Abah Ocang (73), warga Kampung Cipetir, Kecamatan Cidadap, Sukabumi tewas usai terlibat duel dengan ular king cobra pada Senin (6/10/2025) pagi. Akibat duel itu, ular berbisa sepanjang 4 meter itu juga mati dengan kondisi tertancap sebilah tombak.
Peristiwa itu membuat Panji Petualang, eksplorator satwa liar buka suara. Dia memberi analisis menurut pandangannya bagaimana peristiwa itu bisa terjadi hingga membuat nyawa Ocang melayang.
Berikut fakta-faktanya
Panji mengatakan, berdasarkan kronologi yang beredar, kemungkinan besar terjadi konflik pertemuan mendadak antara korban dan ular di kebun.
“Kalau lihat dari kronologinya itu sepertinya memang ada konflik pertemuan antara si Abah ini dengan ular di kebun di saat beliau beraktivitas,” ujar Panji saat dihubungi infoJabar, Selasa (7/10/2025).
Menurut Panji, king cobra meski berukuran besar, sebenarnya bukan hewan yang agresif terhadap manusia. Ular jenis ini bersifat defensif dan hanya menyerang jika merasa terancam.
“Walau King Cobra sekalipun mereka walaupun teritorial tapi terhadap manusia mereka itu takut secara alami. Mereka akan jadi agresif ketika mereka diganggu atau diusik,” kata Panji.
Panji menduga, Abah Ocang mungkin berinisiatif memukul ular karena ketakutan melihat ukuran tubuhnya yang besar.
“Mungkin karena ada faktor ketakutan dari si Abahnya mengingat ular itu besar, jadi Abah ini berinisiatif hendak membunuh ularnya gitu atau memukul ular dengan menggunakan kayu,” katanya.
Dari pengalamannya menangani king cobra, Panji menjelaskan bahwa ular jenis ini tidak menyemburkan bisa seperti kobra biasa.
“Kalau King Cobra ini dia biasanya gigit jadi dia enggak nyemburin bisa,” ujarnya.
Ia memperkirakan racun neurotoksik dari gigitan ular itu cepat menyebar di tubuh korban.
“Bisa (ular) neurotoxic dan hemotoksik serta kardiotoksiknya itu menjalar ke seluruh tubuh secara sistemik dengan cepat sehingga membuat ia (korban) mengalami gagal napas dan mengalami kematian mendadak di TKP,” jelas Panji.
Namun Panji juga membuka kemungkinan lain sehingga Abah Ocang bisa terlibat konflik dengan hewan melata itu.
“Bisa jadi korban ini sebelumnya menginjak ular tersebut di bagian ekor atau tubuhnya, karena kalau di alam ular ini pandai kamuflase. Jadi ketika beliau sedang berjalan di sekitar kebun itu bisa jadi keinjak ularnya lalu menyerang,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Panji juga meluruskan pemahaman publik soal identitas king cobra. Menurutnya, king cobra bukan bagian dari keluarga kobra biasa.
“Ini data 4 spesies king cobra di dunia. A, yang dari kita Ophiophagus bungarus. Jadi king cobra itu bukan kobra, dia spesies sendiri. Kalau kobra masuk keluarga Naja,” jelas Panji.
Ia menambahkan, king cobra adalah ular pemangsa ular lain (Ophiophagus berarti ‘pemakan ular’) dan menjadi top predator di ekosistem Asia.
“King cobra itu sebenarnya takut sama manusia. Mereka jadi agresif kalau diganggu atau diusik. Sifatnya defensif, bukan agresif,” ujarnya.
Menurutnya, varian king cobra di Indonesia memiliki banyak perbedaan warna dan ukuran, tergantung pada daerah asalnya.
“Jadi di Indonesia varian warna King Kobra tuh banyak, ada yang warnanya full hitam seperti yang mematuk almarhum Abah Ocang, ada yang coklat, ada yang agak menguning, memerah tergantung lokal daerah. Itu king kobra,” kata Panji.
Panji menjelaskan, ular yang menyerang Abah Ocang kemungkinan termasuk populasi lokal Jawa Barat, yang biasanya berwarna hitam pekat dengan tubuh lebih ramping dibanding populasi di daerah lain.
“Kalau ular yang mematuk Abah Ocang dibandingkan dengan Garaga, lebih besar Garaga deh kayaknya,” ujarnya, merujuk pada king cobra peliharaannya yang populer di televisi dan media sosial.
Menurut Panji, perbedaan ukuran ini wajar karena Garaga merupakan king cobra jantan berumur lebih tua, sedangkan ular yang menyerang Abah Ocang tampaknya lebih muda dan liar.
“Yang di lapangan itu kelihatannya king cobra dewasa, tapi bukan ukuran maksimal. King cobra itu bisa sampai lebih dari lima meter,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa king cobra berbeda jauh dari kobra biasa, baik dari perilaku maupun klasifikasi ilmiah.
“Ini data 4 spesies king cobra di dunia. A, yang dari kita Ophiopagus bungarus. Jadi king cobra itu bukan kobra, dia spesies sendiri. Kalau kobra masuk keluarga Naja,” kata Panji.
1. Pertemuan Mendadak
2. King Cobra Bukan Hewan Agresif
3. Gigitan Berbahaya
4. Dugaan Panji
5. Top Predator
6. Banyak Varian
7. King Cobra Dewasa
Dalam kesempatan itu, Panji juga meluruskan pemahaman publik soal identitas king cobra. Menurutnya, king cobra bukan bagian dari keluarga kobra biasa.
“Ini data 4 spesies king cobra di dunia. A, yang dari kita Ophiophagus bungarus. Jadi king cobra itu bukan kobra, dia spesies sendiri. Kalau kobra masuk keluarga Naja,” jelas Panji.
Ia menambahkan, king cobra adalah ular pemangsa ular lain (Ophiophagus berarti ‘pemakan ular’) dan menjadi top predator di ekosistem Asia.
“King cobra itu sebenarnya takut sama manusia. Mereka jadi agresif kalau diganggu atau diusik. Sifatnya defensif, bukan agresif,” ujarnya.
Menurutnya, varian king cobra di Indonesia memiliki banyak perbedaan warna dan ukuran, tergantung pada daerah asalnya.
“Jadi di Indonesia varian warna King Kobra tuh banyak, ada yang warnanya full hitam seperti yang mematuk almarhum Abah Ocang, ada yang coklat, ada yang agak menguning, memerah tergantung lokal daerah. Itu king kobra,” kata Panji.
Panji menjelaskan, ular yang menyerang Abah Ocang kemungkinan termasuk populasi lokal Jawa Barat, yang biasanya berwarna hitam pekat dengan tubuh lebih ramping dibanding populasi di daerah lain.
“Kalau ular yang mematuk Abah Ocang dibandingkan dengan Garaga, lebih besar Garaga deh kayaknya,” ujarnya, merujuk pada king cobra peliharaannya yang populer di televisi dan media sosial.
Menurut Panji, perbedaan ukuran ini wajar karena Garaga merupakan king cobra jantan berumur lebih tua, sedangkan ular yang menyerang Abah Ocang tampaknya lebih muda dan liar.
“Yang di lapangan itu kelihatannya king cobra dewasa, tapi bukan ukuran maksimal. King cobra itu bisa sampai lebih dari lima meter,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa king cobra berbeda jauh dari kobra biasa, baik dari perilaku maupun klasifikasi ilmiah.
“Ini data 4 spesies king cobra di dunia. A, yang dari kita Ophiopagus bungarus. Jadi king cobra itu bukan kobra, dia spesies sendiri. Kalau kobra masuk keluarga Naja,” kata Panji.