Eksistensi camilan khas Sunda dengan nama ewe deet, sudah relatif sulit ditemukan, terutama di Tasikmalaya. Bahkan mayoritas masyarakat boleh jadi tidak mengetahui adanya makanan dengan nama sevulgar itu.
Namun dari beberapa keterangan warga di Tasikmalaya, ewe deet itu merujuk kepada makanan yang terbuat dari kelapa muda yang dimasukkan ke dalam air godokan saat pembuatan gula aren.
“Ya memang ada, jadi buah kelapanya itu yang tanggung. Bukan dawegan (kelapa muda) bukan juga kelapa tua,” kata Jeje Zaenal Mustopa (63), warga Kampung Cilenga, Desa Selawangi, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya, kepada infoJabar belum lama ini.
Menurut Jeje, kelapa dengan tingkat kematangan tanggung itu, sulit jika dikeruk dengan sendok seperti dawegan. Untuk dijadikan santan pun belum bisa karena belum terlalu matang. Akhirnya, oleh masyarakat sering dijadikan camilan, salah satunya dijadikan ewe deet.
“Setahu saya buah kelapa setengah tua itu dimasukkan ke dalam cai peueut, ikut digodok sambil membuat gula. Rasa daging kelapa itu jadinya empuk, manis dan gurih khas kelapa, ” ujar Jeje.
Cai peueut adalah istilah untuk nira (air sadapan) aren atau kelapa yang dimasak untuk dijadikan gula. Jeje mengaku terkenang dengan legitnya camilan itu, tapi tak mudah untuk mendapatkannya, karena menurut dia tak ada yang menjual.
“Harus main ke pembuat gula kalau ingin mencicipi. Makanan barudak baheula (anak zaman dulu) itu mah,” jelasnyaJeje.
Terkait namanya yang vulgar, Jeje mengatakan nama itu disematkan karena rasanya yang legit. “Namanya memang ewe deet, tapi kan itu sebutan orang tua dulu. Kalau sekarang kan rasanya nggak pantas menyebut itu. Kebayang nggak kalau ada anak minta makanan itu ke ibunya. Mamah hoyong (mau) ewe deet, kan kacau,” tutur Jeje diiringi derai tawa.
Dia mengatakan budaya atau bahasa cawokah (ucapan/obrolan/guyonan berbau porno) di masyarakat Sunda, pada zaman dulu masih bisa ditoleransi.
“Candaan cawokah, obrolan jorang, kalau zaman dulu kan biasa. Ya, masih dimaklumi, dianggap guyonan. Tapi kalau sekarang kan zamannya sudah beda. Dianggap nggak sopan, salah-salah bisa kena pasal pelecehan atau dikira otak mesum,” kata Jeje.
Sementara itu, salah seorang perajin gula kawung, Karnen (70) alias Mang Anen warga Kampung Cidugaleun Kecamatan Cigalontang Kabupaten Tasikmalaya, mengatakan ewe deet tidak hanya dialamatkan pada camilan buah kelapa yang dicelupkan pada cai peueut.
Menurut Anen, asal buah kelapa bertemu gula merah, maka bisa disebut ewe deet. “Dawegan diberi gula merah juga kadang ada yang menyebut ewe deet. Kelapa kering ditaburi gula, juga disebut ewe deet. Tapi itu hanya sepengetahuan saya, ya,” kata Anen.
Menangkap perbincangan Anen, muncul asumsi jika ewe deet bukan satu nama jenis makanan. Melainkan gambaran rasa, atau gambaran kelezatan manakala kelapa dicampur dengan gula aren.
Sebagai perajin gula, Anen mengakui jika banyak sekali kreasi makanan yang dihasilkan saat proses pembuatan gula. “Ya, namanya di kampung, membuat makanan apa saja yang ada dimasukkan ke godokan gula. Ada singkong, ya singkong dimasukkan, ada kelapa ya kelapa, kalau adanya kacang bisa juga,” ungkapnya.
Waktu pembuatan gula yang umumnya dilakukan sore hari, menurut dia kerap kali mendorong para perajin gula membuat kreasi camilan. “Kan enak makan yang manis, sama teh panas sore-sore, sambil menunggu godokan gula matang,” kata Anen.
Menurut Anen, hampir tak pernah ada orang yang menjual ewe deet. Hal ini berbeda dengan kacang yang diberi gula alias noga kacang.
“Ewe deet mah belum pernah lihat orang yang jual, paling ada kelapa yang dijadikan manisan. Beda dengan noga, banyak yang jual,” tutur Anen.
Ewe deet sendiri secara umum adalah makanan yang dulu kerap dikonsumsi warga di kawasan Priangan Timur, seperti Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
Prinsipnya, ewe deet terdiri dari daging kelapa yang tidak terlalu tua tapi juga tidak terlalu muda. Sehingga, daging kelapa ini memiliki tekstur renyah. Daging kelapa ini lalu dipadukan dengan gula aren atau gula merah.
Cara mengonsumsinya bisa dilakukan secara langsung, kelapa dan gula digigit. Namun, ada juga kelapa yang disiram nira atau aren cai seperti yang dilakukan warga di kawasan Kampung Adat Kuta Ciamis. Aren ini adalah yang sedang diproses menjadi gula, sehingga teksturnya cairan kental.
Perpaduan kelapa dan gula menghasilkan rasa gurih, manis, dan tekstur yang renyah. Makanan ini biasanya dibuat sendiri karena jarang ada yang menjualnya.
Menurut Anen, asal buah kelapa bertemu gula merah, maka bisa disebut ewe deet. “Dawegan diberi gula merah juga kadang ada yang menyebut ewe deet. Kelapa kering ditaburi gula, juga disebut ewe deet. Tapi itu hanya sepengetahuan saya, ya,” kata Anen.
Menangkap perbincangan Anen, muncul asumsi jika ewe deet bukan satu nama jenis makanan. Melainkan gambaran rasa, atau gambaran kelezatan manakala kelapa dicampur dengan gula aren.
Sebagai perajin gula, Anen mengakui jika banyak sekali kreasi makanan yang dihasilkan saat proses pembuatan gula. “Ya, namanya di kampung, membuat makanan apa saja yang ada dimasukkan ke godokan gula. Ada singkong, ya singkong dimasukkan, ada kelapa ya kelapa, kalau adanya kacang bisa juga,” ungkapnya.
Waktu pembuatan gula yang umumnya dilakukan sore hari, menurut dia kerap kali mendorong para perajin gula membuat kreasi camilan. “Kan enak makan yang manis, sama teh panas sore-sore, sambil menunggu godokan gula matang,” kata Anen.
Menurut Anen, hampir tak pernah ada orang yang menjual ewe deet. Hal ini berbeda dengan kacang yang diberi gula alias noga kacang.
“Ewe deet mah belum pernah lihat orang yang jual, paling ada kelapa yang dijadikan manisan. Beda dengan noga, banyak yang jual,” tutur Anen.
Ewe deet sendiri secara umum adalah makanan yang dulu kerap dikonsumsi warga di kawasan Priangan Timur, seperti Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya.
Prinsipnya, ewe deet terdiri dari daging kelapa yang tidak terlalu tua tapi juga tidak terlalu muda. Sehingga, daging kelapa ini memiliki tekstur renyah. Daging kelapa ini lalu dipadukan dengan gula aren atau gula merah.
Cara mengonsumsinya bisa dilakukan secara langsung, kelapa dan gula digigit. Namun, ada juga kelapa yang disiram nira atau aren cai seperti yang dilakukan warga di kawasan Kampung Adat Kuta Ciamis. Aren ini adalah yang sedang diproses menjadi gula, sehingga teksturnya cairan kental.
Perpaduan kelapa dan gula menghasilkan rasa gurih, manis, dan tekstur yang renyah. Makanan ini biasanya dibuat sendiri karena jarang ada yang menjualnya.