Program Koperasi Merah Putih yang dicanangkan pemerintah sudah mulai berjalan. Namun, menurut Menteri Koperasi (Menkop) Ferry Juliantono, program tersebut masih menghadapi sejumlah kendala di lapangan.
Salah satu hambatan yang disoroti adalah keberadaan 22 regulasi yang dinilai membatasi ruang gerak koperasi. Regulasi tersebut, kata Ferry, bahkan melarang koperasi untuk mendirikan bank, rumah sakit, hingga menyelenggarakan ibadah umroh-haji. Padahal, koperasi di masa lalu pernah memiliki Bank Umum Kooperasi Indonesia (Bukopin) yang kini telah dikuasai mayoritas investor asing.
Tak hanya itu, koperasi yang bergerak di sektor tekstil dan pertanian juga tengah tertekan oleh derasnya produk impor yang masuk tanpa kendali.
“Pemerintah berkomitmen mencabut regulasi yang menghambat dan menyelamatkan industri dalam negeri agar koperasi dapat bangkit kembali,” kata Ferry usai menghadiri Seminar Nasional Ekonomi Kerakyatan sebagai Implementasi Asta Cita dan Nilai Filosofis Pancasila di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, Jawa Barat, Jumat (26/9/2025).
Dalam kesempatan itu, Ferry menjelaskan pemerintah akan menggandeng akademisi dan tokoh masyarakat untuk mengembangkan sistem data desa presisi. Langkah ini dilakukan untuk mendukung pembangunan desa dan koperasi, sekaligus meningkatkan akurasi data terkait kebutuhan dan potensi desa.
“Sistem ini bertujuan memperbaiki akurasi data, terkait kebutuhan dan potensi desa, sehingga kebijakan dan bantuan sosial dapat tepat sasaran,” ujarnya.
Ferry menekankan bahwa keberhasilan program Koperasi Merah Putih membutuhkan basis data yang kuat. Ia mencontohkan pengalaman Tiongkok yang mampu mengurangi angka kemiskinan secara signifikan berkat pengelolaan data desa yang akurat.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Penting kiranya dari dunia pendidikan, UPI turut memberikan rekomendasi dan mengusulkan kepada Presiden soal dibutuhkannya data desa presisi. Karena kalau data tidak tepat alias semu, bisa menghasilkan keputusan yang semu atau tidak valid juga,” ungkapnya.
Ia berharap civitas akademika UPI bisa mendukung penuh program ini demi mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa serta visi Presiden Prabowo Subianto, yaitu menjadikan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional.
Ferry juga menyinggung sejarah koperasi di Indonesia. Menurutnya, sejak tahun 1960 konsep koperasi dan desa sudah menjadi bagian penting dalam Naskah Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana.
Ia menilai masyarakat desa selama ini lebih sering dijadikan objek, bukan subjek pembangunan ekonomi. Karena itu koperasi hadir untuk memberdayakan rakyat kecil secara kolektif.
“Semua dari kita ini adalah rakyat. Tetapi rakyat yang lemah dan dhuafa yang perlu dibantu bisa membentuk badan usaha koperasi, yang kecil-kecil, yang lemah-lemah ini menjadi satu kekuatan, yaitu koperasi. Itulah hakikat ekonomi kerakyatan,” sebutnya.
Menurut Ferry, Indonesia tidak menolak keberadaan modal asing maupun kapital besar, asalkan tidak merugikan rakyat kecil.
“Karena itu, hakikat ekonomi kerakyatan ini menjadi badan usaha koperasi. Jadi koperasi bersama BUMN, swasta dan korporasi tumbuh menjadi sama-sama besar,” jelasnya.
Sebagai langkah konkret, Presiden Prabowo Subianto telah mengamanatkan perlunya pembaruan regulasi agar koperasi bisa lebih berkembang. Pemerintah bersama DPR kini tengah membahas Rancangan Undang-Undang Sistem Perkoperasian Nasional sebagai pengganti UU Koperasi tahun 1992 yang dianggap sudah tidak relevan.
“Hal ini sangat selaras dengan program Presiden Prabowo Subianto yaitu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang hendak menjadikan Desa sebagai salah satu pusat perputaran perekonomian Indonesia,” terang Ferry.
Program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, lanjutnya, akan menjadi proyek strategis nasional yang terintegrasi lintas sektor.
“Program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih juga akan menjadi proyek strategis nasional yang terintegrasi dengan berbagai sektor. Ini sejalan dengan cita-cita pembangunan berkelanjutan dari desa untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan,” pungkasnya.