Sejak selepas pandemi Covid-19, kasus gangguan penglihatan pada anak-anak di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Salah satu penyebab utamanya adalah masifnya penggunaan gagdet sejak dini.
Hal itu disampaikan oleh Dr. dr. Antonia Kartika, SpM(K), MKes, dokter mata subspesialis Neuro Oftalmologi yang juga menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung.
Ia mengatakan, tren peningkatan kasus kelainan refraksi pada mata anak terus terlihat dalam beberapa tahun terakhir. Termasuk karena meningkatnya kebutuhan penggunaan gadget untuk pembelajaran online.
“Tren kenaikan memang ada. Dengan meningkatnya digitalisasi dan penggunaan gadget, jumlah anak-anak yang mengalami kelainan refraksi meningkat, apalagi pasca-Covid,” jelas Antonia saat ditemui di RS Cicendo, Kamis (9/10/2025).
Ia memperkirakan, kenaikan jumlah anak yang mengalami gangguan penglihatan berkisar antara 10% hingga 20% dalam beberapa tahun terakhir selepas pandemi. Adapun bentuk gangguan penglihatannya berupa mata minus, silindris, atau bahkan plus.
Untuk mencegahnya, berikut empat tips menjaga kesehatan mata anak sejak dini menurut dr.Antonia Kartika:
Penggunaan gadget yang berlebihan menjadi faktor utama meningkatnya kasus gangguan penglihatan pada anak-anak. Terlalu lama menatap layar tanpa jeda dapat menyebabkan mata mudah lelah, kering, dan menurunkan fokus penglihatan.
“Satu lagi kalau bukan karena gadget ya karena genetik. Tapi saat ini kebanyakan besar karena faktor gaya hidup itu, karena screentime,” ungkapnya.
Untuk itu, anak-anak sebaiknya tidak dibiarkan menatap layar terlalu lama, terutama tanpa pencahayaan yang cukup. Pastikan juga posisi layar gagdet sejajar dengan mata anak agar tidak membuat otot mata bekerja lebih keras.
Selain untuk kebutuhan sekolah yang tidak bisa dihindari, Anda bisa lebih banyak mengajak anak-anak untuk bermain dan berkegiatan tanpa menggunakan gadget. Sebisa mungkin batasi penggunaan gadget selama 1-2 jam per-hari.
Untuk mengurangi ketegangan mata akibat terlalu lama menatap layar, dr. Antonia menyarankan penerapan aturan 20-20-20 yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO).
“Makanya WHO ada aturan 20-20-20. Jadi 20 menit di depan layar harus istirahat selama 20 info, dan 20 infonya melihat jendela sejauh 20 kaki atau sekitar 6 meter,” jelasnya.
Prinsip ini membantu mata beristirahat sejenak dari fokus jarak dekat. Menatap objek yang jauh memungkinkan otot mata mengendur dan sirkulasi darah di sekitar mata tetap lancar.
“Jadi matanya itu agar tidak konvergensi terus-terusan. Kalau mata sedang konvergensi itu kan pupilnya mengecil dan bisa mencekung, itu bikin capek. Jadi kita harus melihat ke arah yang jaug supaya lebih rileks,” paparnya.
Dengan menerapkan 20-20-20 secara rutin, risiko kelelahan mata dan gangguan refraksi dapat diminimalkan.
Selain kebiasaan melihat layar, faktor nutrisi juga memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan mata. Kekurangan asupan vitamin tertentu bisa memperburuk kondisi penglihatan anak dalam jangka panjang.
“Nutrisi yang bagus, nutrisi yang baik, tentunya tidur yang cukup, itu penting” ujarnya.
Beberapa makanan yang kaya vitamin A, C, dan E, serta antioksidan alami dapat mendukung fungsi retina dan mencegah kerusakan sel mata. Makanan tersebut di antaranya terdapat pada wortel, susu, telur, jeruk, stroberi, kacang-kacangan, dan biji-bijian.
Selain makanan bergizi, istirahat yang cukup juga penting untuk proses regenerasi sel, termasuk sel-sel pada jaringan mata.
Ia mengatakan, kebanyakan anak-anak tidak menyadari atau tidak bisa mengungkapkan ketika penglihatannya mulai terganggu. Oleh karena itu, pemeriksaan mata secara rutin menjadi langkah penting yang sering diabaikan oleh orang tua.
“Anak-anak sering tidak tahu kalau penglihatan dia berkurang. Jadi kalau orang tua tidak bawa, ya tidak akan ketahuan,” katanya.
Ia menekankan bahwa pemeriksaan mata sebaiknya dilakukan secara teratur setiap enam bulan sekali sejak usia tiga tahun. Pemeriksaan ini membantu mendeteksi gangguan penglihatan sejak awal, yang bisa berdampak pada prestasi belajar anak di sekolah jika tidak tertangani.