Olib semringah lantaran bakal segera bertolak ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Istimewanya lagi, ia menjalani rukun islam ke 5 itu bersama dengan istrinya, Wariah.
Pria lanjut usia asal Kampung Nyalindung, RT 01/02, Desa Girimukti, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB) itu berjuang keras supaya bisa berangkat ke Arab Saudi.
Di usianya yang menginjak 94 tahun, Olib menyisihkan uang sedikit demi sedikit dari hasil berjualan makanan tradisional khas Cililin, yakni kerupuk gurilem serta wajit. Di sela kesibukannya berjualan, tak jarang Olib juga terjun langsung menggarap sawah miliknya.
Olib bersama istrinya yang berusia 74 tahun, bakal berangkat ke tanah suci pada 27 Mei mendatang. Ia masuk ke dalam kelompok terbang (kloter) 54 yang berisikan calon jemaah haji asal Bandung Barat dan daerah lainnya atau kloter gabungan.
“Insyaallah sudah siap berangkat, perasaannya pasti senang karena bisa berangkat sama istri,” kata Olib saat ditemui di kediamannya, Jumat (9/5/2025).
Keinginan Olib untuk naik haji, sebetulnya baru muncul pada tahun 2019 silam. Saat itu, muncul niat secara tiba-tiba setelah melihat banyak tetangga dan kerabatnya yang sudah berhaji dan umroh. Olib tak perlu menunggu terlalu lama lantaran ia masuk kategori lansia prioritas.
Olib semestinya berangkat pada tahun 2023 lalu. Namun ia tak mau karena terpisah jadwal pemberangkatan dengan istrinya yang baru bisa berangkat pada tahun 2027 mendatang. Namun setelah berbagai upaya dilakukan, akhirnya Olib dan sang istri bisa berangkat bersama.
“Setelah itu minta anak buat mendaftarkan abah dan istri berangkat. Alhamdulillah bisa berangkat bareng istri,” kata Olib.
Olib mengatakan ia mengumpulkan uang sejak lama, namun saat itu belum terpikirkan untuk tujuan beribadah. Ia sendiri sudah berjualan dan bertani nyaris seumur hidupnya.
“Kalau berjualan itu dari abah masih muda, dari angkot itu cuma ada di daerah Cimareme. Jadi dari Cipongkor, abah jalan kaki lewat sawah, hutan, baru naik angkot dari Cimareme ke Bandung. Biasa berjualan itu di daerah Dago, Pasteur, terus jalan kaki sampai Cimareme lagi,” kata Olib.
Apa yang diceritakan Olib nampaknya buka isapan jempol belaka. Sebab perjuangan ayah dari 7 orang anak dan kakek dari 12 cucu itu punya telapak kaki yang lebar serta pundak yang agak bengkok hasil dari menggendong barang dagangan menggunakan tanggungan bambu.
“Dulu itu menginap dulu di Cililin, jadi enggal setiap hari pulang ke rumah. Menginap di rumah juragan (bos gurilem dan wajit), misalnya 5 hari baru pulang ke Cipongkor. Kalau sudah tua gini, paling nginap cuma 2 hari,” kata Olib.
Dalam sehari, ia bisa membawa uang antara Rp50 ribu sampai Rp100 ribu. Namun sebulan belakangan, ia dipaksa berhenti berjualan sebagai persiapan untuk berangkat ke tanah suci.
“Sebulan ini disuruh libur dulu, istri juga. Jadi fokus persiapan buat haji, rutin cek kesehatan juga,” kata Olib.
Olib tak muluk-muluk. Saat ditanya doa apa yang akan dipanjatkan di depan Ka’bah nanti, ia cuma menyebut minta diberikan kesehatan dan keberkahan dalam hidupnya.
“Doanya yang penting sehat,” kata Olib singkat.
Raut bahagia juga terpancar dari Dewi Yulianti (35), anak bungsu Olib dan Wariah. Ia mengaku terharu akhirnya kedua orangtuanya yang cuma berjualan wajit dan bertani, bisa berangkat ke tanah suci.
“Senang, terharu akhirnya emak sama abah bisa berangkat ke sana (tanah suci). Alhamdulillah rezekinya bisa berangkat bareng, soalnya kan harusnya terpisah,” kata Dewi.
Saat berangkat ke tanah suci pada 27 Mei nanti, ia sudah menyewa bus pariwisata berukuran besar untuk membawa sanak saudara mengantar kedua orangtuanya. Rencananya, mereka akan berangkat ke embarkasi Bekasi dari Pusdikkav, Padalarang.
“Insyaallah keluarga besar yang antar, langsung dari Cipongkor. Nanti rencananya pakai bus besar,” kata Dewi.