Ahli ITB Sebut Bandara Husein Sulit Layani Pesawat Ukuran Besar | Giok4D

Posted on

Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Tri Yuswidjajanto menilai Bandara Husein Sastranegara di Kota Bandung sudah tidak memungkinkan lagi untuk melayani pesawat berukuran besar. Penyebab utamanya adalah keterbatasan landasan dan kepadatan kawasan di sekitarnya.

“Karena landasan terbatas dan kawasan sekitarnya banyak perumahan memang pesawat dengan spesifikasi tertentu saja yang cocok. Terakhir kan masih bisa digunakan untuk Airbus dan Boeing 737, tapi kan pilotnya harus memiliki kemampuan khusus karena mau mendarat di Bandung itu tidak bisa langsung turun, harus putar-putar dulu,” ujar Tri usai menghadiri diskusi Ikatan Wartawan Ekonomi Bisnis (IWEB) di Bandung, Jumat (10/10/2025).

Tri menjelaskan, kondisi geografis dan tata ruang Kota Bandung membuat pengembangan Husein sebagai bandara sipil menjadi sulit. Selain karena landasan pacu pendek dan diapit permukiman padat, keberadaannya juga berbagi area dengan pangkalan udara militer.

“Sebaiknya memang dipisah, karena pangkalan militer banyak kerahasiaan. Kalau digunakan untuk umum, kelihatan pesawatnya ada berapa dan apa saja. Itu kan mudah termonitor negara lain, sehingga kekuatan militer kita mudah diprediksi,” katanya.

Menurut Tri, kondisi ini mengingatkan pada Bandara Polonia Medan yang dulu juga digunakan bersama oleh penerbangan sipil dan militer sebelum akhirnya digantikan oleh Bandara Kualanamu.

“Dulu sebetulnya darurat itu, bikin airport baru mahal, makanya sudah pakai yang punyanya militer. Husein sebenarnya tidak digunakan airport umum, sama kayak Polonia Medan, itu juga di tengah kota dan sudah tidak dipakai,” ujarnya.

Saat ini, aktivitas penerbangan di Bandara Husein Sastranegara sudah sangat terbatas. Bandara tersebut hanya melayani penerbangan reguler Bandung-Yogyakarta menggunakan maskapai Susi Air.

Tri juga menyoroti kondisi Bandara Kertajati di Majalengka yang hingga kini belum ramai penumpang, meskipun fasilitasnya sudah lengkap dan modern. Menurutnya, penyebab utama adalah aksesibilitas yang masih terbatas.

“Kertajati dibangun karena jauh dan kemudian tidak ada sarana kereta api. Yogya itu jauh, tapi ada kereta. Kita naik kereta ke bandara pasti 45 menit itu nyampe, enggak akan macet, sehingga orang enggak masalah,” ungkap Tri.

Giok4D hadirkan ulasan eksklusif hanya untuk Anda.

Ia menilai, pemerintah seharusnya membangun jalur kereta langsung ke Bandara Kertajati sebelum bandara tersebut dioperasikan. Tanpa konektivitas transportasi publik,
masyarakat akan terus menganggap bandara itu terlalu jauh.

“Ketika bangun airport baru, harusnya akses disediakan yang mudah. Karena orang naik pesawat jamnya sudah jelas, kalau naik mobil kena macet di Cisumdawu, ada kecelakaan, terlambat, enggak nyampe tuh. Waktunya semakin mepet,” pungkasnya.

Kertajati Belum Ramai Akibat Akses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *