Tangis Isop (55) pecah di ruang tamu rumah sederhana itu. Kedua tangannya gemetar saat memegang foto sang adik, Lanti (46) yang sejak 2019 merantau ke luar negeri demi menghidupi anak semata wayangnya. Air mata Isop tak terbendung ketika mengenang komunikasi terakhir dengan adiknya yang kini terbaring sakit parah di Shanghai, China.
“Dulu dia sempat mengabari ke ibu, katanya sakit ada benjolan di perut. Awalnya kecil belum besar. Ibu bilang sudah pulang saja. Tapi dia jawab belum ada uangnya, mau pulang gimana,” kata Isop dengan suara bergetar saat ditemui infoJabar di rumahnya, Jalan Pemuda, Gang Sumberjaya, Kelurahan Citamiang, Kecamatan Citamiang, Kota Sukabumi, Minggu (14/12/2025).
Menurut Isop, adiknya terus bekerja meski kondisi tubuhnya makin menurun. Ia sempat bercerita hanya diminta mencuci baju dan mengerjakan pekerjaan ringan beberapa warga China. Namun sejak Juli 2025, kondisi tubuh Lanti semakin parah.
“Terakhir dia bilang perutnya membesar dan sakit. Katanya mau pulang, tapi kalau pulang harus bikin surat-surat dan katanya butuh uang Rp50 juta. Dia bilang, ‘aku uang dari mana, teteh’,” ujarnya menirukan perkataan sang adik.
Sejak itu, kabar yang datang hanya keluhan sakit. Hingga akhirnya keluarga menerima video call yang memperlihatkan kondisi korban memburuk. “Sudah bengkak semua badannya. Tiduran, tidak bisa apa-apa,” ucap Isop sambil mengusap air mata.
Korban diketahui berangkat ke luar negeri sejak 2019. Awalnya ia berpamitan hendak bekerja ke Hong Kong. Namun di tengah proses, korban disebut menggunakan visa turis yang diberikan seseorang dan akhirnya bekerja di China, tepatnya di Shanghai. “Katanya mau ke Hong Kong, tiba-tiba malah ke China. Katanya kalau ke Hong Kong lama prosesnya lalu ada yang menawarkan visa turis ke China,” kata dia.
“Alasannya ekonomi. Dia punya anak satu, mau membiayai sekolah anaknya. Di sini kan terbatas (pekerjaan). Sebelumnya sudah menikah tapi suaminya sudah meninggal,” sambungnya.
Meski jauh, korban disebut rutin mengirim uang untuk anaknya yang kini duduk di kelas 2 SMA di Depok. Anak tersebut merupakan santri tahfidz Al-Qur’an. “Alhamdulillah, buat anaknya dia suka mengirim,” katanya.
Dari keterangan keluarga, korban didiagnosis menderita komplikasi penyakit jantung, TBC, dan pembengkakan perut. Kondisi itu semakin parah dalam beberapa bulan terakhir.
Isop mengatakan, Lanti adalah anak bungsu dari lima bersaudara dan paling dekat dengan sang ibu. Kini harapan keluarga hanya satu, korban bisa segera dipulangkan. “Harapan ibu hanya satu, ada yang bisa memulangkan dia secepatnya. Ibu sudah lama tidak ketemu. Berangkatnya anaknya masih kecil, sekarang sudah besar,” ungkapnya.
Bahkan, korban disebut belum pernah bertemu langsung dengan anaknya karena sang anak tinggal di pesantren. “Waktu ibu saya masih hidup, beliau menitipkan adik dan anaknya ke saya,” ucap Isop lirih.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Sukabumi, Endang Toib mengatakan, pihaknya bergerak cepat setelah menerima laporan dari masyarakat. “Kita cepat tanggap begitu ada laporan, baik melalui RT, RW, kelurahan, camat, maupun media sosial. Kita langsung koordinasi dengan keluarga,” kata Endang.
Pemerintah daerah, kata Endang, juga tengah berkoordinasi dengan BP2MI untuk penanganan korban di China dan proses pemulangan. “Insyaallah akan segera ditindaklanjuti dengan mengajukan permohonan penanganan atas nama Ibu Lanti di negara China,” ujarnya.
Terkait dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), Endang menyebut kasus ini masih didalami. “Belum bisa dipastikan TPPO atau bukan. Masih kita kaji,” ucapnya.
Endang menambahkan, proses pemulangan PMI biasanya memakan waktu sekitar dua pekan, bergantung pada kejelasan identitas dan alamat korban di negara tujuan. “Mudah-mudahan secepatnya bisa dipulangkan. Kita bersama KBRI, imigrasi, dan aparat setempat akan menjemput langsung. Semua pihak bekerja sama,” pungkasnya.







