‘Misdaseum’ Baso Mang Imu Garut yang Sohor Sejak 1970

Posted on

Baso yang enak, memang bisa ditemukan di berbagai tempat di Garut. Tapi yang satu ini, berbeda dan legendaris, karena telah eksis sejak tahun 1970.

Namanya Baso M. Imu. Generasi X yang tinggal di kawasan perkotaan Garut, tentu hafal betul dengan baso yang satu ini.

Seperti dengan namanya, mendiang Haji Imu, atau Mang Imu adalah sosok di balik racikan mantapnya. Beliau merintis baso ini melalui gerobak dorong yang kerap mejeng di Jalan Ciledug waktu itu.

“Saya menikmati Baso M. Imu sedari dulu. Dulu masih pakai gerobak dorong, kerap mejeng di depan kantor,” kata Sony MS (60), pelanggan Baso M. Imu.

Baso M. Imu dihidangkan dengan mi, bihun, tauge hingga sayur, layaknya baso kampung di Garut pada umumnya. Tambahan tangkar atau tulang rawan sapi hingga jando, yang menjadi pembeda.

Porsinya besar, dengan baso berukuran besar, sedang hingga kecil, yang terbuat dari daging sapi. Ada beberapa varian baso yang bisa dinikmati, seperti isi cincang, urat dan jando.

Yang beda dari yang lain dari Baso M. Imu, adalah bahan-bahan yang mayoritas diracik sendiri. Tidak hanya baso, tahu, siomay, kecap dan saus serta sambalnya pun dibuat sendiri.

“Kata yang beli, uniknya karena kecap, saus bawang putih, sambal kacang diracik sendiri. Ini asli buatan kami,” ucap Ekong, putra ke-10 Haji Imu yang kini meneruskan perjalanan Baso M. Imu.

Ada satu cara yang tepat, untuk menikmati Baso M. Imu. Yakni dengan racikan amis, lada, haseum, atau biasa disebut Misdaseum dalam Bahasa Sunda.

Seporsi baso dengan paket komplit, dimakan dengan tambahan saus, cabai, kecap hingga cuka. Rasanya sangat menggugah selera. Rasa pedas dari saus, manis dari kecap dan kecutnya cuka bercampur di mulut.

Berbincang dengan infoJabar belum lama ini, lelaki bernama asli Edi ini bercerita, jika Baso M. Imu telah lahir sejak tahun 1970-an.

“Sekitar 5 tahun waktu itu berjualan, sempat vakum dulu karena bapak saya kerja di proyek bangunan,” katanya.

Baso M. Imu kemudian hadir kembali di awal tahun 1980. Ramainya peminat membuat Baso M. Imu bertransformasi pada tahun 1985, dengan menetap di sebuah ruko di Jalan Pasundan.

“Kalau saya awal meneruskan bapak itu ikut berjualan. Tahun 1995, baru jualan sendiri,” katanya.

Dari dulu hingga kini, Baso M. Imu tidak pernah sepi peminat. Namun, lelaki berumur 51 tahun itu tak menampik, jika belakangan ini sangat sedikit pelanggan yang datang ke warung Baso M. Imu.

“Sekarang ya paling 50 porsi sehari bisa kejual,” pungkas Ekong.

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *