Perjuangan Mencetak Anak-anak Penjaga Eksistensi Aksara Sunda baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Keberadaan aksara Sunda kian asing di kalangan masyarakatnya sendiri. Sistem tulisan kuno itu semakin ditinggalkan bahkan tak dikenali oleh masyarakat Jawa Barat. Padahal sistem penulisan itu merupakan warisan leluhur yang sudah ada sebelum para penjajah memperkenalkan aksara Latin.

Kondisi ini berbeda dengan masyarakat Cina, Jepang, Thailand dan lainnya yang masih menggunakan aksaranya sendiri di tengah penggunaan aksara Latin yang mendunia.

“Saya pernah melakukan survei terhadap pelajar di 16 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat, hasilnya hanya 1 persen pelajar yang mengenali aksara Sunda. Ini adalah fakta yang miris berkaitan dengan eksistensi aksara Sunda,” kata Irvan Kristivan, Kepala SDN 1 Gunungpereng Kota Tasikmalaya, Kamis (4/9/2025).

Jika survei itu dilakukan terhadap masyarakat umum, menurut Irvan boleh jadi angkanya akan lebih rendah lagi. Tak akan sampai 1 persen masyarakat Sunda yang bisa baca tulis aksara Sunda.

Irvan sendiri sudah satu tahun memasukkan pelajaran baca tulis aksara Sunda dalam kurikulum di sekolahnya. Dia juga menggalang tim untuk menyusun buku pelajaran aksara Sunda, sebagai bahan ajaran bagi anak didiknya.

Buku Calakan, demikian judul buku pelajaran itu. Metodenya serupa dengan buku Iqro, dalam pembelajaran baca Alquran. Ada tingkatannya, Calakan Undak 1 hingga Calakan Undak 3.

Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.

Ancaman kepunahan aksara Sunda menjadi keresahan bagi Irvan, sehingga dia menjadikan pelajaran baca tulis aksara Sunda sebagai pelajaran muatan sekolah.

“Sudah satu tahun berjalan, diberlakukan untuk siswa kelas 1 sampai kelas 6. Kami jadikan muatan sekolah, harapan kami ke depan ini bisa jadi muatan lokal, baik lokal Kota mau pun Provinsi,” kata Irvan.

Jika pelajaran ini bisa dijadikan muatan lokal, menurut Irvan maka sebarannya akan masif, karena semua sekolah di Jawa Barat atau di Tasikmalaya belajar aksara Sunda. Sehingga eksistensi warisan budaya ini bisa lestari.

Menurut dia peran Wali Kota atau Gubernur sangat dibutuhkan dalam upaya menjadikan pelajaran aksara Sunda menjadi muatan lokal.

Irvan menjelaskan pelajaran itu ada 3, yakni muatan nasional yang ditentukan oleh pemerintah pusat, muatan lokal yang ditentukan oleh pemerintah daerah dan muatan sekolah yang ditentukan oleh pihak sekolah.

“Ya kalau dijadikan muatan lokal, memang pasti ada tantangan. Salah satunya soal kesiapan pengajar, karena tak semua guru bisa. Tapi dengan adanya buku Calakan ini semua bisa belajar,” kata Irvan.

Terkait respons anak-anak terhadap pelajaran itu, menurut Irvan dalam kurun 1 tahun ini mereka cukup senang belajar aksara Sunda.

Belajar baca tulis aksara menurut Irvan bisa melatih kemampuan anak didik. Pelajaran ini serupa dengan belajar coding atau bahasa pemrograman di komputer. Keunikan aksara Sunda bisa menjadi bahasa persandian yang unik, sehingga dianggap mengasyikkan oleh anak-anak.

“Anak-anak senang, mungkin karena mirip seperti coding. Anak-anak di SDN 1 Gunungpereng sekarang sudah banyak yang piawai baca tulis aksara Sunda,” kata Irvan.

Terlepas dari hal itu, Irvan juga mengatakan aksara Sunda sempat hilang beberapa abad. Selama itu aksara Jawa Hanacaraka malah disebut sebagai aksara Sunda. Padahal aksara Sunda itu adalah Ngalagena.

“Banyak yang salah paham jika Hanacaraka disangka aksara Sunda, padahal itu aksara Jawa, kalau Sunda itu Ngalagena,” kata Irvan.

Dia menambahkan perbedaan signifikan antara aksara Sunda dan Jawa adalah bentuk tulisannya. Bentuk aksara Jawa umumnya berbentuk spiral atau mirip kurva. Sementara aksara Sunda memiliki sudut-sudut tegas atau lancip.

“Intinya saya ingin mengajak agar masyarakat Sunda mengetahui aksara leluhurnya. Jangan sampai musnah, ini adalah kekayaan kita,” kata Irvan

Serupa Belajar Coding

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *