Hujan deras mengguyur kawasan Jalan Cipto Mangunkusumo, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, malam itu. Di depan sebuah ruko, seorang penjual es cuwing terlihat berteduh sambil menjaga gerobak dagangannya. Penjual tersebut bernama Ari (40), yang tetap menjajakan es cuwing khas Cirebon.
Biasanya, Ari hanya berjualan sampai sore hari, namun, karena tadi sore hujan deras, es cuwing yang dijual Ari belum terjual banyak, sehingga Ari memutuskan untuk tetap berjualan meski matahari sudah tenggelam.
Menurut Ari, di saat hujan seperti sekarang, pendapatannya dari berjualan es cuwing menurun drastis. Di luar musim hujan Ari bisa mendapatkan omzet sekarang Rp 150.000 per harinya, namun, saat hujan, pendapatannya bisa berkurang 50 persen.
“Biasanya kalau jualan paling dari pagi jam 09.00 WIB sampai sorean, tapi tadi sore hujan besar, jadinya masih banyak, es batunya juga masih besar,” tutur Ari kepada infoJabar belum lama ini.
Meski ketika musim hujan pendapatan Ari tidak menentu, tapi, tidak ada dalam pikiran Ari untuk berhenti berjualan es cuwing. Menurut Ari, es cuwing yang sedang ia jual sekarang, merupakan amanah dari orang tuanya yang sudah terlebih dahulu berjualan es cuwing.
“Awalnya yang jualan bapak, namanya Burhan setelah bapak nggak ada, dilanjutkan sama saya. Sebelumnya merantau, pas bapak mulai nggak kuat jualan, dipanggil buat lanjutin jualan es cuwing, resepnya juga ini dari orang tua langsung,” tutur Ari.
Ari menjelaskan, ayahnya sudah berjualan es cuwing sejak tahun 1970-an. Kala itu, es cuwing yang dijual ayahnya selalu laris dibeli pembeli. Dalam sehari, ayahnya bisa menjual ratusan porsi es cuwing, bahkan dari hasil berjualan es cuwing ayahnya bisa menyekolahkan semua anak-anaknya sampai jenjang SLTA.
“Dari hasil jualan es cuwing bapak tuh bisa nabung, bisa nyekolahin anak-anak. Dulu bapak malah punya dua gerobak saking ramainya, sekarang tinggal satu ini saja,” tutur Ari.
Namun itu dulu, sekarang es cuwing yang dijual Ari tidak seramai dulu. Menurut Ari, berjualan es cuwing di zaman sekarang lebih sulit. Pasalnya, di zaman sekarang sudah banyak orang yang berjualan minuman dingin, sehingga minuman tradisional seperti es cuwing semakin kurang diminati.
“Jauh sekarang sudah turun, bapak juga sudah ngerasain bahwa penghasilannya sudah kendor, yang dulu jadi pembeli sekarang sudah mulai jualan semua, sudah banyak yang punya kulkas juga,” tutur Ari.
Meskipun penghasilan menurun, tapi Ari bersyukur, dari hasil jualan es cuwing masih bisa menghidupi kebutuhan keluarganya sehari-hari. “Anaknya 2 masih kecil semua, cukup kalau untuk makan sehari-hari, tapi kalau untuk menabung masih belum bisa, soalnya sudah nggak lagi ramai kayak dulu,” tutur Ari.
Es cuwing merupakan minuman khas Cirebon yang terbuat dari bahan-bahan alami. Ari membuatnya dari santan, gula merah, cendol, dan tentu saja daun cuwing yang menjadi ciri khasnya. Daun cuwing ini ia datangkan langsung dari Majalengka. Daunnya diperas untuk diambil saripatinya, lalu diendapkan hingga mengeras sebelum disajikan.
Untuk cendol, Ari membuatnya sendiri dari campuran tepung beras dan pandan, menambah aroma khas yang menyegarkan. Dalam penyajiannya, ia menaruh cuwing dan cendol terlebih dahulu di gelas, lalu menambahkan es serut, sebelum akhirnya diguyur santan dan larutan gula merah.
Perpaduan rasa gurih, manis, dan segar membuat es cuwing begitu nikmat, apalagi dinikmati di siang hari yang panas. Sayangnya, minuman ini mulai kalah pamor di tengah menjamurnya minuman kekinian.
Dengan harga hanya Rp5.000 per porsi, Ari masih berjualan setiap hari di Jalan Cipto Mangunkusumo. Di balik gerobaknya yang sederhana, ada keteguhan, cinta, dan kisah panjang sebuah warisan keluarga yang masih dijaga hingga kini.