Cerita CEO Jabarano Coffee, dari Roaster Rumahan Menuju Pasar Dunia

Posted on

Nama Jabarno Coffee mungkin sudah tidak asing di telinga masyarakat, terutama warga Bandung. Kafe yang pertama kali hadir di Jalan Pahlawan, Kota Bandung pada 2023 ini sekarang telah berkembang hingga menjadi 8 cabang. Salah satu cabangnya bahkan terletak di Seoul, Korea Selatan.

Kesuksesan yang diraih dalam waktu dua tahun tersebut menjadikan Jabarano Coffee banyak mencuri perhatian berbagai pihak. CEO Jabarano Cofee Arnold Dharmmadhya berbagi kisahnya mengelola bisnis kedai kopi yang berhasil menjamur di tengah saingan yang marak.

“Saya memang basic-nya profesional di bidang kopi dan di roastery. Dulu sempat kerja di kafe orang,” ungkap Arnold pada infoJabar di Jabarano Coffee Lengkong, Kota Bandung, belum lama ini.

Perjalanan Arnold dimulai saat pandemi Covid-19 melanda. Kala itu, banyak bisnis mengalami kondisi yang sulit. Tak terkecuali kedai kopi tempat Arnold bekerja.

Oleh karenanya, berbekal pengetahuan dalam meramu kopi, Arnold memutuskan untuk bereksperimen membuat dan memasarkan produk kopinya sendiri. Menggunakan alat roasting kopi milik pribadi, Arnold kemudian meracik, memanggang, mengemas, hingga mengantarkan kopi hasil produksinya ke rumah-rumah pelanggan.

“Namanya covid, semua lagi susah. Tapi itu masa-masa saya coba bikin produk, lempar ke pasar. Bikin delivery order, responnya bagus. Saya lalu roasting-in kopinya, saya packing sendiri, lalu anter ke rumah-rumah,” ujarnya.

Reaksi pasar yang bagus semakin meningkatkan rasa percaya diri Arnold untuk mengembangan bisnisnya. Hingga saat ini, mesin roasting kopi yang ia gunakan saat pandemi masih digunakan di salah satu cabang Jabarano Coffee.

“Awalnya saya roasting sendiri, di rumah, pakai mesin kecil. Sampai Jabarano buka cabang ke-3 pun kita masih pakai mesin itu,” kata Arnold mengenang masa awal bisnisnya.

Eksperimen Arnold tersebut menjadi salah satu titik awal bagi terbentuknya konsep Jabarano. Bercermin dari pengalaman sebagai barista dan roaster, Arnold melihat bahwa pasar kopi lokal sebenarnya sangat potensial jika dikembangkan dengan pendekatan yang tepat.

Ia melihat ada celah pasar untuk menghadirkan kafe yang serba-ada. Tak hanya berfokus pada penyajian kopi, tetapi juga menciptakan tempat yang nyaman untuk bekerja, nongkrong, hingga rapat dengan kolega. Bersama rekan-rekannya, ia kemudian mulai mengembangkan konsep Jabarano yang diadopsi saat ini.

“Kami berpikir, orang itu butuh tempat orang beraktivitas. Jadi kita buat semacam ‘hub’ untuk orang beraktivitas. Bisa dilihat dari dari konsep tempat duduknya, ruang meeting, kita penuhi kebutuhan pelanggan dulu. Di Jabarano, mereka bisa meeting ketemu orang sambil ngopi makan,” terangnya.

Ia dan rekan-rekannya kemudian mematangkan ide tersebut dan merancang desain kafe hingga produk-produk unggulannya. Jabarano pertama pun kemudian lahir di Jalan Pahlawan dua tahun lalu, menjadi awal kemunculan cabang-cabang lainnya.

“Jabarano pertama itu ternyata responnya bagus. Lalu kita lanjut buka cabang kedua di Braga,” ungkpanya.

Ia mengatakan, Jabarano cabang Braga lah yang membuat kafenya booming. Pasalnya, kala itu ia meminta mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untum menjadi brand ambassador.

“Respon market langsung meledak, apalagi waktu itu kan beliau bikin video gimmick di sana, yang viral di Tik-tok,” ungkapnya.

Sosok Ridwan Kamil juga memiliki andil lain dalam lahirnya Jabarano Coffee. Nama Jabarano sendiri pertama tercetus dari ide Ridwan Kamil kala masih menjadi Gubernur Jabar untuk membuat brand yang menaungi kopi-kopi khas Jawa Barat. Bila kopi hitam identik dengan nama “americano”, ia ingin seduhan kopi-kopi Jawa Barat bisa identik dengan nama “jabarano”.

“Karena concern kita juga mengangkat kearifkan lokal, maka nama Jabarano itu cocok. Terdengar simpel dan catchy, dan latar belakang munculnya nama itu kan karena ingin menggantikan americano jadi kopi hitam jabarano. Visinya kita ingin mendunia seperti americano,” jelasnya.

