Pelaksanaan Anugerah Gapura Pancawaluya 2025 yang digelar Dinas Pendidikan Jawa Barat pada 30 Desember 2025 mendapat kritik dari anggota DPRD Kabar dari Fraksi PKB, Maulana Yusuf Erwinsyah.
Ajang yang diklaim sebagai bentuk apresiasi bagi dunia pendidikan itu diikuti 2.596 sekolah dari berbagai jenjang, mulai dari SD, SMP, SMA, hingga SLB. Namun, sorotan tajam muncul setelah terungkap total anggaran hadiah yang mencapai Rp30 miliar dan bersumber dari APBD 2026.
Maulana menilai, pelaksanaan anugerah tersebut menimbulkan banyak tanda tanya. Ia menyebut proses penyelenggaraan hingga penggunaan anggaran terkesan tidak transparan dan sulit dipahami secara logis.
Salah satu faktornya yang janggal menurut Maulana ialah rentang waktu antara perumusan kebijakan Pancawaluya hingga pelaksanaannya terlalu singkat untuk dijadikan dasar pemberian penghargaan kepada sekolah.
“Kebijakannya baru kemarin dibahas, tapi sudah ada penghargaan. Surat Edaran Gubernur Nomor 45/PK.03.03/KESRA baru terbit 6 Mei 2025, lalu sosialisasi dan pembekalan tim pada 26 Agustus 2025, sosialisasi pendidikan Pancawaluya baru pada 10 Desember, dan penganugerahan dilakukan 30 Desember 2025,” jelas Maulana dalam keterangannya, Rabu (31/12/2025).
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
“Rentang waktunya sangat singkat, tiba-tiba Disdik menggelar acara dengan hadiah Rp30 miliar, ini janggal,” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan prioritas pelaksanaan kegiatan itu di tengah kondisi keuangan daerah yang terbatas. Menurutnya, sejumlah program strategis justru dihapus, sementara anggaran besar dialokasikan untuk kegiatan yang seremonial.
“Kami di DPRD tidak mengetahui secara jelas anggaran ini berasal dari pos mana. Gak elok juga anggaran 30 miliar diberikan buat penganugerahan, sementara BPMU sekolah swasta dihapus, hibah pesantren dihapus, anggaran guru honorer masih kecil. Hemat saya anggaran sebesar itu lebih baik digunakan untuk hal-hal yang urgent dan mendasar,” terangnya.
Selain itu, Maulana menilai pelibatan jenjang SD dan SMP dalam kegiatan tersebut menimbulkan persoalan kewenangan. Pasalnya, pengelolaan pendidikan dasar merupakan domain pemerintah kabupaten/kota, bukan pemerintah provinsi.
“Ini sudah keluar dari batas wilayah kerja Pemprov, karena melibatkan SD dan SMP. Padahal kewenangan provinsi itu SMA dan SLB,” ujarnya
Maulana menegaskan bahwa DPRD pada prinsipnya telah mendukung kebijakan Gubernur Jawa Barat terkait penguatan nilai-nilai Pancawaluya. Namun, ia menilai implementasinya harus tetap mengedepankan prinsip efisiensi, transparansi, dan keberpihakan pada kebutuhan dasar pendidikan.
“Saat pembahasan perencanaan, saya sudah oke dengan gagasan Pancawaluya itu, karena berorientasi pada nilai seperti cageur, bageur, bener, pinter, singger, tapi bukan dengan cara seperti ini. Di tengah semangat efisiensi anggaran, kegiatan dengan biaya fantastis harus benar-benar dipertanggungjawabkan,” pungkasnya.
