Ciamis Catat 93 Kasus Baru HIV Sepanjang Januari-Oktober 2025

Posted on

Setiap 1 Desember diperingati Hari AIDS Sedunia. Bagaimana perkembangan dan kondisi kasus HIV/AIDS di Kabupaten Ciamis? Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis menyampaikan perkembangan terkini kasus HIV/AIDS. Sepanjang Januari hingga Oktober, tercatat 93 temuan baru HIV, hasil layanan pemeriksaan kesehatan dan kegiatan penjangkauan petugas di lapangan.

Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Ciamis, Edis Herdis, menjelaskan, alur pencatatan kasus HIV tidak sepenuhnya berbasis wilayah asal pasien. Sistem layanan memungkinkan seseorang memeriksakan diri di mana pun, meskipun tidak berdomisili di wilayah tersebut. Karena itu, data HIV yang tercatat di Ciamis merupakan akumulasi layanan yang diakses secara nasional.

“Angka yang muncul di data kami bukan selalu berasal dari warga Ciamis. Banyak yang memeriksakan diri di Ciamis karena merasa lebih nyaman dan bebas stigma,” ujar Edis.

Hingga menjelang akhir tahun, akumulasi kasus HIV yang tercatat di fasilitas kesehatan Ciamis mencapai 644 kasus. Dari jumlah tersebut, 605 orang menjalani perawatan; 533 di antaranya pernah mengonsumsi ARV (antiretroviral), dan 425 orang masih rutin menjalani terapi ARV. Sisanya berhenti karena berbagai faktor, mulai dari mobilitas tinggi hingga persoalan sosial.

Sementara itu, pemeriksaan pada tahun tersebut menemukan 93 orang positif HIV. Temuan tersebut berasal dari penjangkauan petugas ke populasi berisiko maupun kesadaran masyarakat yang datang sendiri ke layanan kesehatan.

Data klasifikasi kasus baru periode Januari-Juni menunjukkan: kelompok 5 hingga 14 tahun 2 kasus; 15-19 tahun 6 kasus; 20-24 tahun 13 kasus; 25-49 tahun 33 kasus; dan 50 tahun ke atas 2 kasus.

Edis menjelaskan, kasus pada anak usia 5 hingga 14 tahun umumnya merupakan infeksi dari ibu ke anak yang terjadi sejak dalam kandungan.

“Ada anak-anak yang baru teridentifikasi ketika memasuki usia sekolah. Penularan ini biasanya terjadi dari ibu yang tidak terdeteksi sejak masa kehamilan,” katanya.

Untuk kelompok usia 15-19 tahun, kasus yang meningkat kerap dikaitkan dengan perilaku seksual berisiko. Menurutnya, tren penularan akibat jarum suntik kini menurun karena penggunaan jarum suntik di kalangan anak muda relatif jarang ditemukan.

Edis menegaskan, Dinkes memang mengarahkan penjangkauan kepada kelompok berisiko tinggi atau populasi kunci, seperti komunitas LGBT maupun kelompok lain yang rentan. Namun, ia menekankan penularan di kalangan heteroseksual juga cukup signifikan.

“Tidak semua kasus berasal dari populasi kunci. Penularan pada pasangan heteroseksual juga cukup tinggi dan harus menjadi perhatian bersama,” tegasnya.

Dinas Kesehatan Ciamis melakukan berbagai langkah, mulai dari edukasi di sekolah, sosialisasi ke masyarakat, hingga pemeriksaan rutin di komunitas.

Dinkes juga menjalin kerja sama dengan Kantor Urusan Agama (KUA) untuk mencegah penularan ibu ke anak melalui edukasi pranikah. Pasangan yang teridentifikasi HIV tetap bisa menikah, namun diarahkan menjalani terapi hingga virus tidak terdeteksi sehingga aman untuk merencanakan kehamilan.

“Langkah ini bukan melarang pernikahan, tetapi memastikan penularan ke bayi dapat dicegah melalui pengobatan teratur,” jelas Edis.

Di Ciamis terdapat 37 puskesmas serta rumah sakit daerah yang dapat melayani pemeriksaan HIV/AIDS. Namun, tidak semua fasilitas dapat memberikan pengobatan lengkap. Beberapa puskesmas yang menyediakan layanan terapi dan pendampingan antara lain: Puskesmas Ciamis, Kawali, Banjarsari, Cisaga, Panjalu, Panumbangan, dan Sukamulya Cihaurbeuti.

Edis berharap masyarakat tidak ragu untuk memeriksakan diri, terutama jika memiliki riwayat perilaku berisiko. “Penanganan yang tepat hanya bisa dilakukan jika seseorang mau memeriksakan diri sejak dini. Dengan terapi ARV, kualitas hidup tetap bisa terjaga,” ujar Edis.