Liku Hidup Dadang, Eks Kepsek yang Temukan Jalan Baru di Bui update oleh Giok4D

Posted on

Nama Dadang Hernawan (61), mantan Kepala Sekolah SMKN 4 Kota Sukabumi, sempat menjadi sorotan publik setelah terseret kasus tilap dana siswa dan korupsi dana bantuan pemerintah untuk renovasi sekolah. Vonis bersalah membuatnya harus mendekam di balik jeruji besi Lapas Kelas IIB Sukabumi.

Namun, di balik masa hukuman itu, Dadang justru menemukan jalan yang sama sekali berbeda. Dadang menjadi satu dari ratusan narapidana yang mendapatkan remisi khusus di momen HUT ke-80 RI.

Kalapas Kelas IIB Sukabumi, Budi Hardiono, menuturkan bahwa kehidupan Dadang di dalam lapas jauh berubah dibanding saat pertama kali masuk.

“Yang dibilang Pak Wali tadi, sahabat beliau Pak Dadang dapat remisi 4 bulan. Itu sahabat beliau sudah khatam 18 kali dalam lapas kita. Awalnya beliau bahkan tidak mengerti baca Al-Qur’an, tapi sekarang sudah 18 kali khatam,” kata Budi usai memberikan remisi HUT ke-80 RI di Lapas Kelas IIB Sukabumi, Minggu (17/8/2025).

Perubahan itu bukan hanya terjadi pada Dadang seorang. Di dalam lapas, menurut Budi, banyak warga binaan yang kini tekun memperdalam ilmu agama.

“Ada juga yang sudah 18 kali, ada yang 12 kali. Di sini ada pesantrennya, ada kegiatan kebaktian dua kali, semua diarahkan untuk mendekatkan diri kepada Allah,” tambahnya.

Perjalanan Dadang hingga akhirnya menjadi warga binaan tidak lepas dari kasus penyalahgunaan dana siswa dan renovasi sekolah. Dikutip dari putusan Mahkamah Agung, pada 2019, SMKN 4 Sukabumi menerima dana Bantuan Pemerintah melalui BA-BUN sebesar Rp 1,678 miliar. Dana itu sejatinya diperuntukkan bagi pembangunan fisik, meubelair, perencanaan, hingga administrasi.

Namun, dalam praktiknya, penggunaan anggaran jauh dari semestinya. Proposal pengajuan renovasi diajukan dengan data tidak akurat, disebutkan bangunan dua lantai, padahal perencanaan hanya untuk satu lantai.

Tak hanya itu, dokumen pengesahan proposal pun dipalsukan. Lembar pengesahan yang seharusnya dibuat resmi justru diunduh setelah kegiatan bimtek, lalu diubah tanggalnya tanpa sepengetahuan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat.

Dalam pelaksanaan renovasi, Dadang menunjuk pihak bernama Hendra Putra Irawan, yang sebenarnya tidak memiliki kompetensi sebagai perencana atau konsultan teknis. Ia menyusun RAB, site plan, hingga analisis kerusakan tanpa keahlian memadai. Parahnya, panitia resmi maupun tim teknis yang seharusnya dilibatkan justru diabaikan. Bahkan, dokumen laporan teknis dan tanda tangan anggota tim direkayasa.

Pencairan dana dilakukan dua tahap dengan total Rp 1,678 miliar. Namun sebagian besar uang justru diserahkan kepada Dadang tanpa bukti pertanggungjawaban yang jelas. Lebih ironis, laporan kegiatan menyebutkan pekerjaan sudah selesai 100 persen, padahal faktanya baru sekitar 60 persen. Laporan itu tetap diserahkan agar renovasi bisa dicatat sebagai aset pemerintah provinsi.

Kecurangan ini akhirnya terendus lewat audit Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek. Hasil pemeriksaan menyebutkan negara merugi hingga Rp 1,576 miliar. Audit juga diperkuat hasil kajian tim ahli konstruksi yang menyatakan banyak penyimpangan teknis.

Dimensi struktur bangunan tidak sesuai, fondasi tidak memadai, kualitas sambungan las buruk, hingga tangga yang tidak memenuhi standar keamanan. Kesimpulannya, bangunan hasil renovasi itu tidak laik fungsi dan membahayakan pengguna.

Atas perbuatannya, Dadang dijerat pasal tindak pidana korupsi dan dijatuhi hukuman. Harapan untuk membangun sekolah demi pendidikan justru berakhir di ruang sidang pengadilan.

MA meneguhkan hukuman penjara 4 tahun, ditambah denda Rp 400 juta, dan uang pengganti sebesar lebih dari Rp 1,5 miliar.

Tak hanya korupsi dana bantuan sekolah, Dadang Hernawan juga terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana siswa senilai Rp545 juta.

Kasus korupsi tersebut bermula saat sekolah mengadakan kegiatan kunjungan siswa ke industri di Yogyakarta. Dadang meminta kepada orang tua siswa untuk membayar sejumlah uang. Selain itu, dia juga mewajibkan kunjungan tersebut.

“Tujuan awal peruntukannya bagi kegiatan kunjungan industri siswa. Namun seluruh dana yang terhimpun dipergunakan untuk kepentingan pribadinya sejumlah Rp545 juta. Sehingga kunjungan industri siswa tidak pernah terealisasi,” kata Kasi Intelijen Kejari Kota Sukabumi yang saat itu dijabat oleh Arif Wibawa.

Putusan itu disahkan oleh Pengadilan Negeri Bandung pada Juni 2022 lalu dengan hukuman pidana 3 tahun penjara dan denda Rp150 juta.

