Kemenag soal Kuota Haji Jawa Barat 2026 Berkurang

Posted on

Kuota jemaah haji asal Jawa Barat pada tahun 2026 menurun signifikan dibandingkan tahun ini. Berdasarkan data resmi Kementerian Haji dan Umrah, kuota haji Jabar tahun 2026 tercatat 29.643 orang.

Jumlah itu menurun drastis dari tahun 2025 yang mencapai 38.723 orang. Dampaknya, sejumlah kabupaten/kota di Jawa Barat mengalami pengurangan kuota cukup tajam.

Misalnya, Kabupaten Bogor yang semula mendapat jatah 3.189 orang kini hanya 1.598 orang. Kota Bandung juga turun dari 2.325 orang menjadi 1.495 orang, dan Kabupaten Bandung dari 2.425 orang menjadi hanya 430 orang di tahun 2026.

Namun, tidak semua wilayah mengalami penurunan. Beberapa daerah justru mendapat penambahan kuota cukup besar. Kabupaten Bekasi, misalnya, naik dari 2.084 orang di 2025 menjadi 3.558 orang di 2026, sementara Kota Bekasi mengalami lonjakan dari 2.615 menjadi 4.964 orang.

Kabid Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Haji dan Umrah Jawa Barat Boy Hari Novian, menjelaskan bahwa pengurangan dan pergeseran kuota ini terjadi karena kebijakan baru dalam pendistribusian kuota haji, yang kini tidak lagi didasarkan pada pembagian kuota kabupaten/kota, melainkan berdasarkan nomor urut provinsi.

“Kami mendapatkan kuota total 29.643 jemaah untuk tahun ini, menurun dari 38.723 tahun sebelumnya. Karena itu, kami mensosialisasikan kepada seluruh KBIHU bahwa pendistribusian kuota tahun ini berbeda. Tidak lagi berdasarkan kabupaten/kota, tapi berdasarkan nomor urut provinsi,” jelas Boy, Rabu (12/11/2025).

Kebijakan baru ini berarti jemaah yang memiliki nomor porsi kecil yang mendaftar lebih awal, akan diprioritaskan berangkat terlebih dahulu, tanpa terikat pada asal daerahnya.

“Pada tahun ini, jemaah akan diurut nomor kursinya dari yang terkecil hingga 27.833 di kuota reguler. Dengan begitu, yang berangkat benar-benar jemaah yang sudah waktunya berangkat, sesuai nomor urut provinsi,” ujarnya.

Boy menjelaskan, sistem distribusi kuota berdasarkan kabupaten/kota yang berlaku selama ini memang menimbulkan ketimpangan. Di beberapa daerah, kuota besar justru membuat jemaah dengan nomor porsi besar bisa berangkat lebih dulu, sementara jemaah dengan nomor kecil di daerah lain harus menunggu lebih lama karena kuotanya sedikit.

“Selama ini, pembagian kuota didasarkan pada jumlah penduduk muslim per kabupaten/kota. Akibatnya, ada daerah dengan kuota besar tapi antreannya sedikit, sementara daerah lain dengan pendaftar banyak justru tertahan. Dengan sistem provinsi, kami memastikan jemaah yang sudah waktunya berangkat benar-benar diberangkatkan,” jelas Boy.

“Dengan sistem baru ini, prinsipnya adalah first come, first serve. Siapa yang mendaftar lebih dulu, dia yang berangkat. Tidak ada lagi yang menyalip antrean karena kebagian kuota daerah tertentu,” lanjutnya.

Perubahan sistem ini berdampak beragam bagi tiap wilayah. Daerah yang sebelumnya memiliki antrean panjang seperti Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Kota Depok kini mendapat tambahan kuota cukup besar karena banyak jemaah dengan nomor urut kecil yang belum sempat berangkat.

Sebaliknya, daerah dengan antrean pendek seperti Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi justru mengalami penurunan karena sebagian besar jemaah dengan nomor kecil sudah berangkat di tahun-tahun sebelumnya.

“Kabupaten Cianjur dan Sukabumi misalnya, antreannya hanya sekitar 16 tahun, sementara Bekasi dan Depok mencapai 30 tahun. Dengan sistem baru, jemaah Bekasi dan Depok yang nomornya kecil akan diprioritaskan, sedangkan daerah yang nomornya sudah habis akan mendapat kuota lebih sedikit,” jelas Boy.

Menurut Boy, kebijakan ini tidak dimaksudkan untuk mengurangi kesempatan jemaah di wilayah tertentu, melainkan menegakkan asas keadilan bagi seluruh jemaah di Indonesia.

“Hal ini juga sebenarnya untuk kemaslahatan jemaah. Jadi jemaah yang berangkat pada tahun 2026 ini adalah memang jemaah yang benar-benar haknya untuk berangkat di tahun 2026. Tidak ada lagi yang menyalip antrean dikarenakan kebagian distribusi kota berdasarkan kabupaten kota,” tandasnya.

Sistem Baru Berdasarkan Nomor Urut Provinsi

Dampak untuk Daerah