Senin 26 Mei 2025, sesuatu yang tak terduga dialami Tri Yanto. Mantan Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal Baznas Jawa Barat (Jabar) itu malah ditetapkan menjadi tersangka setelah mencoba mengungkap dugaan kasus korupsi yang terjadi di lembaganya.
Di hari itu lah hidup Tri Yanto seolah menuju titik nadirnya. Niatan untuk membongkar kebenaran saat itu malah berujung dengan ancaman untuk Tri Yanto yang saat ini bakal menjadi tahanan.
Tri Yanto sendiri telah dipecat dari Baznas Jabar sejak 2024 karena alasan rasionalisasi lembaga dan tuduhan masalah tindakan indisipliner. Nah sebelum pemecatan itu terjadi, Tri Yanto sudah getol menyuarakan soal dugaan pelayahgunaan dana dan tindakan korupsi yang terjadi di lembaganya.
Tak main-main, nilai dugaan korupsi yang Tri laporkan mencapai belasan miliar. Data yang ia beberkan saat itu yaitu soal dugaan penyalahgunaan dana Zakat senilai Rp 9,8 Miliar dan dana hibah APBD Jabar sekitar Rp 3,5 Miliar dalam kurun waktu 2021-2023.
Data-data yang Tri Yanto kumpulkan kemudian ia adukan ke beberapa institusi. Mulai dari pengawas internal Baznas RI, Inpektorat Jabar hingga aparat penegak hukum dalam hal ini Kejati Jabar.
Dalam catatan infoJabar, polemik ini sempat mendapat perhatian pada Agustus 2024. Saat itu, DPRD Jabar menerima aduan dari kalangan mahasiswa tentang penyalahgunaan dana di Baznas Jabar, persis seperti data yang Tri Yanto adukan.
Namun pada saat itu, hasil rapat DPRD Jabar menyimpulkan tidak ada indikasi korupsi dari kasus yang diadukan. Hal itu diperkuat dengan hasil audit dari Inspektorat dan Biro Kesra, termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan tidak ditemukan adanya dugaan penyalahgunaan dana.
Berbulan-bulan setelah aduan ini sempat menjadi sorotan, Tri Yanto lantas menerima kabar yang amat begitu memilukan. Senin (26/5) kemarin, Polda Jabar menetapkannya sebagai tersangka atas tuduhan tindak pidana akses ilegal dan penyebaran dokumen elektronik rahasia milik Baznas Jabar, atau bekas tempatnya bekerja.
Dalam keterangannya, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan menyatakan Tri Yanto diduga tanpa hak telah mengakses, memindahkan, serta menyebarkan sejumlah dokumen elektronik rahasia milik Baznas Jabar.
Tri Yanto pun dijadikan tersangka berdasarkan laporan polisi bernomor LP/B/108/III/2025/SPKT.DITSIBER/POLDA JAWA BARAT yang dilaporkan Wakil Ketua III Baznas Jabar, Achmad Ridwan pada 7 Maret 2025.
“Informasi tersebut pertama kali diketahui oleh pelapor pada 20 November 2024 dari Sdr. Mohamad Indra Hadi, yang mengungkap bahwa TY (Tri Yanto) telah mengirimkan dokumen kerja sama antara BAZNAS Jabar dengan STIKES Dharma Husada kepada pihak luar,” kata Hendra dalam keterangannya dikutip Selasa (27/5/2025).
“Dokumen tersebut dikirim sejak 16 Februari 2023 dan diketahui telah dipindahkan ke laptop pribadi tersangka sekitar Agustus 2023. Selain itu, beberapa dokumen penting, termasuk laporan pertanggungjawaban atas dana hibah belanja tidak terduga (BTT) APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2020, diduga turut dicetak dan disebarkan ke sejumlah instansi,” ucapnya menambahkan.
Dalam keterangannya, Hendra menyatakan dokumen yang disinyalir disebarluaskan Tri Yanto merupakan informasi yang dikecualikan berdasarkan SK Ketua Baznas Jabar Nomor 93 Tahun 2022. Adapun modus yang dilakukan Tri Yanto kata Hendra, yaitu dengan memanfaatkan akses terhadap perangkat kerja Baznas sebelum diberhentikan secara resmi pada 21 Januari 2023 melalui Surat PHK Nomor 025 Tahun 2023.
“Setelah tidak lagi menjabat sebagai amil tetap, tersangka tetap menyimpan, memindahkan, dan menyebarluaskan data dari perangkat milik institusi ke perangkat pribadi, termasuk menggunakan laptop MacBook Pro 13″ tahun 2017 dan printer Epson L360 yang kini telah diamankan sebagai barang bukti,” ucapnya.
Polisi turut menyita sejumlah barang bukti setelah Tri Yanto jadi tersangka. Mulai dari dua unit laptop milik pelapor dan Tri Yanto, dokumen cetak perjanjian kerja sama, resume kronologis, tangkapan layar percakapan, serta salinan dokumen laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan tindak pidana korupsi dana hibah kepada Baznas yang bersumber dari APBD Jabar senilai Rp11,7 miliar.
