Kekecewaan kini sedang dirasakan keluarga mendiang Dini Sera Afrianti. Itu terjadi setelah pembunuh wanita asal Sukabumi, Gregorius Ronald Tannur, yang kini jadi terpidana di Lapas Salemba Jakarta, malah mendapatkan remisi tepat pada HUT Kemerdekaan ke-80 Indonesia.
Suara kekecewaan itu pun dilontarkan bukan tanpa alasan. Sebab saat kasus pembunuhan itu terbongkar, ulah Ronald Tannur acap menuai sorotan setelah sempat dibebaskan di kasus pembunuhan, hingga akhirnya dijebloskan kembali ke dalam tahanan.
Sebagai pengingat, Ronald Tannur sempat divonis bebas oleh PN Surabaya. Namun belakangan, vonis bebas itu dianulir lewat putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) dan tiga hakim yang mengadili kasusnya ditahan usai terbukti menerima suap.
Tepat pada 22 Oktober 2024, MA menganulir vonis bebas Ronald Tannur dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara. Hakim saat itu menyatakan Ronald Tannur terbukti melakukan penganiayaan hingga menyebabkan Dini Sera meninggal dunia.
Selanjutnya, pada 27 Oktober 2024, Kejati Jawa Timur dan Kejari Surabaya mengeksekusi Ronald Tannur ke tahanan. Namun belum setahun, Ronald malah mendapatkan remisi usai dicap berkelakuan baik, mengikuti program pembinaan dengan predikat baik, hingga dinilai menurunnya potensi resiko.
Tak ayal, pemberian remisi ini pun mendatangkan kekecewaan. Pihak keluarga korban mengaku tidak kaget, bahkan sudah menduga hal itu akan terjadi karena menilai hukum di Indonesia sangat mudah dipermainkan.
“Jujur saya nggak terlalu kaget soal remisi. Bahkan saya sudah mengira tersangka sudah dibebaskan sejak lama atau bahkan baik-baik saja walaupun sudah ditangkap kembali. Kita nggak pernah tahu kan di dalam prosesnya seperti apa,” ujar Alfika Rahma kepada infoJabar, Senin (18/8/2025).
Pernyataan menohok pun Fika lontarkan. Ia menyebut, pemberian remisi kepada Ronald semakin menunjukkan bobroknya hukum di Indonesia. “Sudah jelas kalau hukum di negara ini bobrok. Semua bisa dijual beli dengan mudah. Semua bisa diatur dengan uang. Bahkan nyawa kakak saya pun tidak ada artinya,” sambungnya.
Hampir dua tahun menunggu keadilan, Fika dan keluarga mengaku kesulitan memperjuangkan kasus ini hanya karena keluarganya berasal dari kalangan sederhana. Apalagi, sudah hampir dua tahun, keluarga tak pernah mendapat keadilan dari kasus yang mereka perjuangkan.
“Jangan tanya saya kecewa atau tidak. Saya bukan hanya kecewa pada hukumnya tapi juga pada negaranya. Di mana letak keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia? Jauh banget dari kata merdeka. Bobrok!,” tegasnya.
“Percuma berharap, ini udah kedua kalinya dia dapat keringanan. Entah apa yang ada di pikiran mereka sampai uang bisa mengubah aturan dan hukum,” ungkapnya menambahkan.
Meski begitu, ia mengaku tetap menghargai upaya pengacara yang terus berjuang dengan bukti yang ada. Namun lagi-lagi, Fika menilai semuanya sia-sia ketika uang lebih berkuasa.
“Pengacara saya sudah berusaha bekerja keras sebisa mungkin dengan bukti-bukti yang ada, tapi kalau uang yang berbicara kita bisa apa? Sulit,” tutupnya.
Pengacara keluarga Dini, Dimas Yemahura juga menyampaikan keprihatinannya. Menurutnya, tak adil jika Ronald sudah mendapatkan pengurangan masa pidana setelah melalui drama yang panjang.
“Kalau saya pribadi sebagai kuasa hukum keluarga Dini merasa prihatin dengan remisi tersebut, mengingat bagaimana hukum di Indonesia dilecehkan oleh perbuatannya, terlebih kalau dia dapat remisi, sekarang saja keluarga tidak mendapat restitusi apalagi keadilan? Apakah ini namanya negara hukum,” kata Dimas.
Dimas menyebut hingga saat ini pihak keluarga tidak menerima restitusi sedikitpun atas kasus yang mengakibatkan tewasnya Dini. “Keluarga tidak sama sekali dapat restitusi hingga saat ini. Bayangkan seorang buruh tani yang mencari keadilan untuk anaknya di negara hukum, harus diperlakukan demikian,” ujar Dimas.
Ia pun mempertanyakan remisi yang diberikan kepada Ronald, sementara pihak keluarga korban hingga saat ini masih belum mendapatkan keadilan. “Apakah ini yang dinamakan negara merdeka kalau seorang pembunuh diremisi dan yang dibunuh dibiarkan nasibnya. Apakah ini namanya negara hukum?,” pungkasnya.