Aliansi Buruh Jawa Barat (ABJ) menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (18/12/2025). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap Peraturan Pemerintah (PP) yang akan menjadi dasar penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026.
Dalam PP tersebut, pemerintah menetapkan formula kenaikan upah berbasis inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi yang dikalikan dengan indeks Alfa (α) dengan rentang 0,5 hingga 0,9. Skema ini membuat penetapan UMP 2026 berpotensi berbeda di tiap daerah, tidak lagi seragam seperti UMP 2025 yang naik rata sebesar 6,5 persen.
Ketua ABJ Ajat Sudrajat menilai formula pengupahan dalam PP tersebut belum berpihak pada pemenuhan kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja. Ia menyoroti keberadaan indeks Alfa yang justru menjadi faktor pengurang dalam perhitungan upah minimum.
“Hari ini pemerintah telah menerbitkan PP yang mengatur tentang pengupahan tahun 2026, formulasi perhitungan upah minimum yang tertuang dalam PP tersebut ternyata belum mencerminkan pemenuhan kebutuhan riil buruh untuk hidup layak terutama dengan mencantumkan indeks tertentu yang menjadi pengurang, ujar Ajat.
Menurut Ajat, kebijakan tersebut juga mengabaikan realitas kenaikan harga kebutuhan pokok yang diprediksi terus meningkat pada tahun depan. Selain itu, negara dinilai masih melihat upah buruh semata sebagai variabel ekonomi.
“Padahal kita tahu bahwa harga-harga kebutuhan pokok tahun depan akan terus naik, selain itu PP yang diterbitkan oleh pemerintah tetap memposisikan upah buruh sebagai variabel ekonomi semata bukan sebagai hak dasar dan instrumen keadilan sosial,” katanya.
Ajat menegaskan, dengan pendekatan tersebut, buruh kembali ditempatkan sebagai pihak yang menanggung beban krisis, bukan sebagai subjek pembangunan.
“Dengan demikian negara masih menempatkan posisi buruh sebagai penyangga krisis bukan sebagai subjek pembangunan,” ucapnya.
Melalui aksi ini, ABJ menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Gubernur Jawa Barat. Ajat menyebut, tuntutan utama adalah penetapan upah minimum yang benar-benar berorientasi pada kebutuhan hidup layak.
“Aliansi Buruh Jabar hari ini melakukan aksi turun ke jalan, untuk menyampaikan tuntutan kepada Gubernur Jawa Barat yang di antaranya sebagai berikut,” ujarnya.
ABJ mendesak pemerintah daerah agar menetapkan UMK dan UMSK di seluruh Jawa Barat dengan konsep pemenuhan kebutuhan hidup layak bagi pekerja dan buruh.
Kebijakan tersebut dinilai penting untuk meningkatkan daya beli masyarakat, kesejahteraan buruh beserta keluarganya, serta menjadi solusi atas disparitas upah antar kabupaten/kota.
Selain itu, ABJ juga menuntut realisasi komitmen yang pernah disepakati dalam pertemuan di Lembur Pakuan. Salah satunya adalah dukungan anggaran dari APBD untuk penguatan kapasitas serikat pekerja.
“Jalankan komitmen pertemuan di Lembur Pakuan mengakomodir program peningkatan kapasitas serikat pekerja/serikat buruh melalui dana APBD untuk kepentingan pembangunan ketenagakerjaan di Jawa Barat,” ujarnya.
ABJ juga meminta perhatian serius pemerintah daerah terhadap isu ketenagakerjaan, terutama dalam mengantisipasi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kekerasan terhadap pekerja perempuan.
“Memberikan perhatian terhadap bidang ketenagakerjaan khususnya dalam mengantisipasi dampak PHK dan kekerasan terhadap pekerja/buruh perempuan,” kata Ajat.
Terakhir, ABJ mendesak dibukanya ruang dialog yang berkelanjutan antara pemerintah daerah dan serikat pekerja. “Membuka ruang diskusi secara rutin dengan para pimpinan serikat pekerja/serikat buruh dalam rangka meningkatkan pembangunan ketenagakerjaan yang lebih baik,” pungkasnya.







