Asal-usul Tanjakan Baeud, Jalur yang Sering Bikin Pengendara Cemberut

Posted on

Tanjakan Baeud, yang terletak di Kecamatan Warungkiara, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, sudah lama dikenal sebagai jalur yang tak bisa diremehkan. Meskipun dari luar tampak biasa saja-tidak terlalu curam dan tidak terlalu panjang-tanjakan ini menyimpan beragam kisah yang membuatnya istimewa, dari mitos turun-temurun hingga tantangan nyata bagi para pengemudi.

Jalur ini kerap dilewati kendaraan dari arah Sukabumi menuju Palabuhanratu. Bagi banyak sopir, khususnya pengemudi truk bermuatan berat, tanjakan ini adalah ujian mental dan teknis. Medan yang tampak sederhana justru menyimpan potensi bahaya, seperti kendaraan mundur atau terguling jika rem tidak dalam kondisi prima.

“Bagi para sopir, terutama pengemudi truk bermuatan berat, Tanjakan Baeud adalah momok. Jalan ini tak hanya menguji kekuatan mesin kendaraan, tetapi juga mental pengemudinya,” kata Eli Nurnandi atau yang lebih dikenal sebagai Abah Keling, warga setempat sekaligus penutur cerita rakyat saat berbincang dengan infoJabar beberapa waktu lalu

“Kalau rem kendaraan kurang bagus, truk bisa mundur atau bahkan terguling. Sudah banyak kejadian,” tambahnya.

Tak heran jika banyak wajah pengemudi yang terlihat cemberut saat melintasi tanjakan ini. Hal inilah yang menjadi asal usul nama “Baeud”, yang dalam bahasa Sunda berarti cemberut. Sebuah penamaan yang begitu menggambarkan perasaan para sopir saat melawan medan tanjakan yang menyulitkan.

Namun, Tanjakan Baeud bukan hanya soal fisik jalan yang menantang. Ada juga kisah legenda lokal yang hidup dalam masyarakat setempat. Cerita tentang Raden Cipta Sakti, seorang pemuda sakti yang berasal dari kerajaan besar di Jawa dan menuntut ilmu di padepokan Gunung Bentang, menjadi kisah yang mewarnai aura mistis di lokasi ini.

Dalam legenda itu, Raden Cipta Sakti mengikuti sayembara di kerajaan utara dan berhasil menaklukkan raksasa sakti demi menikahi sang putri. Namun, di perjalanan pulang menuju padepokan, mereka melewati tanjakan yang kini dikenal sebagai Tanjakan Baeud, dan di sanalah cincin kawin sang putri terjatuh.

“Semua orang berusaha mencarinya, tetapi cincin itu tak kunjung ditemukan. Sang putri bersedih dan terus cemberut, meminta Rd. Cipta Sakti untuk mencari cincin tersebut hingga ketemu,” ujar Abah Keling.

Dikisahkan, Raden Cipta Sakti memanggil makhluk gaib untuk membantu pencarian. Hingga kini, masyarakat percaya bahwa jin-jin itu-berwujud belut putih dan kura-kura raksasa-masih mencari cincin tersebut di sekitar tanjakan. Mereka disebut-sebut berada di bawah pengawasan seorang kakek berjubah putih, penjelmaan sang guru dari padepokan.

Aura mistis Tanjakan Baeud kian kuat dengan adanya berbagai fenomena aneh. Dari tanah yang mendadak amblas beberapa sentimeter hingga suara-suara misterius yang terdengar di malam hari, seperti derap kereta kencana atau penampakan kakek tua di tengah jalan.

“Kalau sopir melintas malam-malam dan mendengar bunyi-bunyi aneh, pasti deg-degan,” ungkap seorang warga lokal.

Meski cerita mistis dan legenda rakyat terus diwariskan, realita medan Tanjakan Baeud tetap jadi tantangan serius. Jalur ini tetap vital untuk mobilitas kawasan, tetapi setiap pengendara diimbau memastikan kendaraan dalam kondisi prima sebelum melintasinya.

“Cerita tentang Raden Cipta Sakti mungkin hanya dongeng, tapi tanjakan ini nyata sulitnya,” pungkas Abah Keling dengan senyum penuh makna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *