Kondisi Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati yang makin sepi dan nyaris mati mendapat sorotan tajam dari DPRD Jawa Barat. Wakil Ketua Komisi III DPRD Jabar, Muhamad Romli menilai, sudah saatnya pemerintah dan manajemen BIJB melakukan evaluasi total.
Pasalnya, dana besar dari APBD telah digelontorkan untuk bandara yang berada di Kabupaten Majalengka tersebut. Namun, gelontoran Rupiah itu belum memberikan dampak signifikan terhadap pelayanan publik maupun pendapatan daerah.
Romli menyayangkan, lemahnya strategi manajemen dan promosi BIJB. Menurutnya, harapan besar saat pendirian bandara kini justru berbalik menjadi beban.
“Harus dilihat bahwa urgensi dulu mendirikan BIJB itu seperti apa kajiannya. Harapannya adalah mungkin ya terbangun bandara untuk menampung masyarakat di wilayah Cirebon Raya dan mendapatkan deviden untuk pemerintah daerah,” kata Romli kepada infoJabar, Minggu (8/6/2025).
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Romli menyebut, meskipun infrastruktur bandara sudah sangat mumpuni, kondisinya kini justru memprihatinkan. Ia menilai sindiran Gubernur Jabar Dedi Mulyadi yang menyebut BIJB berubah dari bandara menjadi “peuteuy selong” adalah cerminan kekecewaan publik terhadap kinerja pengelola.
“Saya pernah ke sana dan sebetulnya infrastrukturnya sudah luar biasa. Apa yang salah? Makanya Pak Dedi sebenarnya menyindir dengan statemennya itu. Ini yang harus dipikirkan bersama. Hari ini kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa,” ujar Romli.
Romli mencatat, hingga triwulan III tahun 2024, total aset BIJB telah mencapai Rp2,839 triliun dengan penyertaan modal dari APBD sebesar Rp1,673 triliun. Bahkan setiap tahun, BIJB mendapat tambahan modal sekitar Rp30 miliar dari anggaran daerah. Namun sayangnya, biaya operasional sekitar Rp2 miliar per bulan belum diimbangi dengan pemasukan yang sehat.
“Harusnya mereka mencari (pendapatan). Pemerintah harus gercep melakukan kajian terhadap BIJB, apalagi karena modal yang dikeluarkan pemda sudah luar biasa. Semua kan menggunakan uang rakyat itu. Jadi harus ada pertanggungjawaban,” tegasnya.
Menurut Romli, langkah pertama yang harus dilakukan adalah audit menyeluruh untuk mengetahui titik-titik lemah BIJB. Ia juga menyoroti kegagalan BIJB menarik investor, minimnya promosi, serta tidak adanya rute penerbangan yang menarik bagi masyarakat maupun maskapai.
“Manajemen BIJB jalan di tempat. Bisa dibuktikan dengan tidak datangnya investor yang bekerja sama atau menanamkan sahamnya. Kedua, mandeknya penerbangan. Public relation-nya berarti tidak jalan. Pemasarannya tidak jalan,” ungkapnya.
Romli menekankan bahwa promosi dan kajian rute penerbangan menjadi kunci agar BIJB bisa bangkit. Ia menilai manajemen BIJB terlalu fokus pada rutinitas administratif tanpa inovasi yang berdampak.
“Kalau hanya sekadar rutinitas administratif ya begini kejadiannya. Tidak ada penerbangan karena sepinya peminat yang mau terbang ke Kertajati,” katanya.
Romli menegaskan bahwa Komisi III DPRD Jabar akan segera memanggil pihak BIJB untuk dimintai pertanggungjawaban serta mendorong tindakan konkret.
“Harus ada progres berapa tahun bisa bangkit agar tidak tiap bulan nombok. Ini yang jadi perhatian kita dan Komisi III akan memanggil BIJB agar ada tindakan konkret,” pungkasnya.