Kisah memilukan pernah dialami seorang guru honorer di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat pada 2012 silam. Guru bernama Aop Saopudin dijebloskan ke penjara oleh orang tua murid gegara melakukan razia rambut di sekolah.
Hal itu terjadi pada Senin, 19 Maret 2012 di SDN Penjalin Kidul V, Majalengka. Hari itu, usai upacara bendera dan menjelang Ujian Tengah Semester (UTS) serta Ujian Akhir Semester (UAS), para guru melakukan razia kedisiplinan, termasuk menertibkan rambut siswa yang dinilai gondrong.
Aop, yang saat itu berusia 31 tahun, menyisir kelas III dan menemukan empat siswa, AN, M, MR, dan THS berambut gondrong. Sesuai aturan sekolah, rambut siswa harus rapi. Ia kemudian melakukan tindakan disiplin dengan mencukur rambut mereka, termasuk THS.
“Para guru juga telah mengingatkan siswa yang tidak patuh pada imbauan tersebut akan menerima konsekuensi ‘dirapikan’ oleh guru yang mengajar di kelas,” ujar Aop dalam arsip pemberitaan infocom, Kamis 21 Juni 2012.
Namun, tindakan disiplin itu menjadi awal rentetan panjang kriminalisasi. Sepulang sekolah, THS mengadu kepada orang tuanya, Iwan Himawan. Merasa tak terima, Iwan marah dan mendatangi sekolah.
Setibanya di sekolah, Iwan melampiaskan emosinya. Ia memukul Aop bahkan mencukur balik rambut sang guru. “Saya dipukul ayahnya dan rambut saya dicukur,” cerita Aop.
Tak hanya mencukur rambut guru itu sebagai balasan, Iwan juga mempolisikan Aop dengan tuduhan diskriminasi terhadap anak dan perbuatan tidak menyenangkan.
Aop pun melapor balik, sehingga kedua belah pihak bergulir ke ranah hukum. Namun kemudian, baik Aop dan Iwan ditetapkan sebagai tersangka. Aop didakwa melakukan perbuatan tak menyenangkan, sementara Iwan dijerat pasal penganiayaan.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
“Orang tua siswa tersebut sudah dijadikan tersangka dengan pasal penganiayaan. Tapi saya juga dijadikan tersangka juga. Saya ini tidak memarahi, saya tidak menyalahi aturan. Saya hanya menegakkan disiplin. Tapi malah dijadikan tersangka,” ujar Aop.
“Iya saya sekarang jadi tersangka dengan pasal perbuatan tidak menyenangkan,” imbuhnya.
Berdasarkan dakwaan yang dikutip infocom dari website Mahkamah Agung, Iwan bersama teman-temannya sempat mendatangi rumah Kepala Sekolah, Ayip Rosidi. Sesampainya di rumah tersebut, Iwan tidak mendapati Ayip dan pulang.
Di jalan, Iwan bertemu dengan Ayip dan Iwan lalu menanyakan razia rambut gondrong yang berakhir dengan pemotongan rambut anaknya. Jawaban Ayip tidak memuaskan sehingga Iwan mencari Aop.
Setelah Iwan menemukan Aop, ia langsung mengangkat kerah baju Aop dan mendorong tubuh Aop ke belakang. “Kamu hanya sekedar guru honor. Mau mengandalkan apa? Apa perlu saya membawa massa?” hardik Iwan ke Aop.
Keributan ini dilerai teman Aop dan Iwan akhirnya pulang. Tapi sore harinya, Saat Aop pulang sekolah, Iwan telah menunggu Aop. Lalu Iwan memukul kepala Aop yang dibungkus helm. Iwan lalu memaksa Aop kembali ke SD. Sesampainya di SD, Iwan kembali mengintimdasi Aop disaksikan rekan-rekannya.
“Kamu harus tahu siapa saya. Saya habisi kamu! Saya minta rambut kamu untuk dicukur!” kata Iwan dengan lantang.
Secepat kilat, Iwan mengeluarkan gunting dan menggunting rambut Aop di atas telinga kanan dan kiri. Setelah itu, Iwan dan teman-temannya meninggalkan SD tersebut.
Kejadian ini menjadi sorotan masyarakat Majalengka. Gelombang solidaritas muncul, termasuk ratusan pelajar SMA Negeri 2 Majalengka yang menggelar aksi dukungan pada 29 Oktober 2012.
