Freemasonry merupakan organisasi sosial yang berkembang di Eropa sejak abad ke-17 hingga ke-18. Di Hindia Belanda, Freemasonry hadir sebagai perkumpulan sosial kaum Eropa terdidik. Organisasi ini banyak dibahas di wilayah Eropa. Namun, ternyata Freemasonry juga memiliki jejak di Jawa Barat.
Sejarah singkat Freemasonry dimulai dari persaudaraan yang muncul dari tradisi loji tukang batu (stonemasons). Namun seiring waktu, Freemasonry berkembang menjadi organisasi spekulatif dengan ritual, simbol, dan nilai moral yang dipelajari melalui tingkatan inisiasi. Freemasonry bersifat ritualistik dan memiliki jaringan sosial yang kuat.
Freemasonry di Asia Tenggara, terutama di Indonesia, tersebar melalui penjajah kolonial Belanda. Banyak elit Eropa yang tergabung dalam Freemasonry dan mendirikan organisasi tersebut di Asia Tenggara. Di Indonesia, loji Freemasonry tercatat di beberapa daerah seperti Batavia (Jakarta), Semarang, Surabaya, Sukabumi, dan di Bandung.
Melansir CNN Indonesia, salah satu loji di Kota Bandung ialah Sint Jan. Loji ini merupakan salah satu loji Freemasonry terbesar di Hindia Belanda. Sebagai loji yang aktif, Sint Jan terletak di Jalan Wastukencana. Loji ini banyak menggelar aktivitas sosial, bahkan Loji Sint Jan memiliki beberapa perkumpulan yang mereka kelola seperti Pro Juventute. Perkumpulan ini berfokus mendidik anak-anak. Loji Sint Jan sendiri berdiri pada tahun 1896 sebagai loji ke-13 di Bandung.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Loji Sint Jan juga mendirikan perpustakaan pada tahun 1891 dengan nama De Openbare Bibliotheek van Bandoeng di Gedung Kweekschool atau sekolah guru, kini area ini menjadi Polrestabes Bandung. Loji Sint Jan mengembangkan pendidikan dan aktivitas sosial. Bahkan, Freemasonry di Bandung memiliki peran dalam perkembangan pendidikan teknis dan pendirian institusi seperti ITB.
Loji Sint Jan mendirikan sekolah-sekolah yang bersifat umum dan netral untuk mengimbangi banyaknya sekolah Kristen dan Katolik yang sering kali bersifat eksklusif, diisi bangsawan dan anak-anak Eropa.
Simbol Freemasonry terbilang kuat dan kontroversial. Hal ini dikarenakan simbol Freemasonry selalu dikaitkan masyarakat dengan pemujaan setan. Gedung Loji Sint Jan memiliki gaya arsitektur bergaya Eropa. Beberapa sumber mencatat, Freemasonry di Jawa Barat menempati gedung pemerintahan Belanda.
Informasi mengenai keanggotaan Freemasonry di Jawa Barat sulit didapatkan karena aksesnya tertutup. Diketahui beberapa tokoh penting di Jawa Barat punya relasi dengan Freemasonry. Meskipun tidak secara resmi bergabung, tetapi mereka memiliki kedekatan secara ideologis dan sosial.
Contohnya R.A.A. Wiranatakusumah V. Ia merupakan elit Sunda pada masa Belanda dan memiliki pandangan modernisasi. Lahir pada 1888, Wiranatakusumah memiliki nama lengkap Raden Adipati Aria Wiranatakusumah V. Jabatan penting yang pernah Wiranatakusumah emban ialah Bupati Bandung dan Wali Negara Pasundan (1948-1950). Latar belakang sosial dan pendidikannya terbilang mapan. Ia mengenyam pendidikan Barat yang langka dan fasih berbahasa Belanda. Karena latar pendidikannya tersebut, ia terbiasa berinteraksi dengan pejabat Eropa, akademisi, dan kalangan intelektual.
Ada beberapa alasan utama mengapa tokoh dan elit Jawa Barat dapat bergabung atau punya kedekatan dengan Freemasonry. Pengaruh pendidikan barat menyebabkan beberapa tokoh elit Jawa Barat mendapatkan doktrin Theosofi. Selain itu, sebagian tokoh elit memiliki minat terhadap modernisasi, filsafat, dan etika universal, membuat beberapa orang berpendidikan di Jawa Barat punya relasi secara ideologi dan sosial meskipun tidak terhubung secara resmi sebagai keanggotaan Freemasonry.
Jejak aktivitas Freemasonry berakhir pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Karena Jepang bersekutu dengan Jerman yang memusuhi Yahudi dan Freemason, Penjajah Jepang kemudian memburu mereka yang berkaitan dengan Yahudi dan Freemason. Setelah Jepang pergi, sempat ada rencana untuk mengaktifkan kembali, tetapi tidak berlangsung lama. Soekarno memerintahkan pelarangan keberadaan Freemasonry, bahkan ia memerintahkan Gedung Loji Sint Jan dibongkar.
Freemasonry Loji Sint Jan sebagai organisasi sosial pernah distigmatisasi negatif. Karena pertemuan Freemasonry sering kali cenderung tertutup dan gaya arsitektur dengan gedung yang besar tetapi jendela kecil membuatnya cenderung eksklusif. Di samping stigma negatif, warga sekitar sulit menyebut Loji Sint Jan sehingga timbul istilah gedung setan.
Sebagai perkumpulan sosial, Freemasonry meninggalkan banyak jejak dari segi bangunan, sosial, serta pendidikan. Freemasonry didominasi kaum terdidik di Indonesia. Hanya sedikit sumber yang menyebut adanya anggota loji dari kalangan warga biasa.
Terlepas dari peran Freemasonry di bidang sosial dan pendidikan, organisasi ini menyimpan begitu banyak rahasia yang belum terungkap karena aktivitas internalnya sangat tertutup.







