Andi Nurdin, Pengawal AH Nasution Meninggal di Sukabumi

Posted on

Kabar duka menyelimuti dunia sejarah dan perjuangan Indonesia. Andi Nurdin, sosok yang dikenal sebagai pengawal Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, meninggal dunia di Kota Sukabumi.

Andi wafat pada usia 93 tahun tahun, Sabtu (17/5/2025) di kediamannya di kawasan Jalan Pelda Suryanta, RT 01 RW 05, Kelurahan Nanggeleng, Kecamatan Citamiang, Kota Sukabumi, setelah sempat menjalani perawatan akibat kondisi kesehatannya yang menurun dalam beberapa waktu terakhir.

Andi Nurdin dikenal sebagai saksi hidup sejumlah peristiwa penting dalam sejarah bangsa, terutama peristiwa G30S/PKI, saat ia mendampingi Jenderal AH Nasution. Keberaniannya dan dedikasinya sebagai ajudan militer menjadikan namanya dikenang dalam catatan sejarah perjuangan TNI dan bangsa Indonesia.

Jenazah almarhum rencananya akan dimakamkan di TPU Kebonjengkol dengan prosesi penghormatan militer sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasanya bagi negara.

Pihak keluarga mengungkapkan duka mendalam atas kepergian sosok yang dikenal rendah hati, disiplin, dan penuh pengabdian ini. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, ia baru saja keluar dari rumah sakit.

“Jadi masuk rumah sakit itu dari Oktober tapi keluar masuk, satu minggu pulang. Beliau masuk rumah sakit itu sudah tiga kali di Secapa dan tiga kali di Bunut. Yang kedua itu masuk ICU karena jantungnya ada pembengkakan. Awalnya paru-paru, terakhir tekanan jantung dan kaki bengkak,” kata Andi Nurrohmah selaku anak almarhum saat ditemui infoJabar di rumah duka, Sabtu (17/5/2025) malam.

Dia mengungkapkan bahwa ayahnya dikenal sebagai sosok yang tegas dan disiplin. Sebagai anak satu-satunya, Nurrohmah diajarkan mengenai keberanian dan pentingnya pendidikan hingga ia menuntaskan sekolahnya hingga ke tingkat doktoral.

“Kalau bapak itu sebetulnya orang yang tegas, disiplin. saya juga anak perempuan tapi dilatih seperti anak laki-laki. Jadi ada istilah dari kecil itu kalau saya berkelahi dengan anak laki-laki lawan jangan kau menangis. Satu prinsip bapak itu menanamkan kedisiplinan kepada saya dan Alhamdulillah saya bisa selesai sekolah saya sampai S3,” ujarnya.

Dosen yang kini telah pensiun dari pengabdiannya di Makassar itu menyampaikan rasa syukurnya bisa merawat sang ayah di masa tua. “Bapak orangnya disiplin. Dia tidak pernah minum kopi, nggak pernah juga minum teh, cuma air putih. Nggak suka jajan. Kalau jalan kemana-mana itu dia tidak jajan. Pulang ke rumah baru makan,” ucapnya.

Karier Andi Nurdin di dunia militer malang melintang. Sebelum menjadi ajudan Jenderal AH Nasution, Andi ditugaskan ke Riau pascaperistiwa G30S/PKI pada 1965. Saat itu ia merupakan bagian intelijen di Batalyon Infanteri 310/Kidang Kencana Kodam Siliwangi.

Kemudian, Andi Nurdin ditugaskan menyusup ke Malaysia saat konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia. Andi selamat dari sergapan pasukan Malaysia, sedangkan Usman dan Harun tertangkap dan dihukum mati.

“Sudah pulang dari sana jadi ajudannya Pak Nas (AH Nasution) waktu Pak Nas menjadi Ketua MPRS. Jadi sidang MPRS pertama, bapak yang kawal. Jadi selama itu dia tinggal di Senayan,” kata Nurrohmah.

Ia terus berpindah-pindah sesuai kebutuhan tugas-ke Padang, Pontianak, dan wilayah lain yang dianggap rawan gerakan separatis. Terakhir, ia menjabat sebagai Asisten di bawah pimpinan Jenderal Yogie Suardi Memet, hingga pensiun saat anak perempuannya memulai kuliah S1 di UPI tahun 1978.

“Waktu bapak pensiun, saya masuk S1. Saya angkatan 78 di UPI, usia 18 tahun. Waktu bapak ajudan saya masih kecil, sering ditinggal. Jadi saya itu besar, saat tua lah kumpul sama bapak. Alhamdulillah masih bisa merawat sebelum bapak tutup usia,” pungkasnya.