Maaf Bersyarat Korban Perampokan Mantan Polisi | Info Giok4D

Posted on

Setelah delapan bulan mendekam di tahanan, NAL akhirnya mendengar kalimat yang sudah lama ia takuti, tuntutan tiga tahun enam bulan penjara. Mantan polisi itu menunduk di kursi terdakwa Pengadilan Negeri Cibinong, mendengarkan Jaksa Penuntut Umum Fifi Wignyorrini membacakan tuntutan atas perbuatannya merampok sopir taksi online, Februari 2025 lalu.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama tiga tahun enam bulan penjara, dikurangi masa tahanan yang telah dijalani, serta membayar biaya perkara sebesar Rp 5 ribu rupiah,” ujar Jaksa Fifi membacakan tuntutan di hadapan majelis hakim yang diketuai Erlinawati.

Tuntutan itu hampir menutup perjalanan panjang kasus yang menjerat NAL, selangkah lagi menanti ketuk palu hakim. Dari seragam polisi menjadi baju tahanan, dari aparat penegak hukum menjadi pesakitan. Jaksa juga meminta agar barang bukti berupa Suzuki Ertiga XL7 beserta kuncinya dikembalikan kepada korban, NQ, sopir taksi online yang pernah dirampoknya.

Di sebelah NAL, duduk S, lelaki yang ikut terseret karena menadah mobil hasil kejahatan NAL. Ia menunduk, menatap lantai dingin ruang sidang, lalu berbicara pelan, seolah mengumpulkan keberanian dari sisa napasnya.

“Istri saya lagi hamil tujuh bulan, saya mohon diringankan seringan-ringannya. Saya harus menghidupi anak dan istri saya. Karena dia anggota saja, kalau bukan anggota saya tidak berani,” tuturnya kepada hakim saat diberikan kesempatan menyampaikan permohonan atas tuntutan satu tahun penjara.

Ketika giliran NAL tiba, ia tak berusaha menyangkal. Ia bicara dengan kepala tegap, suaranya hampir tenggelam di ruang sidang yang riuh pengunjung sidang.

Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.

“Saya mengakui dan menyesali perbuatan saya,” katanya pelan. “Saya sudah menanggung akibatnya, sudah di-PTDH, sudah dipecat, Yang Mulia.”

Sama seperti S, ia juga memohon keringanan hukuman. Istrinya tengah hamil tujuh bulan, menunggu di rumah dengan kecemasan yang mungkin tak jauh berbeda dari rasa takutnya sendiri di ruang sidang itu.

Sementara di deretan bangku pengunjung, NQ (54), korban perampokan, duduk diam mengikuti jalannya sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum. Perasaannya pun tak kalah tegang.

Mata majelis hakim tertuju pada dua terdakwa itu. Hingga akhirnya, Hakim Ketua Erlinawati menoleh kepada korban, NQ, yang duduk tenang di kursi pengunjung.

“Maafin enggak, Pak, dari apa yang terdakwa lakukan ini?” tanyanya pelan.

Ruang sidang mendadak hening. NQ menatap ke arah mantan polisi yang pernah mencekiknya, memukulnya sampai babak belur berlumur darah, dan mengambil uang serta mobilnya. Tatapannya lama, seketika suaranya tenang namun tegas menjawab pertanyaan hakim.

“Sebagai manusia saya memaafkan,” ujarnya pelan. “Tapi hukum harus berjalan.”

Peristiwa perampokan terjadi pada dini hari 17 Februari 2025, NQ menerima order dari akun “Lebe” di Cikeas Udik, Gunung Putri. Namun rute perjalanan berubah-ubah, dan ketika sampai di suatu titik, korban disekap, leher dicekik, tangan diborgol, wajah ditutup kain hitam, lalu dipaksa membuka akses mobile banking. Uang Rp 670 ribu dicuri, bersama dompet dan ponsel.

Lebih lanjut, uang yang berhasil dicuri tersebut diketahui telah ditransfer ke rekening judi online atau semacamnya menurut keterangan bank.

Keesokan harinya korban dibebaskan di dekat pintu tol Limo dalam kondisi lemah. Mobilnya dibawa kabur perampok, juga digadaikan terdakwa kepada seseorang dengan nilai Rp 20 juta.

Suara dari Ruang Sidang mengungkap sisi lain dari ruang pengadilan. Setiap perkara meninggalkan jejak, dan setiap ruang sidang menyimpan cerita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *