Di tengah derasnya arus permainan digital, masih ada permainan tradisional dari tanah Sunda yang mampu menghadirkan tawa dan kegembiraan dari alat yang sederhana. Permainan berbahan kayu dan bambu ini dulu begitu akrab dengan kehidupan anak-anak di pedesaan, terutama di wilayah Bandung Barat.
Rorodaan, demikian nama permainan yang beberapa waktu lalu sempat ‘hidup’ kembali di tengah-tengah masyarakat Kota Bandung. Diboyong oleh Komunitas Hong, rorodaan menjadi salah satu permainan tradisional yang banyak mengundang rasa penasaran pengunjung West Java Festival 2025 yang digelar di Kiara Artha Park, Minggu (9/11/2025).
Kala itu, sejumlah unit rorodaan yang terbuat dari rakitan bambu dan kayu tersebut tak pernah menganggur. Mulai dari anak-anak hingga dewasa tampak asyik saling dorong dan meluncur di permukaan rumput dengan menunggangi roda.
Rorodaan adalah permainan tradisional khas Sunda yang melibatkan sebuah mainan serupa skuter, terbuat dari rakitan bambu dan roda kayu. “Skuter” tersebut juga dibuat dengan stang kemudi, roda, hingga dudukan. Agar bisa bergerak, rorodaan harus dijalankan secara manual, termasuk tanpa pedal.
Salah satu anggota Komunitas Hong, Heru, mengatakan bahwa rorodaan memerlukan dua orang untuk mulai bermain. Di mana dua orang tersebut akan saling bergantian dalam menaiki dan mendorong “skuter” tersebut.
“Nanti ada satu orang yang mendorong dan satunya lagi naik roda. Setelah meluncur dan akan kembali, posisinya bergantian. Yang tadi mendorong, jadi naik roda. Dan yang naik roda jadi mendorong,” papar Heru.
Hal tersebut, ia mengatakan, sangat menekankan fokus dan kerjasama di antara para pemainnya. Anak-anak yang bermain rorodaan akan belajar berbagi peran dan tanggung jawab, sebab tanpa kekompakan, permainan tak akan berjalan.
“Permainan rorodaan ini cocok untuk melatih kerja sama dan fokus,” ungkap Heru.
Selain itu, rorodaan bahkan bisa dijadikan alat bantu untuk menjelaskan konsep fisika kepada anak-anak. Dalam penelitiannya, Okky Fajar Trimaryana dan Ratih Rizki Retinofa (2016) menyebutkan bahwa rorodaan bisa dipakai untuk mengenalkan konsep dasar fisika, seperti gaya dorong, keseimbangan, dan momentum. Anak-anak yang bermain rorodaan secara tidak langsung belajar tentang hukum-hukum fisika itu lewat aktivitas yang menyenangkan.
“Rorodaan sebagai alat pembelajaran mengandung nilai-nilai lokal, dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa, merupakan permainan tradisional favorit anak-anak, dan dianggap sebagai demonstrasi yang tepat untuk memperlihatkan dinamika gaya dan gerak,” tulis Okky dan Ratih.
Selain dari sisi pendidikan, permainan ini juga menggambarkan kreativitas masyarakat Sunda di masa lalu. Ketua Komunitas Sunda Wibara Mirosea,Ujang Kusmiadi, mengatakan bahwa permainan rorodaan muncul salah satunya sebagai bentuk kegembiraan anak-anak pada masa-masa sulit selepas penjajahan.
“Dulu di tengah kondisi ekonomi tahun 60-70-an yang masih riweuh, pasca peperangan dan penjajahan, untuk meluapkan kegembiraan, semua bentuk permainan diolah (oleh masyarakat). Termasuk rorodaan. Sekarang permainannya sudah mulai hilang,” ujar Ujang, sebagaimana dilansir dari kanal YouTube Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX, Rabu (12/11/2025).
Dalam video yang sama, disebutkan bahwa rorodaan kini masih hidup dan dimainkan oleh anak-anak sekolah di kawasan Bungur Endah, Desa Ranca Senggang, Kecamatan Sindang Kerta, Kabupaten Bandung Barat. Di sana, pengrajin yang bisa membuat rorodaan dari bambu dan kayu pun masih eksis.
Cara mainnya rorodaan cukup mudah. Dibutuhkan dua orang yang saling bekerjasama, dan satu alat rorodaan. Nantinya, satu anak akan naik di atas rorodaan, sementara satu lagi mendorong dari belakang.
Setelah meluncur beberapa meter atau sampai ke titik tertentu, mereka bisa bertukar posisi dan kembali bermain menuju titik tujuan. Permainan ini bisa dilakukan di jalan datar, tapi lebih seru kalau dilakukan jalan menurun karena rorodaan bisa meluncur lebih cepat.
Untuk membuat rorodaan, bahan yang digunakan biasanya kayu atau bambu. Bagian bawah dipasangi roda dari kayu. Di bagian atasnya dibuat tempat duduk dari bambu dan stang untuk berpegangan.
Permainan ini melatih kerja sama, fokus, dan keseimbangan tubuh. Anak yang mendorong belajar tanggung jawab untuk menjaga temannya agar tidak jatuh, sementara yang naik belajar menjaga posisi dan keseimbangan.
Lebih dari sekadar mainan, rorodaan adalah bagian dari identitas budaya Sunda yang mengajarkan kebersamaan dan semangat gotong royong. Tertarik mencoba?







