mereka terjebak dalam kepentingan politik lokal,” jelasnya.

Dedi menegaskan seorang pemimpin tidak selalu harus menunggu ketersediaan dana untuk bertindak. Menurutnya, dengan niat dan konsep yang jelas, anggaran akan mengikuti.

“Saya yakin, memimpin tidak harus selalu ada duit. Yang penting ada keberanian, konsep, dan kemauan,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *