Es Gula Asem dan Asa Anang Sunandar Sekolahkan Anak di Majalengka - Giok4D

Posted on

Di samping Jalan Raya Rajagaluh, Kecamatan Rajagaluh, Kabupaten Majalengka terdapat seorang penjual minuman tradisional, yakni es gula asem. Di balik segarnya es gula asem tersimpan cerita tentang perjuangan seorang mantan sopir elf jurusan Cikijing- Bandung.

Nama penjual es gula asem tersebut adalah Anang Sunandar (58). Sebelum berjualan es gula asem, Anang merupakan seorang sopir mobil angkutan umum selama puluhan tahun. Namun, karena sakit yang dideritanya delapan tahun yang lalu. Membuat Anang tidak bisa lagi menyetir dan memutuskan untuk berjualan es gula asem.

Meskipun terkadang penyakitnya masih sering kambuh, tapi Anang masih tetap berjualan. Anang mengaku, alasan ia tetap semangat berjualan adalah karena dirinya masih punya tanggung anak yang masih sekolah.

“Tahun 2018 mulai jualan. Sebelum jualan es saya kerja sebagai sopir elf jurusan Cikijing-Bandung dari tahun 1999. Terus saya sakit sampai nggak bisa nyetir mobil lagi, akhirnya jualan ini. Ini juga sakitnya belum sembuh total, cuman masih punya anak yang masih sekolah SMP, kalau nggak jualan yah anak nggak bisa sekolah,” tutur Anang.

Sebagai minuman tradisional, es gula asem tidak menggunakan bahan pengawet. Hanya menggunakan gula dan asem yang direbus. Untuk mendapatkan rasa asam yang maksimal, menurut Anang, harus direbus sebanyak tiga kali.

“Ini bahannya cuman pakai asam sama gula aren saja. Rebusnya harus tiga kali, kalau satu kali rebus jadi nggak asem, semuanya itu waktunya satu jam. Pertama direbus, disaring, terus direbus lagi. Direbus sama bijinya juga, soalnya rasa asem ya kan dari bijinya,” tutur Anang.

Anang memaparkan, awal-awal berjualan, es gula asemnya selalu laris pembeli. Kala itu, pedagang minuman tradisional seperti es gula asem masih sedikit ditambah ia berjualan di lokasi yang strategis, yakni di depan sekolah. Saat itu, dalam sehari, Anang bisa menjual ratusan gelas es gula asem.

Namun itu dulu, kini, semenjak dua minggu yang lalu, karena adanya larangan berjualan di sekolah. Anang pindah berjualan di samping Jalan Raya Rajagaluh. Menurutnya, semenjak pindah berjualan pendapatnya menurun drastis, bahkan tidak menentu.

“Baru dua minggu di sini, soalnya nggak boleh jualan di depan sekolahnya. Sekarang lagi sepi, nggak menentu, banyak saingan. Paling banyak sekarang habis 30 gelas. Padahal, dulu masih di depan sekolah 100 gelas lebih tuh bisa. Sehari bisa dapat Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu,” tutur Anang.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Anang memaparkan, Ia akan mendapatkan untung, jika dalam sehari mendapatkan uang sekitar Rp 200 ribu. Uang Rp 200 ribu tersebut, lanjut Anang, akan dibagi. Pertama Rp 50 ribu untuk modal. Kedua, Rp 50 ribu untuk biaya ongkos perjalanan ke tempat tempat berjualan. Keempat, Rp 50 ribu lagi untuk biaya sekolah anak. Dan terakhir Rp 50 ribu sisanya Anang simpan sebagai keuntungan.

“Saya asalnya dari Ciomas, Kecamatan Sukahaji. Kalau ke sana naik ojek sama mobil umum. Saya kan nggak bisa naik kendaraan lagi. Berangkat saja tadi pagi naik ojek sudah habis Rp 22 ribu. Kalau sehari dapatnya Rp 200 ribu baru bisa untung Rp 50 ribu. Buat ongkos bulak-balik ke sini Rp 50 ribu. Jajan anak sekolah sama makan Rp 50 ribu, sama modal Rp 50 ribu. Tapi itu juga jarang,” tutur Anang.

Meskipun pendapatannya tidak menentu, tapi Anang tetap semangat berjualan. Ke depan, harapan Anang sederhana, semoga ia bisa menyekolahkan anaknya yang masih SMP hingga jenjang SMA.

“Sebelum jualan inikan dulu istri jualan di pasar. Semenjak istri meninggal jualan ini. Anak saya kan dua, satunya sudah lulus SMA tapi baru masuk kerja. Tetap bekerja kayak gini alasannya yah demi anak bagaimanapun juga. Pusing sedikit mah, nggak usah dirasa,” pungkas Anang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *