Kota Bandung kembali terancam mengalami ledakan masalah sampah. Itu terjadi setelah tonase pembuangan sampah Kota Kembang ke TPA Sarimukti dikurangi dari 1.200 ton per hari menjadi 981 ton per hari.
Anggota Komisi III DPRD Kota Bandung Aan Andi Purnama mengatakan, masalah itu harus segera dicari solusinya oleh Pemkot Bandung. Sebab selama ini, Pemkot Bandung mendapat jatah 140 ritase pembuangan sampah ke TPA Sarimukti dengan volume mencapai 1.200 ton per hari.
“Dulu hitungannya kalau ritase, hampir mencapai 1.200 ton. Kalau tonase, itu harus 981 ton. Artinya kita selama ini memang ada kelebihan 220 ton, itu yang jadi masalah dan beban ini harus diantisipasi,” katanya saat berbincang dengan infoJabar, Selasa (30/9/2025).
Ditambah kata Aan, setiap hari Minggu, TPA Sarimukti tutup operasional. Sementara, jika sampah itu tak terangkut, Kota Bandung bisa mengakibatkan timbulan sampah ke hari Senin hingga mencapai 3.600 ton.
Aan pun mendesak Pemkot untuk menjalin komunikasi dengan Pemprov Jabar agar mengembalikan kuota pengiriman sampah ke TPA Sarimukti. Jika masalah ini tidak segera diatasi, potensi ledakan sampah di Kota Bandung bisa saja terulang di kemudian hari.
“Ini kan akan menjadi problem, ketika kita tekor 220 ton, hasil perhitungan pengurangan tadi di provinsi akan jadi masalah. Ditambah lagi dengan penumpukan hari Minggu tidak diangkut, Pemkot harus melakukan komunikasi dengan Pemprov untuk meminta kembali ke hitungan ritase,” ucapnya.
Kemudian, Aan meminta Pemkot Bandung kembali mengaktifkan program pengurangan sampah di masyarakat. Sebab diketahui, timbulan sampah di Kota Bandung bisa mencapai 1.500 ton dalam sehari.
“Pemkot harus berupaya menekan pembuangan ke TPA itu berkurang. Bisa dengan menggalakkan edukasi ke masyarakat supaya memilah sampah, seperti bank sampah. Ajak masyarakat untuk aware terhadap sampah,” terangnya.
Masalah lain muncul karena Aan mendapat informasi bahwa Kementerian Lingkungan Hidup melarang penggunaan mesin insinerator untuk pengelolaan sampah. Padahal diketahui, Pemkot Bandung saat ini sedang gencar mengembangkan alat insinerator di kecamatan karena dianggap sebagai solusi ideal untuk penanganan sampah dalam jangka pendek.
“Kan Pemkot kemarin membuat program insinerator di setiap kecamatan tuh untuk mengurangi sampah, sekarang ketika ada larangan dari Kementerian LH terkait mesin insinerator, bagaimana, ada enggak program lain seperti apa. Tapi, fokus tadi yang 220 ton saya minta Pemkot melakukan komunikasi dengan Pemprov untuk bisa kembali ke hitungan ritase yang awal bukan tonase,” katanya.
Menutup perbincangannya, Aan mendorong Pemkot Bandung untuk mulai berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk penanganan sampah. Salah satunya bisa dengan menggandeng pihak swasta supaya masalah sampah tersebut bisa berkurang.
“Saya kira penanganan sampah ini harus betul-betul kolaborasi dengan berbagai pihak, dan Pemkot belum bisa ke arah sana, belum bisa melibatkan masyarakat, belum bisa menyiapkan tempat untuk pihak ketiga, pengusaha, untuk mau berinvestasi di bidang sampah. Karena sampah ini tidak bisa dibebankan ke pemerintah daerah, berbagai macam pihak harus diajak oleh Pemkot,” ungkapnya.
“Pemkot saat ini masih belum bisa mengajak, melibatkan masyarakat dalam penanganan sampah. Dan belum bisa mengajak pengusaha untuk mau sampah-sampah ini bekerjasama memecahkan masalah sampah, menarik investasi. Banyak sebetulnya perusahaan yg mau berinvestasi di Kota Bandung soal persampahan, tinggal regulasinya disiapkan. Teknik pengelolaannya, mekanisme kerjasamanya, ini yang harus disiapkan, supaya Pemkot tidak berjalan sendiri,” pungkasnya.