Suasana ruang sidang berubah tegang ketika Yuli Anggraeni (36) ibu korban penyiraman air keras, tak kuasa menahan emosinya saat dimintai keterangan sebagai saksi. Tangis dan histeris Yuli pecah berkali-kali ketika mengisahkan ancaman yang diterimanya dan dampak yang ditimbulkan pada keluarganya.
Persidangan ini merupakan sidang lanjutan atas kasus dugaan perencanaan penganiayaan dengan terdakwa utama Harianto (30) dan Yuri (47). Atas motif asmara, Hari tega menyakiti Yuli dan anaknya inisial MRA yang masih berusia 7 tahun di Sukabumi pada Mei 2025.
Tiga hakim memimpin jalannya persidangan. Hakim Ketua Teguh Arifiano membuka sidang dengan suara tegas, didampingi dua hakim anggota, Arlyan dan Siti Yuristiya Akuan. Sejumlah jaksa serta pengunjung sidang ikut menyimak jalannya persidangan. Kedua terdakwa juga turut dihadirkan di ruang sidang.
Ketegangan muncul saat Hakim Anggota, Siti Yuristia Akuan menanyakan apakah selama kedekatan dengan terdakwa Hari, Yuli pernah diberi barang atau uang. Yuli menjawab dengan suara bergetar bahwa pemberian bisa dibuktikan melalui rekening koran.
“Untuk uang bisa saya buktikan dengan rekening koran. Selama saya satu tahun kenal nggak sampai Rp5 juta, itu pun saya dikasih, bukan saya minta,” kata Yuli di ruang sidang, Senin (6/10/2025).
Ia kemudian bercerita kecil, pada ulang tahun anaknya, terdakwa memberi uang untuk membeli sepeda. “Saya kasih uangnya ke ayah saya sama dede, jadi ayah saya sama dede beli sepeda,” ujarnya, suara sesek.
Hakim kemudian menyinggung soal perbedaan agama antara Yuli dan terdakwa. “Kenapa sudah tahu beragama lain saudara masih mau dekat?” tanya Siti.
Yuli menjawab, kedekatan mereka dilanjutkan dengan harapan agar Hari memeluk agama Islam. “Kata dia keluarga saya ada yang masuk Islam. Mungkin harapan saya bisa,” kata Yuliz
Awalnya komunikasi antara ibu tunggal itu dengan terdakwa Hari berjalan normal. Namun seiring waktu, perilaku terdakwa berubah.
“Kalau awal nggak (kekerasan). Cuma lama-lama jadi kelihatan dia itu cepat marah,” tuturnya.
Yuli menyebut sempat mencoba mengakhiri hubungan baik-baik, tetapi setelah itu ancaman justru datang bertubi-tubi. “Jujur saya tidak pernah komunikasi lagi setelah saya bilang kita selesai baik-baik ya. Dia terima, justru…,” katanya sambil terisak.
Ancaman yang diterima, menurut Yuli, semakin membuatnya tertekan karena terdakwa membawa nama anaknya dalam ancaman. “Jadi bawa-bawa anak juga,” ucap Yuli ketika Ketua Majelis Hakim, Teguh Arifiano, bertanya apakah anaknya sempat dijadikan target.
Yuli menggambarkan ancaman yang membuatnya pusing: ada pesan yang berisi niat untuk ‘membuat hancur hidup’ dan tekanan lain yang berulang setiap hari. Ia juga menyebut kondisi finansialnya menjadi porak-poranda pasca kejadian.
“Sekarang kan uang simpanan saya habis, jadi setelah operasi itu bu banyak yang hilang saya siapin…. Gara-gara kamu,” teriak histeris Yuli, yang beberapa kali terhenti karena tangisnya.
Ketua majelis berusaha menenangkan suasana. “Ibu tarik napas dulu karena yang diperlukan keterangan ibu,” ujar Teguh.
Dia juga mengingatkan agar Yuli memperhatikan kondisi anaknya yang mungkin mengalami trauma. “Sudah ibu, kasihan juga anak ibu nanti dia trauma,” tambah Teguh.
Dalam kesaksiannya, Yuli menegaskan ia tidak pernah meminta puluhan juta kepada terdakwa, dan sempat dicap sebagai pemalak oleh sang terdakwa.
“Maksudnya apa yang ada di pikiran dia gitu, pak. Saya ketemu aja belum pernah, loh pak. Saya minta uang berpuluh-puluh juta itu nggak. Malah dia bilang saya malak. Malak sebelah mana Hari? Kok bisa?” ucap Yuli.
Ketika ditanya apakah pernah dipertemukan dengan pelaku saat penangkapan oleh kepolisian, Yuli menjawab singkat tidak.
Kesaksian Yuli berlangsung emosional dan menjadi salah satu momen yang paling memilukan di persidangan hari ini. Sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi korban anak yang didampingi oleh pamannya Iing (54) untuk mengungkap rangkaian peristiwa yang menyebabkan korban mengalami luka bakar akibat siraman air keras.
Kondisi Terkini dan Keinginan Yuli
Sementara itu, Yuli mengungkap kondisi dirinya dan sang anak. Keduanya masih dalam proses perawatan.
“Sekarang alhamdulillah membaik, tapi belum sepenuhnya. Saya masih harus pengobatan harian, mingguan. Saya juga mau operasi keempat, soalnya sudah tiga kali operasi,” ujar Yuli dengan suara bergetar saat diwawancarai infoJabar di Pengadilan Negeri Sukabumi.
Yuli menceritakan, operasi pertama dan kedua dilakukan untuk membersihkan bagian tubuh yang terluka, sementara operasi ketiga difokuskan pada bagian wajah. “Yang keempat nanti juga masih di wajah,” katanya lirih.
Biaya pengobatan yang telah dijalani pun tidak sedikit. Ia mengaku sudah menghabiskan lebih dari Rp100 juta.
“Alhamdulillah dibantu Dinsos dan Pemkot. Harapan saya, semoga operasi berikutnya masih bisa dibantu karena biaya ini tidak bisa di-cover mana pun,” ucapnya.
Bukan hanya dirinya yang harus menanggung penderitaan akibat serangan itu. Anak Yuli yang ikut menjadi korban juga mengalami luka di kepala dan harus menjalani operasi plastik.
“Kalau anak saya, lukanya di dekat rambut. Itu juga sudah pasti ratusan juta biayanya,” tuturnya pelan.
Meski masih dirundung rasa trauma dan kesal terhadap pelaku, Yuli berharap pelaku dihukum seadil-adilnya. “Semoga diadili sebaik mungkin sesuai perbuatannya. Saya juga berterima kasih kepada Pak Dasep yang sudah membantu,” ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum korban, Dasep Saepul Rahman menjelaskan, bahwa alasan Yuli sempat histeris karena bentuk emosinya.
“Ekspresi itu bentuk emosi yang wajar, karena beliau merasa tak habis pikir ada orang yang tega melakukan kekejian seperti itu, padahal belum pernah saling kenal,” ujar Dasep.
Menurutnya, kesaksian Yuli menjadi perhatian majelis hakim. “Itu jadi atensi majelis hakim untuk menilai bahwa beliau benar-benar korban dari tindakan keji terdakwa,” lanjutnya.
Dalam sidang tersebut, jaksa menghadirkan dua saksi korban dan satu saksi fakta. “Saksi fakta dari pihak keluarga, yaitu paman korban, Pak Iing, yang menolong dan membawa korban ke RSUD Bunut saat kejadian,” jelas Dasep.
Ia juga mengapresiasi perhatian Dinas Sosial dan Unit PPA Pemkot Sukabumi yang terus memantau kondisi korban. “Mereka turun langsung ke rumah korban, memantau penyembuhan, dan memberikan dukungan penuh. Saya sangat apresiasi hal itu,” katanya.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Dasep menambahkan, pekan depan sidang akan kembali digelar dengan agenda pemeriksaan saksi fakta lainnya. “Agenda berikutnya mendengarkan saksi tambahan, sedangkan dakwaan terhadap terdakwa masih sama,” pungkasnya.
Kedua terdakwa sendiri dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman 9 tahun penjara, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dengan ancaman 5 tahun, serta Pasal 76C jo Pasal 80 Ayat 1 UU Perlindungan Anak dengan ancaman 5 tahun penjara.