Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Sukabumi bergerak cepat menindaklanjuti viralnya protes warga terkait pembangunan penginapan jenis glamping (glamorous camping) yang diduga milik investor asing asal Korea di Pantai Citepus, Palabuhanratu.
Dari hasil peninjauan lapangan pada Senin (8/12/2025), petugas menemukan sejumlah pelanggaran fatal. Mulai dari tidak adanya izin (legalitas), penyerobotan sempadan pantai, hingga perubahan fungsi fasilitas umum berupa jogging track.
Berdasarkan dokumen laporan hasil monitoring Satpol PP yang diterima infoJabar, tim yang dipimpin oleh Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah (Gakperda) Ujang Soleh Suryaman menemukan fakta bahwa di lokasi eks Rumah Makan Saridona tersebut telah berdiri 10 unit tenda ‘Glamping Lotus’.
Salah satu temuan paling mencolok dalam laporan tersebut adalah adanya aktivitas pemagaran area maritim yang menjorok ke arah pantai.
“Di lokasi maritim pantai terdapat pemagaran yang menjorok ke arah pantai dengan luas panjang kurang lebih 100 meter dan lebar 8 meter,” tulis Ujang Soleh Suryaman dalam laporan tertulisnya.
Selain itu, Satpol PP juga mengonfirmasi keluhan warga terkait hilangnya akses jalan umum. Dalam poin laporannya, Satpol PP menyatakan bahwa area jogging track sebagian sudah dirubah fungsinya akibat aktivitas pembangunan tersebut.
Dalam laporan bernomor 300.1.2.1/2661/Gakperda-2025 tersebut, Ujang Soleh Suryaman menegaskan bahwa secara administrasi, pembangunan tersebut ilegal.
“Legalitas kegiatan pemagaran dan tenda Glamping Lotus belum ada izin,” tegas Ujang.
Atas temuan tersebut, Satpol PP mengeluarkan rekomendasi tegas. Pihak pemilik atau pengusaha diperintahkan untuk menghentikan seluruh aktivitas operasional tenda glamping beserta sarana pendukungnya.
“Agar pemilik/pengusaha untuk segera membongkar secara mandiri kegiatan tenda Glamping Lotus dan mengembalikan posisi jogging track,” bunyi rekomendasi tindakan dalam laporan tersebut.
Satpol PP juga merekomendasikan rapat koordinasi lintas sektor untuk membahas aspek legalitas lebih lanjut demi menjaga kondusifitas dan ketertiban umum di wilayah tersebut.
Diketahui temuan ini selaras dengan hasil inspeksi mendadak (sidak) Kepala Desa Citepus, Koswara, di lokasi yang sama. Saat mengecek batas tanah dengan tetangga sebelah, Koswara menunjukkan bahwa pagar pembatas yang dibangun pengelola posisinya menyerong dan memakan jalan.
“Batasnya ini, milik Pak Joko. Ini batasnya lurus (seharusnya) berdasarkan peta dari sertifikatnya itu. Bukan seperti menyerong,” kata Koswara sambil menunjuk area yang seharusnya menjadi jogging track.
Koswara juga menyebut lahan seluas kurang lebih 4 ribu meter persegi yang kini dikuasai investor tersebut dibeli secara bertahap dari warga lokal.
Pagar Menjorok ke Pantai dan Jogging Track Berubah
Dalam laporan bernomor 300.1.2.1/2661/Gakperda-2025 tersebut, Ujang Soleh Suryaman menegaskan bahwa secara administrasi, pembangunan tersebut ilegal.
“Legalitas kegiatan pemagaran dan tenda Glamping Lotus belum ada izin,” tegas Ujang.
Atas temuan tersebut, Satpol PP mengeluarkan rekomendasi tegas. Pihak pemilik atau pengusaha diperintahkan untuk menghentikan seluruh aktivitas operasional tenda glamping beserta sarana pendukungnya.
“Agar pemilik/pengusaha untuk segera membongkar secara mandiri kegiatan tenda Glamping Lotus dan mengembalikan posisi jogging track,” bunyi rekomendasi tindakan dalam laporan tersebut.
Satpol PP juga merekomendasikan rapat koordinasi lintas sektor untuk membahas aspek legalitas lebih lanjut demi menjaga kondusifitas dan ketertiban umum di wilayah tersebut.
Diketahui temuan ini selaras dengan hasil inspeksi mendadak (sidak) Kepala Desa Citepus, Koswara, di lokasi yang sama. Saat mengecek batas tanah dengan tetangga sebelah, Koswara menunjukkan bahwa pagar pembatas yang dibangun pengelola posisinya menyerong dan memakan jalan.
“Batasnya ini, milik Pak Joko. Ini batasnya lurus (seharusnya) berdasarkan peta dari sertifikatnya itu. Bukan seperti menyerong,” kata Koswara sambil menunjuk area yang seharusnya menjadi jogging track.
Koswara juga menyebut lahan seluas kurang lebih 4 ribu meter persegi yang kini dikuasai investor tersebut dibeli secara bertahap dari warga lokal.







