Fraksi PPP DPRD Jawa Barat merespons dengan keras kasus sengketa lahan SMAN 1 Bandung. Diketahui, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung telah menjatuhkan putusan yang membuat Pemprov Jabar kalah dalam perkara sengketa tersebut.
Dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN Bandung memenangkan Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) sebagai pihak yang menggugat status lahan. Hakim memerintahkan kepada pemerintah untuk membatalkan dan mencabut sejumlah dokumen yang digunakan sebagai administrasi atas berdirinya bangunan SMAN 1 Bandung.
Di antaranya sertifikat hak pakai bernomor 11/Kel. Lebak Siliwangi yang diterbitkan pada 19 Agustus 1999, hingga surat ukur tertanggal 12 April 1999 nomor 12/Lebak Siliwangi 1999 dengan luas 8.450 meter persegi yang tercatat atas nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Cq. Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat. Kemudian, Hakim PTUN Bandung juga memerintahkan BPN Kota Bandung untuk memproses perpanjangan dan menerbitkan serifikat hak guna bangunan (SHGB) atas nama PLK di lokasi sengketa tersebut.
“SMAN 1 Bandung itu etalase dari salah satu pendidikan di Jabar, khususnya Kota Bandung. Bayangin, sekelas SMA 1 dikoyak-koyak kayak begini, bagaimana dengan SMA negeri yang lain. Kan bisa jadi kasusnya ikut merembet,” kata Ketua Fraksi PPP DPRD Jabar Zaini Shofari, Sabtu (19/4/2025).
Zaini mengatakan, selain wajib melakukan pendampingan hukum, Pemprov Jabar juga mesti segera mengonsolidasikan masalah aset pemerintah daerah. Jangan sampai kata dia, kasus SMAN 1 Bandung seperti jadi bom waktu yang tidak bisa diantisipasi pemprov sejak dini.
“Pemprov harus segera mengonsolidasikan, terutama dinas-dinas yang memiliki potensi di kemudian hari ada kekisruhan apapun namanya, apapun istilahnya. Konsolidasi itu diperlukan untuk mencegah persoalan seperti ini hadir di kemudian hari dan bisa segera diantisipasi. Jangan malah ujug-ujug kayak bom waktu gini jadinya,” tegasnya.
Zaini bisa merasakan langsung bagaimana perasaan siswa, guru hingga para alumni di SMAN 1 Bandung. Sebab, keluarganya tercatat sebagai alumnus di sekolah yang terletak di Jalan Ir H Juanda atau Jalan Dago tersebut.
Yang paling krusial, Fraksi PPP Jabar mendesak supaya Pemprov bisa menjamin psikologi siswa di SMAN 1 Bandung. Sembari menunggu proses hukumnya terus berjalan, Pemprov Jabar pun mesti segera mengamankan aset-aset daerah agar kasus serupa tidak terulang.
“Sekolah memang tetap aja wujudnya, tapi bagaimana secara psikis anak-anak yang sekolah nantinya. Pasti anak-anak terus dibayangi beban psikis. Salah siapa? Bukan mereka, tapi dari institusi yang namanya negara yang seharusnya hadir yaitu pemerintah kota dan provinsi melindungi mereka dalam belajar,” tuturnya.
“Kalau saya lebih ke aspek itu, kan ini persoalan hukum yang dihadapi. Setelah konsolidasi itu akan satu-satu terurai, maka akan ada penyelesaiannya seperti apa. Jangan sampai ketika sekarang tiba-tiba tidak tahu, malah jadi bom waktu. Harus segera dikonsolidasikan,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Pemprov Jabar sedang menyiapkan perlawanan. Pemprov memastikan bakal mengajukan banding untuk bisa menganulir putusan PTUN Bandung.
“Pasti, kita pasti akan melakukan banding dalam jangka waktu 14 hari ke depan,” kata Analis Hukum Ahli Madya pada Biro Hukum Setda Pemprov Jabar Arief Nadjemudin saat dikonfirmasi, Jumat (18/4/2025).
Pihaknya menilai ada sejumlah kejanggalan dalam sikap hakim saat menjatuhkan putusan. Pertama, Arief menyinggung tentang legalitas PLK yang mengaku sebagai penerus dari organisasi bernama Het Christelijk Lyceum (HCL). Padahal kata Arief, pemerintah sudah membubarkan HCL karena dianggap sebagai organisasi terlarang.
“Kalau dilihat dari legal standing, penggugat ini sebelumnya mengklaim sebagai penerus dari HCL. HCL itu kan sudah dibubarkan, tapi kok ada penerusnya. Secara logika saja, kalau suatu perkumpulan dibubarkan, masak ada yang meneruskan. Apalagi perkumpulan ini sudah lama dibubarkan,” katanya.
Selanjutnya, kata Arief, SHGB yang dimiliki PLK sudah berakhir sekitar tahun 1980. Kemudian, upaya perpanjangan SHGB yang diajukan pun sudah ditolak sehingga status lahannya diambil alih oleh negara.
“Itu semua aturannya sudah tidak masuk menurut logika hukum, sementara sertifikat kita tahun 90 sudah jelas itu sah,” tegasnya.
“Pada saat persidangan juga tidak dilakukan peninjauan kembali. Dan yang paling penting, kami juga menyampaikan juga di fakta persidangan bahwa si PLK ini ini pernah melakukan tindak pidana pemalsuan akta perkumpulannya dan pernah di pidana. Ada salah satu pengurusnya,” tambahnya.
Arief menegaskan putusan Hakim PTUN Bandung sudah tidak adil. Biro Hukum Pemprov Jabar pun memastikan bakal mengajukan banding untuk bisa menganulir putusan tersebut.
“Kalau dilihat dari putusannya, menurut kami itu putusan yang tidak adil. Pasti ada sesuatu hal-hal yang kita pertimbangkan juga, ini kaitan dengan kepentingan umum, sekolah. Kemudian juga kalau kita lihat di ketentuan hukum dan fakta yang ada, kan harus seimbang, jadi nantinya kita pelajari dulu. Tapi upayanya sudah pasti kami akan banding, karena itu hak kita,” pungkasnya.