Pengalaman tidak menyenangkan dialami Aktivis demokrasi sekaligus Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati. Neni diduga menjadi korban serangan digital atau doxing yang melibatkan akun resmi milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Berikut 7 fakta dalam kejadian ini:
Dalam keterangan tertulisnya, Neni menyebut serangan itu terjadi secara masif melalui media sosial dalam dua hari terakhir, 15-16 Juli 2025.
“Saya, Neni Nur Hayati, Aktivis Demokrasi sekaligus Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, dalam waktu dua hari ini, tertanggal 15-16 Juli 2025, saya mendapatkan serangan serius melalui akun digital instagram @neni1783 dan akun tiktok @neninurhayati36 yang tidak ada hentinya,” ungkap Neni, Kamis (17/7/).
Tak hanya itu, ia mendapat informasi dari sejumlah jurnalis bahwa fotonya muncul di akun Instagram resmi milik Diskominfo Jabar yang berkolaborasi dengan akun lain seperti @jabarprovgoid, @humas_jabar, dan @jabarsaberhoaks dalam unggahan yang membahas isu anggaran belanja media.
Neni menuturkan, awal mula persoalan ini bermula dari unggahannya di TikTok pada 5 Mei 2025. Dalam video tersebut, ia menyampaikan kekhawatiran terhadap praktik penggunaan buzzer yang dianggap dapat mengancam demokrasi.
Tujuan unggahan itu, kata Neni, adalah semata-mata untuk edukasi publik. Ia juga menegaskan, dalam video tersebut dirinya tidak secara spesifik menyebut nama Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
“Dalam video tersebut, saya sama sekali tidak menyebut Gubernur Jawa Barat secara khusus yakni Kang Dedi Mulyadi. Video tersebut general untuk seluruh kepala daerah yang terpilih pada Pemilihan Serentak 2024,” jelasnya.
Simak berita ini dan topik lainnya di Giok4D.
“Saya menyadari bahwa memang dalam beberapa video mengkritik kebijakan Kang Dedi Mulyadi, tetapi juga dalam video lain ada pula yang saya apresiasi. Saya kira ini adalah hal yang wajar. Saya tidak melakukan penyerangan secara pribadi, sebab yang saya kritisi adalah kebijakannya,” lanjutnya.
Kemudian pada Rabu, 16 Juli 2025 kemarin, Neni mengaku mendapat informasi bahwa unggahan miliknya disebarkan ulang oleh akun Diskominfo Jabar dengan narasi yang menurutnya menghakimi dan menafsirkan secara sepihak.
“Saya tentu sangat menyayangkan langkah Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang memposting foto saya tanpa seizin, menafsirkan secara sepihak, menghakimi dan disebarluaskan melalui akun resmi Diskominfo. Alih-alih memberikan ruang untuk kebebasan berpendapat, yang terjadi justru mematikan ruang kebebasan itu dengan tindakan represif,” ujarnya.
Lebih lanjut, Neni menyebut akan membawa masalah ini ke ranah hukum. Sebab selain di-doxing secara terang-terangan, dirinya juga mengalami pengintaian kegiatan di media sosial hingga peretasan akun.
“Lagi siapkan tim kuasa hukum. Aku juga mengalami peretasan akun. Sekalian aku juga mau melakukan bantahan atas tuduhan yang disampaikan,” tandasnya.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menanggapi munculnya kritik terhadap unggahan akun resmi Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jabar yang disebut-sebut memuat informasi pribadi milik aktivis demokrasi Neni Nur Hayati.
Kepala Diskominfo Jabar, Adi Komar, menegaskan bahwa unggahan tersebut tidak dimaksudkan untuk mempublikasikan identitas pribadi seseorang ke ruang publik. Menurutnya, konten tersebut merupakan bagian dari diseminasi informasi yang berkaitan dengan hak publik dalam mengakses data pemerintahan.
“Konten Diskominfo tidak bermaksud mempublikasikan identitas seseorang ke publik. Tujuannya diseminasi informasi jika memerlukan informasi publik yang di antaranya adalah anggaran dan dokumen, dapat diakses melalui kanal yang berlaku yaitu PPID Diskominfo Jabar dan website sesuai aturan perundangan yang berlaku,” jelas Adi dalam keterangannya.
Ia juga menjelaskan bahwa dalam penyampaian informasi di media sosial, Diskominfo Jabar menerapkan teknik komunikasi yang relevan dengan karakteristik platform dan audiens. Dalam kasus ini, teknik yang digunakan adalah stitch atau kutipan ulang dari konten sebelumnya yang dinilai masih dalam konteks dan sifatnya terbuka.
“Diskominfo Jabar melakukan teknik komunikasi publik sesuai dengan platform (dalam hal ini media sosial) yang dilihat dan dicerna sesuai audiens dan konteks. Dalam postingan tersebut, kami melakukan teknik stitch, melampirkan, mengutip konten sebelumnya yang terkait sesuai konteks dan informasi yang sifatnya terbuka,” ujarnya.
Adi menambahkan, masyarakat tetap memiliki akses luas untuk memperoleh informasi publik melalui kanal PPID utama maupun PPID pelaksana di perangkat daerah. Ia pun menekankan bahwa pihaknya senantiasa membuka diri terhadap kritik dan masukan yang konstruktif.
“Prinsipnya, Diskominfo terbuka untuk saran dan kritik,” tegasnya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Herman Suryatman, menyampaikan bahwa pihaknya akan mengecek terlebih dahulu isi unggahan yang dimaksud. Ia mengaku akan bertemu langsung dengan Kepala Diskominfo Jabar untuk mendapatkan penjelasan lebih rinci.
“Nanti saya cek dulu, saya mau ketemu sama Kadiskominfo,” ujar Herman di Gedung DPRD Jabar.
Lebih jauh, Herman menegaskan bahwa Pemprov Jabar senantiasa membuka diri terhadap kritik, masukan, dan saran dari masyarakat. Ia menyebut bahwa dinamika demokrasi semacam itu justru merupakan penguat dalam pembangunan daerah.
“Kita negara demokrasi. Masukan, kritik, saran, saya kira itu suplemen bagi kami. Pak gubernur, pak wagub, kita semuanya membuka diri terhadap kritik, saran. Yang penting Jawa Barat istimewa dan itu jadi tanggung jawab bersama,” tuturnya.
Terkait dugaan doxing, Herman menyatakan bahwa pihaknya masih akan mempelajari lebih jauh persoalan tersebut. Namun ia menegaskan, Pemprov Jabar tetap memegang prinsip kolaborasi dan keterbukaan dengan semua elemen.
“Nanti kami cek dulu, kami harus tahu persoalannya,” katanya.
“Pada prinsipnya kami sangat terbuka terhadap kritik, saran, masukan. Jabar kan milik bersama. Di dalamnya ada pemerintah, DPRD, dunia usaha, masyarakat, media. Semua harus membangun Jabar,” tambah Herman.