Jabarano mengusung konsep house blend dalam menyajikan menu kopi mereka, alih-alih menjagokan biji-biji kopi spesifik dalam bentuk single origin. Ia mengatakan, hal ini salah satunya dapat memberi fleksibilitas dalam pengadaan bahan baku.

Menyediakan kopi-kopi blend, Arnold mengatakan, juga sekaligus memperluas kesempatan kolaborasi dengan petani dari berbagai daerah. Selain juga menciptakan rasa khas yang bisa disukai dan diingat konsumen.

“Satu karena untuk ngamanin suplai kita. Kedua, kita bisa kolaborasi dengan banyak pihak. Buat yang masih belajar menanam kopi, si kopinya bisa kita ambil. Saling menguntungkan di situ,” ungkapnya.

Saat ini Jabarano memiliki tiga blend unggulan, yakni Surili, Merak, dan Nusantara. Masing-masing memiliki karakteristik berbeda yang mencerminkan keanekaragaman kopi Indonesia.

Surili merupakan perpaduan 60 persen arabika Jawa Barat dan 40 persen robusta, Merak terdiri dari arabika terbaik Jawa Barat, sementara Nusantara menggabungkan arabika Jawa Barat dengan kopi dari Sumatera.

“Surili blend itu arabika Jabar ditambah robusta. Merak adalah best blend arabika Jabar. Nusantara adalah arabika Jabar, kita blend sama kopi Sumatera, tergantung musimnya,” jelas Arnold.

Adapun seluruh proses roasting dilakukan di fasilitas milik mereka sendiri di Dago, Bandung. Wilayah suplai Jabarano tersebar di banyak daerah di Jawa Barat seperti Pangalengan, Sumedang, Garut, Malabar, Gunung Halu, hingga Kuningan.

Saat ini, Jabarano Coffee memiliki 8 kedai yang tersebar di Kota Bandung, Bali, hingga Korea Selatan. Di Korea Selatan, Arnold mengatakan antusiasme warga tinggi. Pasalnya, kafenya terletak di salah satu distrik di Seoul yang ramai dan sibuk, dengan kultur masyarakat yang juga menyukai kopi.

“Di Korea ada di Hongdae, Seoul. Sudah berdiri empat bulan jalan dan traffic-nya tinggi banget. Mereka suka es kopi hitam, setelah itu baru es kopi susu. Surili cocok banget sama selera mereka,” papar Arnold.

Tidak berhenti di Korea, ekspansi juga telah dilakukan ke Kopenhagen. Di kota itu, Jabarano bekerja sama dengan restoran Indonesia untuk menghadirkan kopi dalam berbagai bentuk sajian. Pelanggan bahkan tertarik membeli biji kopinya secara langsung.

“Di Kopenhagen tidak ada kafe khusus Jabarano, tapi kikita kerja sama sama resto teman saya yang sajikan Indonesian cuisine, kita serve kopinya. Di sana orang langsung nanya beans nya apa dan pengen beli,” tuturnya.

Ia dan timnya juga sedang mempersiapkan ekspansi Jabarano ke Budapest dan Madinah. Model bisnis yang digunakan bukan sistem holding atau waralaba, melainkan investasi aset langsung di masing-masing lokasi. Arnold menilai pendekatan ini lebih fleksibel.

“Di Budapest lagi tahap pembangunan renovasi. Akan ada juga di Madinah. Mereka mau invest karena traffic-nya juga bagus,” katanya.

Ia juga menargetkan brand Jabarano dapat melantai ke bursa saham. Potensi untuk ekspansi pasar lebih luas lagi ke berbagai negara terus diperhitungkan.

“Pasti, ke depannya ingin IPO dan ekspansi ke luar negeri lebih besar. Ekspansi harus berjalan, tapi (membangun bisnis) ke luar negeri kan nggak murah. Harus siapin matang-matang konsep, investasi, biar nggak sia-sia,” jelasnya.

Kepada siapa pun yang ingin membangun bisnis kopi, Arnold berpesan agar tidak hanya ikut-ikutan tren. Menurutnya, pasar sudah sangat jenuh, terutama di kota seperti Bandung yang punya ratusan kedai.

Tanpa konsep yang kuat dan sistem manajemen yang jelas, ia mengatakan, sebuah usaha berpotensi akan jadi bagian dari siklus buka-tutup yang terus berulang.

“Untuk ke temen-temen yang mau masuk ke bisnis yang sudah banyak banget pemainnya, harus bisa persiapin USP (uniqe selling propotition-keunikan bisnis) yang kuat, konsep yang kuat, dan manajemen yang kuat. Kalau enggak, malah bisa terjebak siklus buka bisnis, hype, turun, terus muter seperti itu,” jelasnya.

Berawal dari Pandemi

Di Balik Nama Jabarano

Mengedepankan House Blend

Terus Ekspansi ke Pasar Dunia

Tips Mengelola Coffee Shop ala Arnold

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *