Wacana baru kini sedang disodorkan Kanwil Kementerian HAM Jawa Barat (Jabar). Para narapidana nantinya masih bisa terpenuhi hak biologisnya, dibandingkan harus ‘kucing-kucingan’ lewat praktik ‘bilik asmara’ yang sudah menjadi rahasia umum di berbagai penjara.
Lantas, bagaimana kronologi wacana ini bisa mencuat? Berikut ini rangkuman sederet faktanya:
Wacana ini diberi slogan ‘Pemenuhan HAM Biologis Suami-Istri’. Usul tersebut menguat pada sesi diskusi Kanwil Kementerian HAM Jabar di Lapas Sukamiskin dan Lapas Perempuan Bandung beberapa waktu lalu. Dalam keterangan yang dikutip infoJabar, Kanwil HAM menyoroti berbagai hal mulai dari masalah over kapasitas tahanan, kebijakan administrasi tentang SKCK untuk napi, hingga kebutuhan biologis warga binaan.
Kemudian, wacana ini turut disampaikan sejumlah napi dalam diskusi tersebut. Pada intinya, para warga binaan turut menginginkan Pemenuhan HAM Biologis selama menjalani masa tahanan karena belum ada regulasi resmi yang mengaturnya.
Saat dikonfirmasi ulang, Kepala Kanwil Kementerian HAM Jabar Hasbullah memberikan penjelasan mengenai wacana ini. Secara garis besar, ia membeberkan bahwa napi yang ditahan hanya kehilangan beberapa haknya secara sipil hingga politik, namun tidak menghapus hak asasinya secara utuh.
“Kami sudah keliling ke beberapa UPT, baik di Lapas maupun Rutan di Jawa Barat. Dan kami mendengar hampir semua tempat mengusulkan itu. Dulu kan tentang Bilik Asmara, itu kan negatif yah. Makanya kami tagline-nya itu Pemenuhan HAM Biologis Suami-Istri supaya tidak negatif jadinya, karena kalau itu bilik asmara jadi negatif,” katanya, Kamis (7/8/2025).
“Karena yang dihukum itu kan badannya, kebebasannya, tapi hak untuk beribadah, makan, kesehatan, kan tidak dilarang. Termasuk hak untuk berhubungan suami-istri sebetulnya tidak ada yang melarang, cuma belum ada regulasinya. Jadi daripada sembunyi-sembunyi, mending itu dilegalkan saja. Karena itu memang haknya,” tambah Hasbullah.
Usulan ini menurut Hasbullah bukan hanya sekedar wacana. Kanwil Kementerian HAM Jabar sudah menghadap ke kementerian dan mendapat respons positif atas usulan tersebut. Bahkan, Hasbullah sudah punya gambaran secara teknis bagaimana pemenuhan hak biologis ini bisa diberlakukan secara resmi di lembaga pemasyarakatan.
Menurut Hasbullah, aturannya harus dibuat secara tegas. Hanya pasangan resmi yang diakui oleh hukum dan negara yang bisa mendapatkan pemenuhan hak biologis di dalam penjara. Artinya, pasangan yang menikah siri misalnya, dipastikan tidak bisa mendapatkan hak tersebut.
“Jadi kalau orang lain atau istri istri siri misalnya, itu enggak bisa. Tetep harus mengacu kepada perundang-undangan. Yang dianggap istrinya itu harus sesuai undang-undang, yang sah secara hukum dan diakui negara,” tuturnya.
“Lalu bagaimana mekanismenya? Bagi saya enggak begitu sulit. Karena dari awal, ketika dia berproses secara hukum, kan sudah bisa ketahuan siapa istrinya. Maka dari awal sudah bisa dikontrol di situ, jadi ketika masuk di lapas dan rutan, itu petugas sudah punya database. Jadi menurut saya enggak sulit, mungkin yang agak menjadi kendala penyiapan kamar dan sebagainya,” bebernya.
Meski demikian, Hasbullah menyadari wacana ini tetap akan menimbulkan kontroversi. Untuk itu, Jumat (8/8/2025) besok, Kanwil Kementerian HAM berencana menggelar diskusi dengan beberapa stakeholder terkait, ulama, psikolog hingga mantan warga binaan demi bisa mematangkan usulan tersebut.
“Termasuk para kalapasnya, Pak Kakanwil juga kami undang. Kami akan bicarakan, dan kita coba jadikan draf untuk dibawa ke level lebih tinggi,” pungkasnya.
Diberi Slogan ‘Pemenuhan HAM Bilogis Suami-Istri’
Penuhi Hak Para Tahanan yang Sudah Berkeluarga
Aturan Ketat Bagi Napi yang Berhak
Undang Beberapa Kalangan untuk Sempurnakan Draf Usulan
Usulan ini menurut Hasbullah bukan hanya sekedar wacana. Kanwil Kementerian HAM Jabar sudah menghadap ke kementerian dan mendapat respons positif atas usulan tersebut. Bahkan, Hasbullah sudah punya gambaran secara teknis bagaimana pemenuhan hak biologis ini bisa diberlakukan secara resmi di lembaga pemasyarakatan.
Menurut Hasbullah, aturannya harus dibuat secara tegas. Hanya pasangan resmi yang diakui oleh hukum dan negara yang bisa mendapatkan pemenuhan hak biologis di dalam penjara. Artinya, pasangan yang menikah siri misalnya, dipastikan tidak bisa mendapatkan hak tersebut.
“Jadi kalau orang lain atau istri istri siri misalnya, itu enggak bisa. Tetep harus mengacu kepada perundang-undangan. Yang dianggap istrinya itu harus sesuai undang-undang, yang sah secara hukum dan diakui negara,” tuturnya.
“Lalu bagaimana mekanismenya? Bagi saya enggak begitu sulit. Karena dari awal, ketika dia berproses secara hukum, kan sudah bisa ketahuan siapa istrinya. Maka dari awal sudah bisa dikontrol di situ, jadi ketika masuk di lapas dan rutan, itu petugas sudah punya database. Jadi menurut saya enggak sulit, mungkin yang agak menjadi kendala penyiapan kamar dan sebagainya,” bebernya.
Meski demikian, Hasbullah menyadari wacana ini tetap akan menimbulkan kontroversi. Untuk itu, Jumat (8/8/2025) besok, Kanwil Kementerian HAM berencana menggelar diskusi dengan beberapa stakeholder terkait, ulama, psikolog hingga mantan warga binaan demi bisa mematangkan usulan tersebut.
“Termasuk para kalapasnya, Pak Kakanwil juga kami undang. Kami akan bicarakan, dan kita coba jadikan draf untuk dibawa ke level lebih tinggi,” pungkasnya.