Atas permasalahan ini, Tri Yanto telah ditetapkan menjadi tersangka. Ia dijerat dengan Pasal 48 ayat (1) Jo Pasal 32 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Setelah menjadi tersangka, dukungan moril datang untuk Tri Yanto. Salah satunya dari LBH Bandung yang mengecam keputusan Polda Jabar.
Dalam keterangannya, LBH menilai kasus yang dialami Tri Yanto merupakan bentuk kriminalisasi. Sebab, Tri Yanto sebagai pelapor atau dengan istilah ‘whistleblower’ seharusnya dilindungi berdasarkan Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban
“LBH Bandung menilai status tersangka yang disematkan kepada pelapor kasus korupsi menjadi kemunduran atas peran serta masyarakat membantu negara memberantas praktik korupsi di lembaga publik, khususnya di lembaga sosial yang menghimpun dana dari masyarakat berupa zakat, infak, hibah dan dana sosial,” tulis siaran pers LBH Bandung.
“Padahal, posisi hukum Tri Yanto selaku pelapor dugaan korupsi dijamin oleh Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban untuk tidak mendapatkan serangan balik, sepanjang laporan itu diberikan dengan itikad baik. Bahkan, negara juga dimungkinkan memberi penghargaan kepada warga yang memberi informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018.”
Atas kasus ini, desakan pun LBH Bandung lontarkan. Mereka meminta Polda Jabar menghentikan perkara Tri Yanto karena seharusnya dilindungi sebagai pelapor atas aduan dugaan korupsi ini.
“BAZNAS Jawa Barat sebagai badan publik, untuk segera mencabut laporan polisi terhadap sdr. Tri Yanto, dikarenakan menjadi alat kriminalisasi Whistleblower dan menjadi preseden Terciptanya chilling effect,” kata LBH Bandung.
“Komnas HAM, LPSK, Kompolnas, Ombudsman dan lembaga negara lainnya mengawal proses hukum yang sedang berjalan di Polda Jawa Barat. Selain itu, Kami juga mengajak masyarakat & media mengawal kasus ini sebagai bentuk pengawasan terhadap proses hukum yang sedang berjalan, khususnya pemeriksaan Sdr. Tri Yanto,” tegas LBH Bandung.
Baznas Jabar juga telah merespons kasus ini. Wakil Ketua IV Bidang SDM, Administrasi Umum dan Humas Baznas Jabar Achmad Faisal menegaskan bahwa hasil audit investigasi soal pengelolaan dana sebagaimana yang dituduhkan Tri Yanto telah dinyatakan tidak memiliki unsur korupsi.
“Hasil audit investigasi oleh Inspektorat Provinsi Jawa Barat dan BAZNAS RI menyatakan tidak ada bukti korupsi sebagaimana tuduhan Sdr. TY. Dengan demikian, klaim pelanggaran hak whistleblower tidak relevan, karena tidak ada tindakan pelaporan yang dilindungi. Pada kenyataanya, yang bersangkutan melakukan pelanggaran terhadap prosedur mengakses dokumen tanpa izin dan menyebarkannya ke berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab,” katanya.
Selain itu, Baznas Jabar kata Faisal, menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Pihaknya bahkan mempersilakan jika Tri Yanto ingin menempuh proses praperadilan jika memang merasa tidak terbukti atas kasus ini.
“Untuk proses hukum Sdr. TY di Polda Jabar, kami menghormati setiap proses yang berlaku dan memberikan kepercayaan penuh kepada Polda Jabar. Sdr TY juga tetap memiliki hak untuk membela diri dan membuktikan kalau memang tidak bersalah. Bahkan proses pra-peradilan pun bisa ditempuh dengan baik, daripada harus menyebarkan framing negatif yang tidak benar di berbagai media,” tandasnya.
infoJabar pun mendapatkan konfirmasi dari Tri Yanto secara langsung atas kasus yang menimpanya. Kini Tri berstatus tersangka. Polisi tidak menahannya.
Kepada infoJabar, Tri Yanto pun mengaku tak menyangka bisa ditetapkan sebagai tersangka. Secara garis besar, ia membantah telah menyebarkan dokumen milik Baznas Jabar seperti yang dituduhkan, karena sebetulnya hanya mengadukan dugaan kasus ini ke pihak pengawas di tempat bekasnya bekerja.
“Kami sih cukup prihatin dan sedih juga dengan status saat ini jadi tersangka. Enggak menyangka, karena kami niatnya sebenarnya baik membantu pemerintah, negara ini memberantas korupsi dan penyelewangan dana,” katanya.
“Kami tidak menyebarkan, kami memenuhi hak warga negara yang mengetahui ada dugaan penyelewengan dana masyarakat atau dana umat, disampaikan kepada pihak yang berwenang. Kami tidak sampaikan kemana-mana, kami hanya sampaikan kepada pihak berwenang dalam hal ini Inspektorat Jabar, pengawas Baznas RI dan aparat penegak hukum,” pungkasnya.