Beberapa tokoh daerah turut angkat suara. Ketua DPRD Majalengka, Surahman, pada 21 Juni 2012 meminta agar kasus itu tidak diteruskan ke pengadilan karena Aop hanya menjalankan disiplin sekolah.
Meski mendapat dukungan publik, proses hukum berjalan. Jaksa mendakwa Aop dengan tiga pasal yaitu Pasal 77 huruf a UU Perlindungan Anak, Pasal 80 ayat 1 UU Perlindungan Anak dan Pasal 335 ayat 1 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
Pada 2 Mei 2013, Pengadilan Negeri Majalengka menjatuhkan hukuman percobaan kepada Aop. Jika dalam enam bulan ia tidak melakukan perbuatan pidana, ia tidak dipenjara; namun jika melanggar, ia otomatis menjalani vonis tiga bulan. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung pada 31 Juli 2013.
Sementara itu, Iwan juga diproses hukum dan dijatuhi hukuman percobaan pada 31 Oktober 2012. Namun PT Bandung kemudian memperberat hukuman menjadi tiga bulan penjara, karena dinilai memberikan efek jera.
Kasus berlanjut ke Mahkamah Agung setelah Aop dan jaksa sama-sama mengajukan kasasi. Pada 6 Mei 2014, majelis kasasi yang dipimpin Dr Salman Luthan dengan anggota Dr Syarifuddin dan Dr Margono membebaskan Aop dari semua dakwaan.
“Mengadili sendiri, membatalkan putusan PT Banding yang menguatkan PN Majalengka. Menyatakan Aop tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama atau kedua atau ketiga. Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan,” putus majelis sebagaimana dilansir website MA.
“Apa yang dilakukan terdakwa adalah sudah menjadi tugasnya dan bukan merupakan suatu tindak pidana dan terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana atas perbuatan/tindakannya tersebut karena bertujuan untuk mendidik agar menjadi murid yang baik dan berdisiplin,” lanjut putusan itu.
MA menilai bahwa sebagai guru, Aop berwenang menegakkan aturan sekolah, termasuk mencukur rambut siswa gondrong.
Sementara itu, Iwan tetap harus menjalani hukuman penjara tiga bulan. Permohonan kasasinya tidak diterima karena ancaman hukuman di bawah satu tahun tidak memenuhi syarat untuk diajukan kasasi. “Tidak menerima permohonan kasasi,” putus MA.
Jabar X-Files merupakan rubrik khusus infoJabar yang membahas sejumlah peristiwa yang pernah menggemparkan.
Pada 2 Mei 2013, Pengadilan Negeri Majalengka menjatuhkan hukuman percobaan kepada Aop. Jika dalam enam bulan ia tidak melakukan perbuatan pidana, ia tidak dipenjara; namun jika melanggar, ia otomatis menjalani vonis tiga bulan. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung pada 31 Juli 2013.
Sementara itu, Iwan juga diproses hukum dan dijatuhi hukuman percobaan pada 31 Oktober 2012. Namun PT Bandung kemudian memperberat hukuman menjadi tiga bulan penjara, karena dinilai memberikan efek jera.
Kasus berlanjut ke Mahkamah Agung setelah Aop dan jaksa sama-sama mengajukan kasasi. Pada 6 Mei 2014, majelis kasasi yang dipimpin Dr Salman Luthan dengan anggota Dr Syarifuddin dan Dr Margono membebaskan Aop dari semua dakwaan.
“Mengadili sendiri, membatalkan putusan PT Banding yang menguatkan PN Majalengka. Menyatakan Aop tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama atau kedua atau ketiga. Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan,” putus majelis sebagaimana dilansir website MA.
“Apa yang dilakukan terdakwa adalah sudah menjadi tugasnya dan bukan merupakan suatu tindak pidana dan terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana atas perbuatan/tindakannya tersebut karena bertujuan untuk mendidik agar menjadi murid yang baik dan berdisiplin,” lanjut putusan itu.
MA menilai bahwa sebagai guru, Aop berwenang menegakkan aturan sekolah, termasuk mencukur rambut siswa gondrong.
Sementara itu, Iwan tetap harus menjalani hukuman penjara tiga bulan. Permohonan kasasinya tidak diterima karena ancaman hukuman di bawah satu tahun tidak memenuhi syarat untuk diajukan kasasi. “Tidak menerima permohonan kasasi,” putus MA.
Jabar X-Files merupakan rubrik khusus infoJabar yang membahas sejumlah peristiwa yang pernah menggemparkan.







