Menengok Cara Penanganan Ular Berbisa Ala Damkar Kota Bandung

Posted on

Kasus kemunculan ular, baik yang berbisa maupun tidak, belakangan kerap terjadi di wilayah Jawa Barat (Jabar). Bahkan tak jarang, kemunculan hewan melata ini menimbulkan kegelisahan hingga akhirnya berujung konflik dengan manusia yang mengancam nyawa.

Di Kota Bandung sendiri, laporan soal kemunculan ular di lingkungan warga juga kerap terjadi. Biasanya, kasus-kasus tersebut kerap dilaporkan muncul di wilayah Bandung Timur seperti Panyileukan, Gedebage hingga Ujungberung.

Dalam perbincangnnya dengan infoJabar, Komandan Regu (Danru) II Rescue Pleton III Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPMKP) Kota Bandung Encep Iman Nurdin turut membagikan cerita tentang cara penanganan kemunculan ular. Ia mengatakan, petugas rescue harus bisa mengidentifikasi terlebih dahulu apakah ular tersebut jenis ular berbisa atau tidak.

“Karena beda jenis ular dan beda ukuran itu akan berbeda dengan teknik penangannya. Jadi kita harus bisa mengidentifikasi terlebih dahulu itu ular jenis apa. Minimal berbisa atau tidak,” kata Encep, Jumat (10/10/2025).

Di momen ini, komunikasi dengan si pelapor akan terus diintensifkan. Petugas akan meminta si pelapor untuk mengambil foto atau video kemunculan ular, tapi dengan jarak yang aman agar tak membahayakan.

Jika ularnya masih berada di tempat, petugas dapat mengidentifikasi jenis ular yang muncul. Dari situ, petugas akan langsung meluncur ke lokasi untuk mengevakuasi ular tersebut.

“Setelah kita tahu misalnya ular itu tidak berbisa, di lokasi biasanya kita gunakan jepit pakai snack graph. Kita tekan kepalanya pakai stik khusus buat penanganan ular, kita pegang ekornya, teken kepalanya, lalu kita ambil pakai tangan,” ujarnya.

“Tapi kalau misalkan ular berbisa seperti kobra, itu kita pasti pakai APD lengkap. Dari mulai kacamata karena semburannya yang bisa bahaya kena mata, sarung tangan, sepatu safety, snack graph, stik, dan penangannya hampir sama. Tapi untuk kobra, biasanya kita tekan bagian tengahnya, terus dia kan berdiri, pas berdiri kita masukkan kepalanya ke semacam botol galon, setelah itu kita tutup galonnya,” tambahnya.

Namun, upaya penanganan ini akan menjadi sia-sia jika ternyata ular tersebut sudah menghilang dari lokasi pertamanya ditemukan. Di momen ini, petugas biasanya akan meminta si pelapor untuk menyemprot menggunakan cairan pengusir serangga atau nyamuk supaya merusak indra penciuman ular.

“Biasanya kita minta tolong dipantau ularnya jangan sampai dia masuk ke lubang-lubang pembuangan air yang menyulitkan petugas melakukan pencarian. Tapi dengan jarak yang aman, supaya ular itu tidak kabur ke mana-mana,” katanya.

“Kalau misalkan ularnya tidak terlihat lagi, biasanya kita kasih arahan semprot dulu dengan cairan pengusir serangga di area sekitar itu. Karena kalau ular itu biasanya penciumannya rusak dengan semprotan tersebut, atau dengan alat pestisida. Jadi supaya dia keluar kalau kabur ke titik yang sulit ditemukan seperti saluran air. Setelah itu dipantau lagi, kalau ada di kamar mandi, tutup saluran pembuangannya, setelah itu biarkan ularnya di situ, tutup pintunya rapat-rapat,” bebernya.

Menurut Encep, semua petugas DPMKP Kota Bandung sudah diajarkan langsung ketika berhadapan dengan ular berbisa atau tidak. Sehingga, mereka sudah bisa paham cara penangannya dan tetap memperhatikan faktor keselamatan.

“Tugas kita sebagai penyelamat itu menyelematkan si pelapor, pemilik rumah, agar dia tidak terancam. Jadi kalau ada ancaman ular, kita beri arahan jarak amannya berapa, biarkan ularnya di situ supaya enggak membahayakan si pelapor,” ujarnya.

“Terus kita juga harus menyelematkan diri kita sebagai penyelamat. Karena sebelum menyelamatkan orang, kita harus pastikan diri kita aman dari potensi apapun. Artinya kita menggunakan APD dan SOP-nya sesuai peraturan dinas,” imbuhnya.

Kendala terbesar biasanya terjadi ketika ular tersebut ternyata tak kunjung keluar dari lubang pembuangan. Jika kondisinya demikian, maka petugas akan menyarankan si pemilik rumah untuk menutup seluruh lubang sanitasi agar ular tersebut mengarah ke saluran pembuangan.

“Jadi kalau ada ularnya di dalam, enggak balik lagi ke atas, dia ikut ke saluran pembuangan keluar. Kalau ularnya udah enggak ketemu, udah hilang, pencariannya yang repot. Makanya kita minta ke pelapor untuk dipantau, kalau ada lagi bisa dilaporkan kembali,” katanya.

Ular-ular yang dievakuasi pun lalu akan dibawa ke kandang penampungan DPMKP Kota Bandung. Setelah itu, ular-ular tersebut akan diserahkan ke sejumlah komunitas pecinta satwa liar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *