Angka kasus positif HIV di Kota Bandung naik 20 hingga 30 persen setiap tahunnya. Per Juli 2025, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bandung mencatat ada 9.784 kasus positif.
Ketua Komisi IV DPRD Kota Bandung Iman Lestariyono mengatakan tidak mudah menangani permasalahan HIV di Kota Bandung. Dia menilai penangannya perlu dilakukan secara multidisiplin dan multidimensi.
“Nah, terkait dengan data memang Kota Bandung itu hampir 10 ribuan. Kita juga belum cek lagi ya, karena satu dua tahun yang lalu 10 ribuan (angkanya) tapi masih bercampur dengan data non Kota Bandung, karena rumah sakitnya di tempat pemeriksaan dari mana-mana (pengidap yang berobat ke Kota Bandung),” kata Iman kepada infoJabar, Senin (17/11/2025).
“Waktu itu kota Bandung masih di angka 6 ribuan, jadi kalau betul itu 10 ribuan saya juga nggak percaya benar. Karena bisa jadi ini kan yang sudah ter-screening, yang sudah diperiksa, berarti memungkinkan seperti gunung es yang terlihat, yang terpotret demikian, tapi sesungguhnya di bawahnya bisa mengerikan,” tambahnya.
Iman mengungkapkan, dalam hal ini Dinkes Kota Bandung harus terus melakukan screening, juga harus segera di-monev dan harus segera diantisipasi karena penyebarannya juga bisa jadi sangat cepat jika abai terhadap hal ini.
“Ini harus menjadi political war, dikawal bagi semua pihak, dan semua stakeholder. Artinya kalau hanya dibicarakan oleh Dinkes nggak akan selesai. Karena Dinkes itu corongnya sampai puskesmas saja, itu pun dengan berbagai urusan. Ada 6 SPM, urusan sosial, pendidikan, kesehatan, semuanya bergabung di sana,” ungkapnya.
Menurut Iman, pemerintah dalam hal ini kepala daerah dengan DPRD harus kompak. Apalagi dilihat dari visi misi Wali Kota Bandung Muhammad Farhan Bandung Utama. “Nah ini jua harus melibatkan pihak di luar kedinasan, karena kan kalau urusan keagamaan memang Kemenag punya hirarki struktur yang berbeda, kita hanya mitra saja. Kalau Dinkes kita dorong yang pertama proses screening sampai ke tingkat puskesmas, dan juga melibatkan kader dan posyandu, kemudian juga imbauan-imbauan, karena ada yang memang mereka terindikasi pekerja seksual komersil,” ujarnya.
Treatment juga harus dilakukan Pemkot Bandung, karena dalam hal HIV banyak juga orang yang tidak salah dan bermasalah tertular.
“Ada yang mereka sendiri korban, karena salah satu dari pasangannya jajan, baik suaminya atau istrinya, kemudian saling menularkan, atau di antara mereka sudah terkena lalu anak-anaknya (tertular). Jadi kita dorong screening dulu, kemudian bagaimana treatmentnya, treatment itu setahu saya alokasi anggaran dari Dinas Kesehatan ataupun DP3A,” tuturnya.
Iman mengakui jika anggara untuk pendampingan bagi penyintas HIV masih sangat minim. Bahkan masih melibatkan para komunitas, relawan yang fundingnya itu bisa sampai ke dana global, atau dana luar negeri.
“Tetapi terakhir mereka juga curhat ke kami, dana mereka juga terbatas. Nah ini kalau berupa program berarti harus dirumuskan bareng-bareng dari lintas kedinasan, anggarannya juga harus disiapkan. Kalau lebih kepada komunitas itu kan mereka juga pasti punya keterbatasan,” ucapnya.
“Ya kita dari DPRD sih insya Allah kalau urusan anggaran karena ini bagian dari upaya meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diKkota Bandung dan juga citra sebagai Bandung kota agamis. Maka ini harus serius, kita antisipasi dan kita berharap bisa melibatkan semua stakeholder di antaranya juga para ulama, para ustadz yang kembali menghimbau bahaya terkait hal itu,” pungkasnya.