Meski awalnya masuk penjara dengan status terpidana korupsi, kehidupan Dadang di balik jeruji justru berbalik arah. Dari seseorang yang sebelumnya sibuk dengan urusan administrasi sekolah dan proyek renovasi, kini ia menghabiskan waktu untuk memperdalam agama. Dalam hitungan bulan, ia mampu membaca Al-Qur’an hingga khatam belasan kali.

“Awalnya beliau tidak bisa membaca Al-Qur’an dengan baik, tapi dengan kesungguhan dan program pembinaan di lapas, beliau berhasil khatam sampai 18 kali,” ujar Kalapas Budi Hardiono.

Kisah Dadang kini menjadi cermin bahwa jeruji besi bukan hanya tempat menjalani hukuman, tapi juga ruang untuk perbaikan diri. Dari mantan kepala sekolah yang terjerat korupsi, ia kini dikenal sebagai warga binaan yang tekun mengaji, rajin mengikuti pesantren lapas, dan perlahan menemukan ketenangan batin.

Bagi pihak lapas, transformasi itu menjadi bukti bahwa hukuman pidana tidak semata-mata menghukum, tapi juga membimbing. “Di sini kita berikan pembinaan, supaya para warga binaan bisa berubah, bisa dekat dengan Tuhan, dan ketika keluar nanti bisa menjadi pribadi yang lebih baik,” kata Budi.

Kini, Dadang Hernawan mungkin kehilangan kebebasan fisik, tapi ia menemukan sesuatu yang lebih berharga, ketenangan batin dari jalan hidayah yang ditempuhnya.

Dari Kursi Kepala Sekolah ke Kursi Pesakitan

Manipulasi Pekerjaan Renovasi

Kerugian Negara dan Bangunan Tak Layak Fungsi

Kasus Tilap Dana Siswa Rp545 Juta

Jalan Baru di Balik Jeruji

Gambar ilustrasi

Kecurangan ini akhirnya terendus lewat audit Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek. Hasil pemeriksaan menyebutkan negara merugi hingga Rp 1,576 miliar. Audit juga diperkuat hasil kajian tim ahli konstruksi yang menyatakan banyak penyimpangan teknis.

Dimensi struktur bangunan tidak sesuai, fondasi tidak memadai, kualitas sambungan las buruk, hingga tangga yang tidak memenuhi standar keamanan. Kesimpulannya, bangunan hasil renovasi itu tidak laik fungsi dan membahayakan pengguna.

Atas perbuatannya, Dadang dijerat pasal tindak pidana korupsi dan dijatuhi hukuman. Harapan untuk membangun sekolah demi pendidikan justru berakhir di ruang sidang pengadilan.

MA meneguhkan hukuman penjara 4 tahun, ditambah denda Rp 400 juta, dan uang pengganti sebesar lebih dari Rp 1,5 miliar.

Tak hanya korupsi dana bantuan sekolah, Dadang Hernawan juga terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana siswa senilai Rp545 juta.

Kasus korupsi tersebut bermula saat sekolah mengadakan kegiatan kunjungan siswa ke industri di Yogyakarta. Dadang meminta kepada orang tua siswa untuk membayar sejumlah uang. Selain itu, dia juga mewajibkan kunjungan tersebut.

“Tujuan awal peruntukannya bagi kegiatan kunjungan industri siswa. Namun seluruh dana yang terhimpun dipergunakan untuk kepentingan pribadinya sejumlah Rp545 juta. Sehingga kunjungan industri siswa tidak pernah terealisasi,” kata Kasi Intelijen Kejari Kota Sukabumi yang saat itu dijabat oleh Arif Wibawa.

Putusan itu disahkan oleh Pengadilan Negeri Bandung pada Juni 2022 lalu dengan hukuman pidana 3 tahun penjara dan denda Rp150 juta.

Meski awalnya masuk penjara dengan status terpidana korupsi, kehidupan Dadang di balik jeruji justru berbalik arah. Dari seseorang yang sebelumnya sibuk dengan urusan administrasi sekolah dan proyek renovasi, kini ia menghabiskan waktu untuk memperdalam agama. Dalam hitungan bulan, ia mampu membaca Al-Qur’an hingga khatam belasan kali.

“Awalnya beliau tidak bisa membaca Al-Qur’an dengan baik, tapi dengan kesungguhan dan program pembinaan di lapas, beliau berhasil khatam sampai 18 kali,” ujar Kalapas Budi Hardiono.

Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.

Kisah Dadang kini menjadi cermin bahwa jeruji besi bukan hanya tempat menjalani hukuman, tapi juga ruang untuk perbaikan diri. Dari mantan kepala sekolah yang terjerat korupsi, ia kini dikenal sebagai warga binaan yang tekun mengaji, rajin mengikuti pesantren lapas, dan perlahan menemukan ketenangan batin.

Bagi pihak lapas, transformasi itu menjadi bukti bahwa hukuman pidana tidak semata-mata menghukum, tapi juga membimbing. “Di sini kita berikan pembinaan, supaya para warga binaan bisa berubah, bisa dekat dengan Tuhan, dan ketika keluar nanti bisa menjadi pribadi yang lebih baik,” kata Budi.

Kini, Dadang Hernawan mungkin kehilangan kebebasan fisik, tapi ia menemukan sesuatu yang lebih berharga, ketenangan batin dari jalan hidayah yang ditempuhnya.

Kerugian Negara dan Bangunan Tak Layak Fungsi

Kasus Tilap Dana Siswa Rp545 Juta

Jalan Baru di Balik Jeruji

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *