Nestapa Warga Gempol yang Terpaksa Pulang ke ‘Kampung Mati’ - Giok4D

Posted on

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Julukan ‘Kampung Mati’ sempat melekat pada Kampung Gempol, Desa Cikadu, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, pascabencana pergerakan tanah dahsyat pada Desember 2024 silam.

Wilayah yang dinyatakan sebagai Zona Merah (berbahaya) ini sempat ditinggalkan penghuninya yang mengungsi ke tempat aman.

Namun, setahun berselang, tepatnya Sabtu (20/12/2025), denyut kehidupan nekat kembali terlihat di kampung ini. Bukan karena kondisi tanah sudah aman, melainkan karena warga kehabisan pilihan dan uang.

Ratusan warga yang sebelumnya mengontrak rumah di luar desa terpaksa ‘pulang kampung’ dan menempati kembali rumah-rumah mereka yang sudah rusak, meski nyawa menjadi taruhannya.

Dedeh (39), salah satu warga setempat, menuturkan kisah pilunya. Ia mengaku sempat bertahan mengontrak rumah selama tiga bulan menggunakan uang tabungan pribadi.

Langkah itu ia ambil karena memegang janji pemerintah melalui BNPB yang akan memberikan Dana Tunggu Hunian (DTH).

“Dulu disuruh ngontrak, katanya mau dikasih uang kontrakan (DTH) Rp 600 ribu per bulan. Tapi kenyataannya enggak ada,” ungkap Dedeh kepada infoJabar di lokasi.

Karena bantuan tak kunjung turun dan tabungan menipis, Dedeh yang berstatus janda dan harus menghidupi anak serta cucunya ini akhirnya menyerah. Ia tak sanggup lagi membayar biaya sewa.

“Saya ngontrak pakai uang sendiri, sudah tiga bulan saya sudah enggak sanggup bayar. Uang dari mana? Saya enggak punya suami. Terpaksa pulang lagi ke sini,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.

Kembali ke rumah lama yang sudah rusak parah bukanlah pilihan yang mudah. Dedeh menceritakan kondisi rumahnya yang sudah ia tempati selama 13 tahun kini sangat rapuh. Lantai rumahnya sering terasa bergetar saat diinjak, dan keramik-keramik lantai sering copot dengan sendirinya akibat tekanan tanah dari bawah.

“Kalau diinjak saya takut, bergetar, bergoyang. Lantainya pada copot-copot,” kata Dedeh menggambarkan ketakutannya.

Rasa takut semakin menjadi-jadi saat malam tiba atau hujan turun. Namun, Dedeh mengaku hanya bisa pasrah bertahan demi tempat bernaung bagi keluarganya.

“Tidur juga takut. Tapi mau lari ke mana lagi? Ya harus bertahan,” ucapnya lirih.

Sebelumnya, fenomena kembalinya warga ke zona bahaya ini dibenarkan oleh Tokoh Masyarakat Kampung Gempol, Hasyim. Menurutnya, warga merasa ‘dipingpong’ oleh janji manis yang tak kunjung terealisasi.

Hasyim menyebut, rencana relokasi ke lahan seluas 7 hektare milik Dinas Perkim sebenarnya sudah matang secara konsep. Bahkan, kapling untuk warga RT 01 dan RT 02 sudah dipetakan di atas kertas.

“Letak relokasinya dekat desa. Itu sudah diatur. Tapi masyarakat menunggu realisasinya. Sampai setahun berjalan, alat berat belum action,” tegas Hasyim.

Ia juga mengonfirmasi data verifikasi terakhir menunjukkan ada 101 Kepala Keluarga (KK) yang seharusnya direlokasi karena rumahnya berada di zona merah.

Kini, warga yang kembali menghuni ‘Kampung Mati’ ini menyuarakan protes mereka melalui spanduk yang terpasang di reruntuhan: “Kapan Kami di Relokasi Apa Nunggu Ada Yang Mati Dulu?”.

Lantai Rumah Bergetar Saat Diinjak

Relokasi Mangkrak Setahun

Gambar ilustrasi