Suasana tenang di Desa Sukamandijaya, Kecamatan Ciasem, mendadak berubah tegang pada Rabu malam (28/5/2025). Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang tengah menghadiri acara Nganjang Ka Warga tiba-tiba meluapkan emosinya di hadapan warga.
Pemicunya, sekelompok suporter Persikas Subang meneriakkan yel-yel dan membentangkan spanduk di tengah forum yang sedianya menjadi ruang dialog antara Dedi dan masyarakat.
“Hei, berhenti kamu! Ini bukan forum Persikas, ini forum saya. Siapa kamu? Turunkan spanduknya, turunkan,” teriak Dedi dengan suara tinggi yang menggema ke seluruh penjuru acara.
“Jangan sok jago di sini kamu! Nggak mikir kamu! Ini bukan forum Persikas, ini forum saya dengan rakyat. Mikir kamu,” tegasnya, menunjuk langsung ke arah kerumunan.
Momen tersebut sontak viral di media sosial. Tayangan langsung dari akun YouTube Humas Jabar membuat insiden itu jadi sorotan publik. Dedi pun angkat bicara memberikan pernyataan soal insiden itu.
Ia menjelaskan, kemarahannya bukan tanpa sebab. Saat itu, dirinya sedang berbincang dengan seorang ibu yang hidup dalam kesulitan, menghidupi empat anak hanya dengan memungut botol bekas.
“Saya malam itu marah karena ada sekelompok orang yang tidak memiliki adab dalam hidupnya, di saat air mata jatuh karena rasa empati pada derita seorang ibu yang memiliki 4 anak dan membiayai mereka hanya dengan memungut botol bekas, tapi anaknya tumbuh dengan baik,” tutur Dedi, Kamis (29/5/2025).
Kisah sang ibu makin memilukan ketika diketahui suaminya telah menikah lagi dengan orang lain. Namun di tengah cerita haru itu, yel-yel tentang nasib Persikas justru membuyarkan suasana.
“Ini berteriak yel-yel untuk menyelamatkan Persikas karena klubnya berpindah tempat dibeli oleh pihak lain. Tentunya sikap ini adalah sikap yang tidak beradab yang menempatkan sebuah masalah tidak pada tempatnya,” ungkapnya.
“Dan yang paling penting adalah bahwa hilangnya nalar rasa, hilangnya hati, dan hilangnya cinta pada orang yang terlalu mengedepankan ego untuk membela klubnya, tetapi mengabaikan fakta derita yang dihadapi oleh warga di hadapan matanya,” sambungnya.
Meski tahu sikapnya bisa dinilai emosional, Dedi mengaku tak peduli dengan stigma tersebut. Baginya, yang utama adalah tetap berpihak kepada rakyat.
“Semoga peristiwa itu menjadi pembelajaran penting bagi kita. Tentunya kemarahan saya akan di-framing jadi pemimpin yang emosional dan dibawa ke mana-mana. Bagi saya itu tidak penting, silakan saja. Tapi mendidik rakyat bagi saya jauh lebih penting dari sekadar popularitas dan elektabilitas,” tandasnya.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.